Komisi IV DPRD Bondowoso Akui Lalai Terkait Tunggakan BPJS Kesehatan Perangkat Desa

  • Whatsapp
Ketua komisi IV DPRD Bondowoso saat dikonfirmasi wartawan. (Rois/beritalima.com)

BONDOWOSO, beritalima.com – Tunggakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) terhadap BPJS Kesehatan yakni premi jaminan kesehatan perangkat desa mencapai Rp 900 juta. Ini merupakan tunggakan sejak Januari hingga Juni 2021.

Kepala DPMD Bondowoso, Haeriyah Yuliati, usai rapat bersama Komisi IV dan BPJS Kesehatan, menerangkan, tunggakan ini untuk perangkat desa yang ada di 190 desa. Karena, dari total 209 desa yang ada, 19 di antaranya telah melakukan penggantian pembayaran.

Bacaan Lainnya

Diakui Haeriyah, sebelum itu pihaknya telah menyampaikan kepada desa bahwa akan ada keterlambatan pembayaran. Sehingga, dihimbau mungkin bisa premienya dibayarkan oleh pemerintah desa dahulu.

“Memang itu namanya sekedar solusi, dalam artian itu himbauan. Bisa jadi ada desa yang melaksanakan, ada yang tidak melaksanakan,” katanya.

Ia melanjutkan terkait adanya perangkat desa yang sakit namun kartunya tak bisa digunakan. Pihaknya tengah mencari solusi agar nanti pembiayaan yang dikeluarkan dari kantong pribadi diganti oleh pemerintah.

“Total alokasi untuk iuran kesehatan sekitar Rp 3 miliar 91 juta sekian,” ujarnya.

Edy Agus Riyanto, Kepala BPJS Kesehatan Bondowoso, menerangkan, ketika tak bisa melakukan pembayaran maka secara otomatis kartu tidak aktif. Bahkan, jika terlambat satu bulan saja sistem yang kemudian membuat kartu tak bisa digunakan lagi.

“Ketika dia tak melakukan pembayaran, secara otomatis tidak aktif kartu tak bisa digunakan,” ujar.

Di lokasi yang sama, Ketua Komisi IV DPRD Bondowoso, Ady Kriesna, menerangkan, bahwa memang sejak 2021 ini pembayaran premie untuk BPJS Kesehatan perangkat desa aturannya berubah. Yakni empat persen dibayar oleh DPMD, kemudian satu persen oleh Pemerintah Desa.

Sementara sebelumnya, pembayaran lima persen ditanggung oleh Pemerintah Desa melalui ADD.

Di saat bersamaan, ada mekanisme di Pemerintah Daerah dari SIMDA (S ke SIPD. Sehingga, menyulitkan Pemda untuk memberikan kesehatan sejak awal tahun.

“Ini adalah sebuah kelalaian kita dari sisi perencanaan, penganggaran. Ke dua karena ada perubahan mekanisme yang kita perlu menyesuaikan itu secara cepat. Sementara tahun-tahun ini, SIPD memakan energi sangat besar,” ujarnya.

Ia pun menegaskan terpenting fokus pada solusinya yang barang tentu ini menjadi bahan untuk perbaikan yang akan datang.

“Prinsipnya Pemda tak akan merugikan perangkat desa. Akan mencari solusi terbaik, bagaimana kemudian pembayaran berobat, biaya perawatan yang dikeluarkan sendiri oleh perangkat desa, akan dicarikan solusi untuk diganti oleh pemerintah daerah,” tutupnya.(*/Rois)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait