Terungkap Penyebab Harga BBM Tidak Turun, PKS Minta BPK dan KPK Periksa Pertamina

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Walau sejak awal tahun ini harga minyak mentah dunia anjlok bahkan sampai ke level terendah tetapi PT Pertamina (Persero) tidak menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri.

Belakangan, jelas politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto kepada Beritalima.com di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/9) siang, baru diketahui penyebab harga BBM tetap tinggi meski harga minyak dunia anjlok di bawah USD 20/barel.

Penyebabnya, kata anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH) tersebut, ternyata Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak membeli minyak mentah ke produsen minyak dunia melainkan ke perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas.

Petinggi perusahaan plat merah ini berdalih, keputusan itu diambil berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No: 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

Permen itu mengatur kewajiban Pertamina untuk membeli BBM mentah dalam negeri. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Permen menyebut (1) PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mengutamakan pasokan Minyak Bumi yang berasal dari dalam negeri.

Pada ayat (2)  dijelaskan, PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mencari pasokan Minyak Bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor Minyak Bumi.

Terkait hal ini, Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Industri&Pembangunan tersebut mengatakan, Pertamina terlalu berlebihan menafsirkan isi ketentuan Permen No: 42/2018. Meski dalam Permen diamanatkan pembelian minyak mentah dari perusahaan dalam negeri, bukan berarti Pertamina tidak dapat menegosiasikan sesuai mekanisme bisnis, terkait jumlah dan harga pembelian. Sebab selisih harga minyak dunia saat itu sangat besar. 

Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini menambahkan, pada Pasal 4 Permen ESDM itu juga diatur ketentuan soal negosiasi ini. Permen itu dibuat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan alat mendapat keuntungan bagi kelompok tertentu.

“Padahal kalau Pertamina membeli BBM secara global, yang harganya tengah merosot tajam, Pertamina dapat memperoleh marjin yang jauh lebih baik. Bahkan harga BBM domestik dapat diturunkan mengikuti perkembangan harga BBM global.

Kalau ini dilakukan, menguntungkan masyarakat, di samping Pertamina juga dapat menekan kerugian pada semester satu 2020 yang mencapai Rp 11 triliun,” jelas Mulyanto.

Politisi senior ini menyayangkan sikap PT Pertamina yang terlalu kaku memahami Permen No: 42/2018. Karena itu, dia menduga ada pihak tertentu yang memanfaatkan celah hukum ini untuk mendapatkan keuntungan.

Untuk itu Mulyanto meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun memeriksa Pertamina agar diketahui aliran transaksi pembelian BBM tersebut.

“Kita perlu tahu, BBM mentah domestik yang wajib dibeli Pertamina dengan harga tinggi itu apakah merupakan BBM bagian pemerintah dari kerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas atau bukan?”

Kalau BBM yang dimaksud bagian dari Pemerintah mungkin kita masih maklum karena uang Pertamina tersebut tetap akan mengalir ke dalam kas Negara. “Bila Pertamina wajib membeli BBM mentah domestik milik swasta maka ini patut dipertanyakan,” tegas mantan Irjen Kementerian Pertanian ini.

Jika Permen ESDM itu dibaca dengan cermat, kata Mulyanto, memang kewajiban Pertamina ini ditekankan untuk membeli BBM milik KKKS swasta. Ini sama saja meminta rakyat “saweran” untuk mensubsidi KKKS agar tidak ambruk. 

Mengalirnya uang rakyat atau uang BUMN secara merugikan seperti ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan dalam pengelolaan keuangan Negara. Karena itulah Mulyanto mendesak bagi BPK dan KPK untuk melaksanakan audit secara khusus terhadap masalah ini.  Agar menjadi jelas duduk perkaranya.

“Kalau kita dalami dengan seksama, maka terkesan mengada-ada bila entitas bisnis sebesar BUMN Pertamina salah tafsir terhadap Permen ESDM No: 42/2018 di atas. Mereka tentu dapat menanyakan hal tersebut secara detil kepada Pemerintah.

Jangan-jangan yang terjadi di lapangan memang adanya tekanan yang mewajibkan Pertamina untuk membeli BBM mentah domestik bagian KKKS swasta tersebut.

Karena itu, wajar saja kalau keuangan Pertamina berdarah-darah dan masyarakat tidak dapat memperoleh bbm dengan harga murah yang disesuaikan dengan harga bbm global yang sedang anjlok.

“Bisa jadi ini akan masuk dalam kasus abuse of power, yang mengakibatkan kerugian Negara. Kalau ini terjadi, maka saya mendesak KPK berkepentingan untuk pro-aktif menyelidiki,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait