Yuk, Ikut Melestarikan Bahasa Daerah

  • Whatsapp

beritalima.com – Bahasa adalah hal yang mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai alat komunikasi dan penghubung antara satu manusia dengan manusia lainnya, bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
Seperti yang kita ketahui, bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Salah satu faktor lahirnya bahasa persatuan ini karena bangsa Indonesia sangat kaya akan bahasa daerah. Dikutip dari badanbahasa.kemdikbud.go.id mengungkapkan tahun 2017 Indonesia mempunyai 652 bahasa daerah dari 2.452 daerah pengamatan.

Bahasa daerah adalah warisan budaya nenek moyang kita terdahulu. Maka sudah sepatutnya kita ikut melestarikan bahasa daerah, salah satunya adalah bahasa Jawa.
Dilansir dari badanbahasa.kemdikbud.go.id bahasa Jawa adalah bahasa yang tanah asalnya berada di Pulau Jawa dan merupakan bahasa daerah yang paling banyak dituturkan masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa. Bahasa Jawa di Pulau Jawa dituturkan oleh etnik Jawa yang di antaranya tinggal di Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Selain dituturkan di Pulau Jawa, bahasa ini juga memiliki sebaran di beberapa wilayah Indonesia lainnya, seperti Lampung, Aceh, Riau, Kepulauan Riau (Kepri), Bengkulu, Jambi, Bali, NTB, Kalimantan Timur, Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Bahkan bahasa Jawa juga dituturkan di luar Indonesia.

Kartini, seorang guru Bahasa Jawa di SMP Negeri 2 Kerjo Karanganyar, membeberkan pandangannya mengenai bahasa Jawa. Menurutnya, salah satu hal yang membedakan bahasa Jawa dengan bahasa daerah lain adalah ada tingkatan bahasanya, yaitu ngoko, krama, dan krama inggil.

Mendukung pernyataan Kartini, dikutip dari makalah yang berjudul Memahami Budaya Daerah Sebagai Kunci Sukses dalam Pemelajaran BIPA Dr. Hurip Danu Ismadi, M.Pd. mengungkapkan, salah satu perbedaan yang sangat mendasar antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia adalah bahasa Jawa mengenal adanya tingkatan-tingkatan bahasa, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Ada tiga tingkatan dalam bahasa Jawa, yaitu (1) ngoko, yang dianggap bahasa kasar dan bersifat paling informal, (2) krama madya, yang dianggap berada di tengah-tengah (agak halus dan agak formal), dan (3) krama inggil, yang dipandang sebagai bahasa Jawa paling halus dan juga paling formal.

Kartini, yang merupakan lulusan Sastra Jawa Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) tahun 1993, membeberkan daya tarik bahasa Jawa, “Karena (bahasa Jawa) ada sopan santunnya (melalui tingkatan bahasa tadi) sehingga secara tidak langsung bahasa Jawa dapat membentuk karakter seseorang sesuai dengan nilai sopan santun yang berlaku.”
Dalam usaha pelestarian bahasa Jawa, Kartini menyebutkan ada beberapa cara, yaitu melalui mata pelajaran bahasa Jawa di sekolah, lomba pidato bahasa Jawa, dan sebagainya.

Seorang siswa asal Surakarta, Ratna, mengatakan ia lebih nyaman ketika menggunakan bahasa Jawa untuk kegiatan sehari-harinya. Hal itu karena ia lahir dan besar di lingkungan daerah yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, sehingga ia sudah terbiasa memakai bahasa Jawa. Ratna pun mengungkapkan ia bangga karena ia termasuk salah satu generasi muda yang menlestarikan bahasa Jawa.

Menariknya lagi, Restu, seorang karyawan swasta di Ibu Kota, memiliki pendapat yang berbeda mengenai penggunaan bahasa daerah. Meski terlahir dari pasangan asli Jawa, tidak serta-merta membuat dirinya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-harinya. Restu terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya. Ia mengaku tidak fasih berbicara dalam bahasa Jawa. Meski begitu, ia merasakan tidak adanya kebutuhan mendesak untuk mempelajari bahasa Jawa.

Penulis berpendapat penggunaan bahasa daerah ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Orang yang lahir di lingkungan yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari akan terbiasa bercakap-cakap dalam bahasa daerah. Begitu pun sebaliknya. Bagaimana pun, memelajari bahasa daerah itu perlu sebagai bagian dari usaha pelestarian budaya bangsa Indonesia. Meski tak dapat dipungkiri, tidak semua orang mau atau tertarik untuk memelajari bahasa daerah, setidaknya kita sebagai orang Indonesia harus mengetahui sedikit-sedikit mengenai bahasa daerah yang ada Indonesia. Hal itu dapat dimulai dengan memelajari bahasa daerah dari orang di dekat kita, misalnya orangtua.

Kesadaran diri untuk memelajari bahasa daerah adalah hal yang perlu ditingkatkan di masyarakat. Memelajari bahasa asing sebagai persiapan diri menghadapi persaingan global di masa depan memang penting, namun memelajari kebudayaan dan bahasa daerah bangsa sendiri juga penting. Jangan sampai kita baru ‘mencak-mencak’ mengakui dan memelajari bahasa daerah saat kebudayaan kita itu diklaim negara lain. Karena kalau bukan kita generasi bangsa yang melestarikan, siapa lagi? (Winanti Utaminingsih/PNJ)

Profil Penulis
Nama : Winanti Utaminingsih
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta prodi Penerbitan/Jurnalistik semester 4

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *