Taufiq: Hentikan Arogansi Polisi Terhadap Pers.

  • Whatsapp

Pers Punya Andil Dirikan Republik ini

Jakarta, beritalima. Com – Ketua Umum Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) Taufiq Rachman S.Sos meminta agar para petinggi Polri, khususnya Kapolri, memberikan tindakan administratif kepada Polres Kota Baru, Kalimantan Selatan, menyusul tewasnya wartawan M. Yusuf di tahanan.

“Kalau perlu dipecat tidak hormat jika ditemukan hal-hal memberatkan dalam mengusut kasus tersebut,” jelas Taufiq saat bincang-bincang usai buka bersama dengan awak Skandal di Sekretariat IPJI, Jalan Patung, Johar Baru, Jakarta Pusat.

Dia tidak mentolerir tewasnya wartawan di tahanan gara-gara pemberitaan. “Padahal, tersangka apapun tindakan kriminalnya, tetap harus dilindungi keselamatannya. Bahkan, seorang napi pun tetap dilindungi hak hidupnya. Mereka tetap diberi makan, hak-hak hidupnya terus dilindungi,” tuturnya dengan keras.

Namun, dalam kasus wartawan M. Yusuf, hak hidupnya tercerabut dengan mudah. Dia merejang nyawa di tahanan. “Jika beliau sakit, seyogianya dibawa ke rumah sakit dong. Jangan dibiarkan begitu saja,” jelas Taufiq, yang sampai saat ini mengaku belum mendengar penjelasan secara resmi kematian M. Yusuf.

Taufiq juga memberikan apresiasi terhadap sikap Wakapolri Komjen Pol Syafruddin yang kecewa dan tidak setuju atas tindakan Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan menjerat M. Yusuf, wartawan media siber Kemajuan Rakyat dengan pasal 45 A UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Apalagi beliau tidak setuju
wartawan langsung dipidana,” ungkap Taufiq, tentang sikap Wakapolri.

Menurut Taufiq, seseorang yang merasa dirugikan maupun dicemarkan dapat mengajukan hak jawab ( bantahan) terhadap pemberitaan tersebut.

“Media bersangkutan wajib memuatnya secara utuh,” tutur Taufiq yang menekuni jurnalis era 80-an. Barulah, setelah itu dapat melaporkan si wartawan maupun medianya ke pengadilan, bila Dewan Pers menilai penulisan itu tidak sesuai kaidah jurnalistik.

“Jadi, tidak memberlakukan UTE. Melainkan UU Pokok Pers sebagai lexs specialis. Kok UTE sih, kan lahannya pemberitaan, bukan medsos,” tuturnya.

Dia juga berharap agar Dewan Pers mensakralkan UU Pokok Pers ketimbang UTE dalam soal pemberitaa.

“Itu harus diutamakan oleh Dewan Pers lepas apakah medianya tercatat atau tidak, atau wartawannya sudah ikut sertifikasi atau tidak,” tuturnya.

Sebab, jika berita tidak sesuai dengan versi nara sumber, lalu si wartawan dijebloskan ke tahanan hingga tewas, itu sama halnya mengkebiri kebebasan pers.

“Itu namanya cara-cara preman,” tegas Taufiq, seraya mengingatkan peran pers di negeri ini sudah ada, jauh sebelum negeri ini terbentuk, jauh sebelum institusi Polisi terbentuk.

“Jadi, polisi harus menghargai pers, jangan cara-cara preman. Berkat kontribusi pers negeri ini merdeka, sehingga ada polisi. Jangan lupakan sejarah,” tuturnya berapi-api melihat arogansi polisi terhadap pers.

beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *