Minyak Dunia Anjlok, PKS: Tidak Adil Kalau Rakyat Harus Subsidi Pertamina

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Alasan Pemerintah tidak menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada saat harga minyak dunia anjlok tidak logis dan terkesan mengada-ada. Data dan logika yang dipakai Pemerintah untuk mempertahankan harga BBM, justru malah menjadi fakta yang mendukung perlunya penyesuaian harga jual BBM dalam negeri.

Di tengah penderitaan wabah virus Corona (Covid-19) ini, kata anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto M.Eng kepada Beritalima.com, Selasa (12/5) siang, mestinya Pemerintah tidak membebani rakyat harga BBM yang tinggi. Apalagi kalau itu digunakan untuk ‘mensubsidi’ Pertamina.

Bahkan pada Rapat Kerja (Raker) Komisi VII dengan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terakhir, Arifin Tasrif selaku pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabinet Indonesia Maju (KIM) menjelaskan beberapa alasan kenapa PT Pemerintah tidak menurunkan harga BBM.

Menurut Tasrif, margin (selisih) harga minyak mentah dunia dengan harga jual BBM sangat minim dan dinamis sehingga sangat berisiko jika harus dilakukan penyesuaian tarif. Apalagi, di antara negara ASEAN harga minyak Indonesia relatif murah. Untuk itu, Pemerintah memilih sikap “wait and see” untuk menyesuaikan harga BBM.

Mulyanto yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan mengatakan, sebenarnya ada alasan lain yang dipakai Pemerintah untuk mempertahankan harga BBM. Namun, alasan itu tidak dibuka secara transparan dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Jumat (4/5)

“Kita sayangkan sikap Pemerintah yang tetap tidak mau menurunkan harga BBM. Padahal itu merupakan keputusan raker Komisi VII dengan Menteri ESDM pekan lalu,” ujar legislator Dapil III Provinsi Banten tersebut.

Dengan asumsi harga minyak dunia sekitar 30 USD/barel (asumsi APBN 63 USD/barel) serta nilai kurs dollar sekarang sekitar 14.900 rupiah/usd, maka keuntungan Pertamina diperkirakan dapat mencapai belasan triliun rupiah perbulan.

“Harusnya angka itu cukup untuk menjadikan harga BBM jauh lebih murah,” tegas mantan Sesmen Departemen ESDM Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.

Mulyanto menambahkan, masyarakat banyak yang bertanya kemana larinya selisih keuntungan besar Pertamina tersebut. Bila Pemerintah tidak segera merespons pertanyaan publik ini secara transparan dan mudah dimengerti, ini dipastikan bakal menimbulkan kekecewaan dan suudzhon publik, seolah pemerintah dikendalikan mafia minyak.

Sebelumnya Dirut Pertamina dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI menjelaskan, marjin keuntungan BBM tersebut digunakan untuk membeli crude oil domestik yang harganya lebih mahal dari minyak dunia, biaya pengoperasian tambang dan kilang di hulu, serta biaya operasional lainnya.

Dari keterangan tersebut, sebenarnya sudah sangat jelas, marjin harga yang seharusnya dinikmati rakyat, berupa murahnya harga BBM, tertahan untuk menutupi keperluan operasional Pertamina. Memang tidak keliru juga kalau dikatakan dengan harga BBM yang masih tinggi ini, rakyat tengah mensubsidi operasional Pertamina.

“Ini tentu saja sangat tidak adil. Di tengah penderitaan wabah Covid-19 ini, masyarakat justru dibebani oleh Pemerintah berkuasa harga BBM yang tinggi untuk ‘mensubsidi’ Pertamina,” demikian Dr H Mulyanto M.Eng. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait