Sangat Menarik Webinar LBH Aliansi Muda Keadilan, Perjalanan Otsus Papua: Ilusi atau Solusi

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com | Perjalanan Otonomi Khusus Papua: Ilusi atau Solusi menjadi tema webinar yang digelar LBH Aliansi Muda Keadilan bersama Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia diikuti oleh ratusan peserta dari akademisi, masyarakat umum hingga keterwakilan masyarakat Papua.

Di kessempatan tersebut Dewan Pembina LBH Aliansi Muda Keadilan, H.Rendhika Deniardy Harsono, BSBA, M.Sc mengatakan tujusn webinar tersebut guna mencari tahu dan mengkaji hal yang menghambat pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Papua dan memaksimalkan hasil yang akan capai dalam Otsus tersebut.

Bacaan Lainnya

“Apakah Otsus yang telah berjalan hampir 20 tahun ini telah memberi afirmasi, melindungi dan menjunjung harkat martabat dan melindungi hak dasar orang asli Papua di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya ? Ini perlu adanya kepastian hukum.” ungkap Bang Rendhi panggilan akrabnya, Kamis kemarin (16/12/2021).

Lanjutnya, bahwa pada tanggal 19 juli 2021 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 02 Tahun 2021 Mengenai Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. UU. No. 2 Tahun 2021 tersebut merupakan ketentuan yang mengubah beberapa pasal dalam UU. No. 21 tahun 2001 yang diantaranya mengatur mengenai kewenangan Provinsi Papua, penyelenggaraan otonomi khusus di Prov. Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Perubahan dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja Provinsi Papua, perekonomian provinsi Papua serta ketentuan lainnya.

Bang Rendhika pun meminta kepada peserta webinar untuk mengkaji peraturan yang ada sudah menjadi lentera bagi Papua atau baru menjadi sebuah mimpi dalam mewujudkan percepatan pembangunan guna kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di Papua.

Sementara Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.,M.H. sebagai Keynote speech pada webinar tersebut, menjelaskan Papua memiliki nilai sejarah yang panjang saat bergabung dengan Indonesia melalui Konfrensi Meja Bundar (KMB) dan akhirnya, pada 31 Desember 1962, kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua dimulai, di bawah pengawasan PBB.

Bendera Belanda juga diganti dengan bendera sang Saka Merah Putih.

“Baru 1 Mei 1963, Papua diberikan sepenuhnya kepada Indonesia.” jelas Jimly.

Prof. Jimly melanjutkan untuk menjawab tema Diskusi Nasional kali ini para peserta diminta membandingkannya dengan daerah – daerah lain yang telah diberikan otonomi khusus oleh Pemerintah Pusat seoerti Aceh.

“Hal ini agar pertanyaan Perjalanan Otonomi Khusus Papua : “Ilusi atau Solusi” dapat terjawab.” tandas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi pertama ini.

Paparan materi pertama webinar Perjalanan Otsus Papua: Ilusi atau Solusi disampaikan Dr. H. Syamsurizal, S.E., M.M. anggota Komisi II DPR RI Fraksi PPP dikatakannya sudah banyak data terkait perjalanan Otonomi Khusus Papua selama 20 tahun.

Berdasarkan data selama ini sudah Rp. 144 Triliun yang digelontorkan Pemerintah Pusat untuk Perjalanan Otonomi Khusus Papua

“Dana yang begitu besar harus dirasakan dampak positifnya guna kesejahteraan masyarakat Papua.” terangnya.

Pemaparan kedua oleh Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan DPOP Kemendagri RI,
Valentinus Sudarjanto Sumito, memaparkan Pemerintah Pusat sangat memperhatikan Papua diantaranya dengan mengeluarkannya UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Diterangkan, babwa sepanjang tahun 2020, Provinsi Papua mendapat alokasi anggaran pendidikan Rp 1,62 triliun dari total dana Otonomi Khusus Papua sebesar Rp 5,29 triliun.

Sementara Provinsi Papua Barat menerima sekitar Rp 470 miliar dari total dana Otonomi Khusus Papua Barat senilai Rp 1,7 triliun.

Salah satu penggunaan dana Otonomi Khusus tersebut ditujukan untuk peningkatan sektor pendidikan masyarakat di Tanah Papua dengan harapan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia yang ada.

“Masih banyak data lain yang belum disebutkan di sini dikarenakan waktu terbatas,” ujar Valentinus.

Dia melanjutkan bahwa Kementerian Dalam Negeri sangat terbuka lebar untuk berdiskusi terkait dengan Perjalanan Otonomi Khusus Papua.

“Sesuai amanat Presiden kita diminta selalu memperhatikan saudara – saudara kita di Papua,” lanjutnya.

Sementara itu, salah satu perwakilan masyarakat Papua, menyampaikan aspirasi rakyat Papua.

“Aspirasi kami oleh Pemerintah Pusat di Jakarta terkait dengan otonomi khusus belum satupun diterima,” ujarnya.

“Sementara pelanggaran HAM juga masih terjadi bagi masyarakat Papua.” tambah Emanuel Gobay.

Gobay berharap Pemerintah Pusat lebih memikirkan lagi masyarakat Papua.

“Kami juga orang Indonesia.” tegas Direktur LBH Papua ini..

Diskusi semakin gayeng yang dilanjutkan para penanggap untuk memberikan tanggapannya.

Tanggapan pertama disampaikan Ainul Yaqin, S.Ag, M.Si, Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional Angkatan Muda Kabah (PN AMK) menanggapi bahwa dana Otonomi Khusus tersebut harus dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat Papua.

Ainul Yaqin juga mempertanyakan apakah cita-cita Otonomi Khusus ini telah sampai ke masyarakat Papua.

Menurutnya cita-cita Otsus tersebut harus sampai ke masyarakat, bila tidak maka Otonomi Khusus ini dianggap belum optimal dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

Dilanjutkan Denny Felano, S.H. Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Muda Keadilan dalam tanggapannya bahwa terdapat kontrakdiksi pemaparan yang disampaikan Pemerintah Pusat dengan LBH Papua tersebut.

Dikatakan Denny bahwa niat baik Pemerintah Pusat yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 02 Tahun 2021 sebagai perubahan atas Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tersebut harus dilihat dengan objektif.

“Apa yang telah disampaikan LBH Papua sebagai perwakilan masyarakat Papua juga harus kita dengarkan aspirasinya,” pinta Denny. “Sehingga Pemerintah Pusat dan masyarakat Papua dapat duduk bersama untuk memajukan Papua agar setara dengan provinsi lain di Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya.

Denny juga mengingtkan sebagai bagian dari bangsa Indonesia, jangan sampai termakan isu – isu yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia dari orang yang tidak bertanggung jawab jelas ingin mengadu domba, antara masyarakat Indonesia pada umumnya dengan masyarakat Papua.

Menurut Deeny, masyarakat Papua adalah wajib menikmati semua dampak positif yang sama dirasakan oleh provinsi lainnya, .

“NKRI harga mati yang harus dipegang teguh dan masyarakatt. Papua wajib kita rangkul karena merupakan bagian dari NKRI, ” ingatnya.

Denny berharap Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua serta masyarakat Papua harus bersinergi dengan baik dengan memanfaatkan peluang Otonomi.

“Khususnya bagi Papua ini sebagai jembatan menuju kesuksesan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua,” harapnya.

Sementara wakil IMMH FH UI, M. Faiz Putra Syanel, S.H. memberikan tanggapan yakni kurun wakru 20 tahun terakhir, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan dana yang besar untuk Provinsi Papua dan Papua Barat.

Dana Otonomi Khusus tersebut digelontorkan Pemerintah dengan tujuan mencapai kesejahteraan masyarakat di Papua dan mengejar ketertinggalannya dari daerah lain di Indonesia.

Kabid Kastrad IMMH UI ini menyayangkan pelaksanaan dana otonomi khusus sejak tahun 2002 tersebut belum banyak menghasilkan pencapaian yang signifikan.

Tercermin dari evaluasi penggunaan dana otsus dalam kesenjangan pendidikan.

“Tingkat buta huruf dan partisipasi murid usia anak sekolah yang bersekolah selama 10 tahun pertama pelaksanaan dana otsus memang mengalami perbaikan. Namun tetap ada kesenjangan yang tinggi.” tukas Kabid Kastrad IMMH UI. (Edi)

beritalima.com

Pos terkait