Refleksi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi, Fraksi PKS: Indikator Kesejahteraan Memburuk

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Dr H Jazuli Juwaini berharap Pemerintah pimpinan duet Joko Widodo-Ma’ruf Amin (Jokowi-Amin) bekerja lebih keras mengatasi wabah pandemi kesehatan masyarakat. Grafik penyintas Covid-19 menunjukkan kenaikan signifikan.

“Akibat pandemi yang telah berlangsung hampir setahun, seluruh indikator kesejahteraan rakyat juga memburuk. Hal ini menuntut kerja lebih keras lagi dari jajaran pemerintah,” kata Jazuli terkait evaluasi pemerintah 2020 dan menyambut 2021.

Menurut anggota Komisi I DPR RI tersebut, Pemerintahan Jokowi harus mengambil opsi kebijakan yang lebih tegas, tidak ambigu dan abu-abu antara kepentingan kesehatan, kemanusiaan dan ekonomi seperti saat ini.
Kebijakan ambigu ditangkap publik sebagai inkonsistensi.

“Dampaknya, tak jelas apa kebijakan yang berlaku antara yang dibolehkan dan dilarang sehingga sulit menerapkannya di lapangan. Akibatnya, banyak yang abai protokol kesehatan (prokes). Tingkat kematian (fatality rate) Indonesia tertinggi di Asia Tenggara,” ungkap Jazuli.

Menurut politisi senior ini, masyarakat tak bisa mendapat gambaran jelas bagaimana peta jalan komperhensif, sistematis dan terukur dari kebijakan pemerintah mengatasi pandemi Covid-19. Akibatnya, pemerintah tidak bisa menerangkan secara jelas dan optimis kapan pandemi Covid-19 selesai diatasi. Prediksi yang disampaikan pemerintah pun berulangkali meleset.

Penilaian Fraksi PKS, Pemerintah tidak punya strategi yang komprehensif dalam penyediaan vaksin dan strategi vaksinasi. Itu terbukti, dengan pembelian sejumlah obat Covid-19 yang terburu-buru di awal pendemi, kontroversi pembelian vaksin Sinovac yang belum lulus uji klinis, hingga kepercayaan rakyat rendah terhadap vaksin yang disediakan pemerintah.

Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Banten ini membeberkan data indikator kesejahteraan rakyat memburuk tajam setahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pengangguran bertambah menjadi 9,77 juta orang Agustus 2020.

Sedikitnya 29,12 juta orang usia kerja terkena dampak pandemi. Angka kemiskinan pada Maret 2020 melonjak 1,63 juta orang menjadi 26,42 juta orang menurut BPS. Dan diperediksi jumlah angka kemiskinan hingga akhir 2020 mencapai 28,7 juta orang.

Di tengah kondisi rakyat sulit saat ini, Pemerintah tampaknya kehilangan sensitivitas. Pemerintah resmi menaikkan iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Mei 2020. Pada perawatan kelas III, iuran Rp 25.500 meningkat menjadi Rp 42.000. Peserta kelas II, iuran Rp 51.000 dinaikkan menjadi Rp100.000. Pada kelas I, iuran yang sebelumnya Rp 80.000 dinaikkan sampai Rp 150.000.

Di bawah Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin Indonesia semakin tergantung dengan utang yang diwariskan kepada anak cucu. Bahkan, berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat keenam dengan jumlah utang luar negeri terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia (BI), posisi utang luar negeri Indonesia, Juli 2020 tercatat 409,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.063 triliun (kurs Rp 14.800).

Pertumbuhan ekonomi nasional juga terkoreksi tajam akibat pandemi Covid-19. Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi di kuartal III/2020 dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen di kuartal itu. Adapun, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 turun drastis dan jauh dari target, yakni pada kuartal I hanya mencatat pertumbuhan 2,97 persen dan kuartal II minus 5,32 persen.

Pemerintah juga terkesan memaksakan sejumlah agenda legislasi dengan mengesahkan UU Cipta Kerja yang kontroversial Oktober 2020. Padahal, UU ini dinilai cacat formil dan materil, tidak transparan, tidak terbuka dan minim partisipasi publik, masyarakat sipil maupun akademisi sehingga penolakan muncul dimana-mana.

Upaya penanganan dampak ekonomi dengan modal Perppu yang sejak awal dipaksakan pemerintah, Fraksi PKS DPR RI menolaknya dengan tegas. Namun, nyatanya tidak menunjukkan hasil yang sebanding.
Problemnya jajaran pemerintah sejak awal tidak serius memprioritaskan dan mengatasi aspek kesehatan dari pandemi Covid-19. Komitmen untuk menunjukkan kepedulian dan sensitivitas kepada nasib rakyat diciderai dengan kasus korupsi Menteri KKP (kasus korupsi benur lobster) dan Menteri Sosial (kasus korupsi dana bansos Covid-19).

Jazuli menggarisbawahi pentingnya kebijakan pemerintah mewujudkan harmoni sosial politik di masa pandemi. Karena itu, Pemerintah harus tampil seutuhnya sebagai solidarity maker, merangkul seluruh anak bangsa, menjadi unsur perekat bagi seluruh rakyat untuk mengatasi persoalan bangsa.

“Kami melihat pemerintah belum nampak kuat memainkan peran itu. Pemerintah justru terkesan mendukung segregasi dan keterbelahan di masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang dirasakan standar ganda, tidak adil, dan sarat kepentingan, terutama kepada kelompok-kelompok kritis kepada pemerintah,” kritik Jazuli.

Atas seluruh persoalan di atas, Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk semakin sistematis, fokus, dan terukur dalam mengatasi Covid 19. Pemerintah juga harus semakin serius mengatasi dampak ekonomi dengan prioritas utama kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin.
Pemerintah harus tampil sebagai pemersatu dan perekat atas semua dinamika sosial politik di masyarakat. Hadirkan hukum yang berwibawa dan berkeadilan untuk seluruh rakyat. Kita butuh persatuan dan kesatuan untuk keluar dari pandemi dan krisis saat ini. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait