Komisi VII-ESDM Sepakat Asumsi Dasar Makro Sektor ESDM, Rofik Hananto Beri Catatan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H Rofik Hananto mengatakan, pihaknya memberikan beberapa catatan terkait asumsi dasar makro sektor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.

Sejumlah catatan tersebut disampaikan Rofik dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI yang membidangi ESDM, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH) dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif beserta jajarannya membahas asumsi makro RAPBN terkait sektor migas di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/6).

Dalam rapat kerja yang membahas di antaranya Inductively Coupled Plasma ICP, lifting migas, volume BBM dan LPG bersubsidi, subsidi tetap minyak solar (Gasoil 48) dan subsidi listrik. Pada kesempatan tersebut, Fraksi PKS mengusulkan agar batas minimum lifting minyak bumi 705 Barrel Oil Per Day (BOPD). Juga diusulkan agar besarnya subsidi listrik sama dengan outlook 2020 yakni Rp 58 triliun.

“Kami ingin pemerintah tidak menghilangkan subsidi untuk rakyat kecil, khususnya subsisi LPG 3 Kg dan listrik. Minimal untuk subsidi listrik sama dengan outlook 2020 yaitu sebesar 58 trillun.” kata Rofik yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu dalam keterangannya kepada Beritalima.com, Selasa (30/6) siang.

Terkait dengan proyeksi ICP 2021 pada kisaran 42-45 dollar per barel, kata wakil rakyat dari Dapil VII Provinsi Jawa Tengah itu, Fraksi PKS sepakat. “Kalau assesnya karena resiko ketidakpastian, 40-42 dollar per barel saya kira realistis. Karena per hari ini harga minyak dunia dikisaran 37 dollar (per barel) menurut WTI dan 39 dollar (per barel) menurut BRENT. Dua sumber ini yang selalu menjadi benchmark utama pemerintah menetapkan ICP.”

Bahkan ESDM membuat proyeksi rata-rata ICP 2020 hanya di angka 35-37 dollar (per barel). “Jadi penetapan ICP di angka 42-45 dollar per barel bagus sekali. Tidak terlalu pesimis, tidak juga terlalu optimis.” tegas Rofik yang juga Ketua Pengcab Pelti Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah itu.

Menurut dia, penetapan angka ICP 2021 yang terukur dalam kondisi ketidakpastian saat ini sebagai asumsi dasar Makro Ekonomi sangat penting karena resultante-nya berpengaruh ke postur APBN. “Jangan sampai antara outlook APBN dengan realisasi nantinya terjadi deviasi yang terlalu lebar.” tambah Rofik yang juga Anggota Panja Asumsi Banggar DPR RI ini.

Dijelaskan, kondisi seperti Mei 2020 lalu menjadi bahan evaluasi. Harga ICP yang dipatok dalam APBN 2020 adalah US$ 38 per barel. Harga ICP terus turun hingga mencapai angka US$ 30,9 per barel. Atas kontraksi harga ini, diperkirakan tambahan defisit anggaran mencapai Rp 12,2 triliun.

Per Maret lalu, tercatat realisasi PNBP minyak bumi Rp 28,64 triliun, terkontraksi 4,41 persen (yoy). Dalam Perpres No: 54/2020, target penerimaan PNBP minyak bumi dipangkas dari Rp 96,8 triliun menjadi Rp 40,38 triliun. Memang Juni ini ada tanda-tanda harga minyak mentah dunia rebound. Namun, kembali merebaknya kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) memberi pengaruh signifikan pada harapan pulihnya harga minyak mentah dunia.

Bahkan di Houston pusat industri minyak AS, dana belanja untuk membeli alat perawatan intensif naik 10 persen setiap hari. Semoga Asumsi Dasar Makro Ekonomi khususnya ICP, Lifting Minyak dan Subsidi Ketahanan Energi yang menjadi domain Komisi VII dapat diterima pemerintah.

“Saya sebagai anggota Komisi VII memahami kondisi kebatinan bangsa ini. Kita harus cari titik temu angka-angka yang realistis bagi Asumsi Dasar Makro Ekonomi tahun 2021. Angka-angka yang tetap menunjukkan optimisme sebagai sebuah bangsa yang besat namun tetap prudent dan konservatif.” demikian H Rofik Hananto. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait