Sumpah Pemuda, Barometer Pemuda Visioner

  • Whatsapp

Oleh Adang Budaya,S.Sy.,M.H

Wasekjen I PN AMK Bidang Fungsional

Bacaan Lainnya

JAKARTA, beritalima.com | 17 tahun sebelum kemerdekaan RI, tepatnya 28 Oktober 1928, Jakarta menjadi saksi lahirnya momen bersejarah yaitu Sumpah Pemuda. Sebuah komitmen sakral yang dibangun diatas landasan keinginan kuat untuk mendirikan sebuah bangsa yang berdaulat. Presisi dalam berdemokrasi.

Sebuah inisiatif besar para pemuda yang mewakili setiap suku dan daerahnya untuk membuat satu formulasi jitu dalam mewujudkan nusantara yang berdikari. Akar perjuangan para pejuang dari masa ke masa menjadi semangat dan tekad yang kuat untuk mengukuhkan satu kesatuan bangsa yaitu tanah air Indonesia, satu bahasa, bahasa Indonesia dan menjunjung tinggi persatuan bangsa di atas segala perbedaan.

Berkumpulnya barisan pemuda demi menyuarakan kekuatan bangsa yang sejati bak auman si raja hutan yang menggetarkan jiwa-jiwa yang terpenjara dari sisa-sisa kolonialisme, membangkitkan daya juang yang militan untuk membangun negeri. Mereka adalah Jong Aceh, Jong Batak, Jong Sumatera, Jong Java, Jong Celebes, sampai dengan Jong Java bersumpah untuk menyatukan diri, meleburkan rasa kesukuan dalam lautan merah dan putihnya bendera negara Republik Indonesia.

Era bangsa terus berubah, mulai dari orde lama, orde baru hingga reformasi. Perubahan pola pikir dan kecenderungan para sebagian pemuda mengalami disorientasi. Terbukanya era teknologi tidak mampu membendung arus besar pengaruh budaya luar.

Para pemuda yang dilarutkan oleh idola-idola “pahlawan” yang pada akhirnya melupakan pahlawan bangsa yang sesungguhnya, mulai menyurutkan daya ingat sejarah perjuangan bangsa. Idealisme yang terbangun bukan lagi idealisme yang berlandaskan asas nasionalisme dan patriotisme sebagai putra bangsa ini, melainkan kecintaan mereka terhadap budaya asing yang justru perlahan tapi pasti mengikis budaya bangsa sendiri. Kita tidak lagi dihadapkan dengan perang melawan senjata senapan, pistol dan sejenisnya. Akan tetapi, saat ini kita dihadapkan dengan perang pemikiran. Lewat kecanggihan teknologi kita dihadapkan pada masa dimana kita harus berjuang sendiri melawan pengaruh pikiran yang lain melalui transfer teknologi.

Tujuan para pemuda di masa lalu dalam mengawal bangsanya, perlu dibangkitkan kembali. Salah satunya melalui wadah organisasi kepemudaan seperti Angkatan Muda Ka’bah (AMK). Ia harus mampu menjadi perwujudan cita-cita para pemuda tangguh 1928. Mampu merepresentasikan kebhinekaan dalam nilai-nilai agama yang moderat. Menciptakan lebih banyak lagi kader-kader militan yang berkualitas tinggi jasmani dan rohani.

Sebagai kader AMK saya percaya bahwa di bawah Ketua Umum Redhika D. Harsono, mampu menjawab tantangan itu. Pengalaman pendidikan, organisasi dan jiwa yang terbuka terhadap setiap perubahan dan kemajuan zaman dengan tangan terbuka diharapkan mampu menginspirasi para kadernya untuk lebih semangat dan fokus untuk turut andil dalam mewujudkan bangsa yang unggul.

Tiga elemen penting yang menjadi dasar perjuangan kader AMK, pertama, berjiwa muda. Hal ini memiliki makna bahwa kategori muda bukan hanya usia semata, melainkan karakter seorang pemuda yang tertanam dalam diri yang penuh dengan semangat, kreatif dan mampu memberikan solusi. Kedua, sikap visioner. Sikap ini adalah sikap seseorang yang memiliki pandangan jauh ke depan. Mampu menganalisa setiap persoalan sehingga ia bisa bertahan dalam kondisi apapun, terlebih menciptakan ide-ide dan karya-karya sesuai dengan kebutuhan di masanya. Ketiga, pemuda harus mampu menjadi agen perubahan. Hal ini memiliki makna bahwa setiap kader AMK yang sudah memiliki modal idealisme, militansi dan kefokusan dalam menjalankan setiap tugas dan perannya ia harus bisa menjadi pribadi yang sanggup memberikan tauladan bagi yang lainnya, dan magnet hijrahnya orang lain kepada kebaikan-kebaikan yang tercermin.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait