Nurwahyudi: “Jadikan Hari Jadi ke-824 Trenggalek Sebagai Momentum Perubahan dan Pendewasaan”

  • Whatsapp

TRENGGALEK, beritalima. com
Tepat pada tanggal 31 Agustus 2018 nanti, Pemerintah Kabupaten Trenggalek, akan menggelar prosesi hari jadi (Harjad) yang ke 824. Dari kebiasaan-kebiasaan sebelumnya, ditiap peringatan harjad selalu ada ritual yang dilakukan baik oleh unsur birokrasi maupun warga masyarakat. Salah satunya adalah prosesi ritual jamasan pusaka yang dilaksanakan sehari sebelum acara peringatan inti.

Pusaka yang merupakan peninggalan sejarah babat Trenggalek tersebut, sebelum dijamas (dimandikan) akan diarak atau dikirab dulu mulai dari perbatasan Tulungagung hingga Pendapa Manggala Praja Nugraha sebagai pusat pemerintahan.

Memaknai itu, salah satu anggota Komisi II DPRD Kabupaten Trenggalek, Nurwahyudi, SPd mengatakan bahwa ritual hari jadi itu merupakan salah satu prosesi sakral dan juga menjadi sarana edukasi generasi muda dalam memahami sejarah maupun menghargai jasa para pendahulu yang berhasil menjadi leader pembangunan Kabupaten Trenggalek.

“Prosesi ritual dalam rangkaian hari jadi itu tetap bermakna sakral dan tentunya bisa menjadi sarana mendidik generasi penerus dalam menghargai jasa para pahlawan yang telah banyak berbuat demi kemajuan Trenggalek, jadikan Hari Jadi ke-824 Trenggalek sebagai momentum perubahan dan pendewasaan,” ungkapnya pada beritalima. com, Senin, (20/8) disela aktifitas rutin dikantor DPRD Trenggalek.

Dengan kaitan kegiatan itu, sebelum dilakukan jamasan atau memandikan pusaka, masih menurut keterangan politisi Partai Golkar tersebut, akan lebih dulu diawali dengan serah terima pusaka dari Bupati Trenggalek kepada tokoh yang akan melakukan ritual jamasan, serta dilanjutkan dengan doa bersama dalam serangkaian upacara.

“Ada dua pusaka yang menjadi ikon di Trenggalek, yaitu Tombak Korowelang dan payung Tunggul Nogo. Kedua pusaka itu tiap tahun akan di jamas atau dimandikan beserta pusaka-pusaka lain. Selain untuk melestarikan warisan budaya, ritual jamasan ini juga sebagai sarana pembersihan pusaka dari debu maupun kotoran-kotoran yang menempel. Nantinya, pusaka-pusaka itu akan dibawa ke Kamulan yang menurut catatan beberapa bukti sejarah merupakan cikal-bakal dari Trenggalek,” imbuh Nurwahyudi.

Menurutnya, ritual pembersihan pusaka tersebut dilakukan dengan cara digosok berulang-ulang menggunakan jeruk nipis agar debu, karat dan sisa kotoran minyak yang menempel bisa larut, selanjutnya kedua pusaka dibasuh menggunakan air bunga setaman dan dikeringkan sebelum kemudian dilumuri dengan minyak khusus pusaka.

“Ini rutin dilakukan setiap tahun sebagai bentuk pelestarian budaya dan sarana edukasi sejarah. Bukan berarti mengarah pada kemusyrikan atau lain sebagainya. Karena pada intinya adalah membersihkan atau merawat pusaka yang merupakan milik kita bersama sebagai masyarakat Trenggalek ,” jelasnya.

Setelah dilakukan prosesi jamasan, imbuh pria murah senyum itu, pusaka-pusaka dan beberapa panji Trenggalek dibawa ke Desa Kamulan, Kecamatan Durenan yang berada di perbatasan Trenggalek-Tulungagung. Dimulai dari Desa Kamulan karena merupakan cikal-bakal dari berdirinya Kabupaten Trenggalek.

Nurwahyudi juga menegaskan, nilai-nilai sejarah berdirinya Trenggalek perlu dipelajari dan disampaikan pula kepada kaum muda agar semangat membangun Trenggalek tetap terpatri di jiwa mereka sehingga akan menumbuhkan kreatifitas dan mengembangkan potensi masing-masing.
“Sejarah Trenggalek perlu juga dipelajari oleh kaum muda di sini agar ada semangat untuk berkreasi dan menunjukkan kemampuan di bidangnya masing-masing sehingga Trenggalek terwakili nama besarnya,” tambahnya.

Untuk itu, masih sesuai keterangannya, dampak sosial bagi warga Trenggalek termasuk menumbuhkan kecintaan kepada daerah yang telah menjadi tempat lahirnya dan berkehidupan serta mendorong rasa kebersamaan sesama warga yang berimplikasi kepada rasa persatuan dan kesatuan daerah.

“Dengan adanya gelaran acara hari jadi, diharap ada banyak implikasi sosial positif bagi warga karena hal itu akan selalu mengingatkan mereka bahwa Trenggalek merupakan tempat lahir dan besarnya. Menggunakan fasilitas yang ada yaitu minum air Trenggalek, makan dari hasil bumi Trenggalek yang pada akhirnya nanti bisa terlahir emosional kultur sebagai sesama warga Trenggalek,” pungkas anggota Dewan asli warga Desa Nglebo Kecamatan Suruh.(Her)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *