Pelatihan “Objective Dan Learning” pada Ibu-Ibu, menjadi Pilihan Abdimas Dosen Psikologi di Lingkungan RPTRA Jakarta Timur

  • Whatsapp

Jakarta, beritalima.com – Profesi dosen diwajibkan untuk melakukan Tri Dharma Perguguran Tinggi yang salah satunya adalah Pengabdian Kepada Masyarakat (Abdimas). Oleh sebabnya, Civitas akademika Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) terdiri dari Hema Dayita Pohan M.Psi., Psikologi, Erik Saut H Hutahaean, S.Psi., M.Si, dan Yuarini W. Pertiwi, S.Psi., S.H., M.Psi., Psikolog melakukan Abdimas tesebut dengan berbentuk pelatihan.

Tema yang mereka pilih ialah, “Being COOL Parent” dan Tim Abdimas tersebut bertindak sebagai narasumber dengan dibantu sebagai tim fasilitator yaitu Tiara Anggita Perdini S.Psi., Riski Amalia P.P S.Psi., dan Tiara Rahmasari Giat. Abdimas tersebut dilaksanakan pada 29 Januari 2021 yang lalu dan fokus kepada “objective dan learning” yang merupakan lanjutan dari Abdimas sebelumnya yang dilaksanakan pada 8 januari 2021 dengan fokus kepada “caring dan observing”.

Ketua Tim, Hema Dayita Pohan, menjelaskan pemilihan tema “Being COOL Parent” dengan maksud untuk memberi pemahaman tentang makna dasar, pengeritan dan manfaat yang akan dirasakan oleh para peserta.

“Kata “COOL” memiliki makna yaitu mewakili Caring, Observing, Objection dan Learning,” terang Hema dalam keterangan tertulisanya kepada redaksi.

Hema menambahkan, Abdimas tersebut dilaksanakan oleh dirinya secara online dengan menggunakan aplikasi video conference dengan peserta sebanyak 48 orang terdiri ibu yang berdomisili di kelurahan Malaka Sari, Jakarta timur.

“Kegiatan ini menggandeng pihak RPTRA Kelurahan Malaka Sari dan diterima dengan hangat oleh Rahma Kusuma Dewi sebagai ketua pengelola,” terang Hema.

Kegiatan pelatihan objective dan learning, lanjut Psikolog itu, bermaksud mengedukasi para orang tua terutama ibu-ibu mengenai pengasuhan yang tepat dengan menjadi pribadi orang tua yang adil (objective) dan memiliki keinginan untuk terus evaluasi diri dan belajar (learning).

“Orang tua dalam praktek pengasuhan tidak luput dari kesalahan, seperti terlalu banyak aturan/terlalu sedikit aturan, meremehkan pikiran, pendapat atau keinginan anak, membanding-bandingkan anak, mematikan emosi anak, menegur anak di muka umum, dan terakhir secara tidak disadari menjiplak gaya pengasuhan yang dia terima di waktu lampau, Tidak ada sekolah untuk menjadi orangtua, namun selayaknya orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya” Tambah Hema pada penyampaian materi learning.

Menurutnya keluarga adalah pendidik utama dan yang pertama bagi anak-anaknya, maka orang tua perlu belajar dan memperluas wawasannya dengan isu-isu pengasuhan yang tepat karena ilmu parenting selalu berkembang mengikuti zamanya.
“Orang tua yang membekali dirinya dengan ilmu akan menjadi lebih percaya diri dalam mendampingin pertumbuhan perkembangan anak.” Jelas Hema.

Tim yang lain, Yuarini W. Pertiwi menjelaskan orang tua diharapkan bisa melihat setiap anaknya dengan objektif dan dapat menampilkan sikap fleksibel serta adil. Alangkah baik, sambung Yuarini, apabila orang tua juga mau mengembangkan pengetahuannya terkait pengasuhan sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan usia anak.

“Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing sehingga cara menyikapinya juga berbeda-beda, dimana orang tua tidak bisa membandingkan anak satu dengan anak yang lainnya” ujar Yuarini menambahkan.

Sebelum kegiatan dimulai, para peserta diberikan form pre-test untuk diisi dengan tujuan untuk melihat pemahaman peserta mengenai materi yang akan diberikan lalu dilanjutkan dengan pemaparan para pemateri, dilanjutkan dengan diskusi bersama yang dikemas dalam bentuk tanya jawab.

Kegiatan terakhir yaitu pemberian form post-test guna untuk melihat pemahaman materi setelah materi tersebut diberikan. Sebanyak 89% peserta sudah bisa memahami materi mengenai orang tua yang objektif dan alasan mengapa orang tua masih harus terus mempelajari pengasuhan.

Dalam kegiatan ini, para peserta menunjukan antusiasme yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah pertanyaan yang banyak pada saat diskusi berlangsung walaupun adanya kendala pada jaringan internet yang kurang stabil dan juga sikap peserta yang selalu mengaktifkan kameranya dari awal kegiatan hingga kegiatan berakhir.

Pada kesempatan yang sama, Tim dengan nama Erik Saut H Hutahaean memberikan kesimpulan pada acara tersebut. Menurutnya, orang tua perlu memahami konsep objektif yang tepat didalam ranah pengasuhan.

“Objektif disini dapat diartikan adil, bukan menyama ratakan perlakuan kepada setiap anak, melainkan sesuai kebutuhan dalam perkembangannya. Hampir semua orang tua merasa lebih mudah apabila menyama ratakan kebutuhan anak. Namun pada realitanya, setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda dengan anak lainnya,” jelas Erik sapaan akrabnya itu.

Penyamarataan, Erik menambahkan dalam kesimpulannya, menjadi penyebab muncul rasa iri anak terhadap saudara-saudaranya. Ia memberikan tips agar menjadi orang tua yang objektif, yaitu berikan penjelasan yang konkret dan mudah dipahami anak, jadilah orang tua yang fleksibel, perlakukan anak sesuai kebutuhan, dan hindari memberi label pada anak.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait