Soal Vaksin Sinovac, Pengamat: Masyarakat Butuh Kepastian Informasi MUI dan BPOM

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pengamat komunikasi politik Muhammad Jamiluddin Ritonga mengatakan, ketidakpastian informasi terkait vaksin Covid-19 merek Sinovac produksi perusahaan farmasi China membuat sebagain masyarakat khawatir untuk divaksin.

“Memang sudah banyak informasi terkait vaksin Covid-19 merek Sinovac yang disampaikan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan Jokowi sudah berulang kali menyampaikan vaksinasi Covid-19 merek Sinovac aman dilakukan.

“Untuk itu, presiden menjanjikan akan menjadi orang pertama yang divaksin. Kemudian akan diikuti para pejabat tinggi Pemerintahan Jokowi di negeri,” kata laki-laki yang akrab disapa Jamil tersebut ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Kamis (7/1).

Bahkan, lanjut pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi serta Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul Jakarta ini, adanya ancaman denda Rp 5 juta bagi masyarakat yang tak mau divaksin.

Dikatakan Jamil, semua informasi tersebut belumlah cukup untuk menyakinkan sebagian masyarakat untuk divaksin. Ada yang menyatakan lebih baik membayar denda daripada divaksin. Penolakan tersebut terjadi karena informasi yang dibutuhkan masyarakat terkait vaksinisasi belum mereka peroleh. Sementara pemerintah terus menerus mengkampanyekan vaksin tersebut.

Padahal, lanjut dia, yang dibutuhkan masyarakat penolak untuk divaksin hanya dua hal. Pertama ada izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Bahkan hingga saat ini BPOM belum mengeluarkan izin tersebut.

Persoalan kedua, sertikat halal dari MUI atau pihak yang diberi otoritas juga hal tersebut belum ada. Jadi, seintensif apa kampanye vaksinisasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah akan sulit diterima sebagian masyarakat bila belum ada informasi tentang EUA dari BPOM dan surat keterangan halal dari MUI. Sebab dua informasi tersebut yang dibutuhkan masyarakat.

“Karena itu, pemerintah sebaiknya menunggu dua informasi tersebut baru dilakukan vaksinasi. Dengan begitu, masyarakat secara sukarela mau melaksanakan vaksinasi,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait