Agun: Agama Tidak Boleh Jadi Dagangan Politik Untuk Raih Kekuasaan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Agama tidak bisa dijadikan alat politik untuk meraih kekuasaan. Bila agama dijadikan alat untuk meraih kekuasaan, yang muncul malahan pembelahan antar umat beragama dan satu agama dengan agama lainnya.

Hal tersebut disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa ketika memberikan pendidikan politik di depan ratusan kaum perempuan dibawah Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Ciamis pekan ini.

Keterangan pers melalui WhatsApp (WA) yang diterima Beritalima.com awal pekan ini, politisi senior partai dengan lambang ‘Pohon Beringin’ tersebut mengatakan, dinamika politik menjelang perhelatan pesta demokrasi, pemilihan presiden (pilpres) serta pemilihan legislatif (pileg) 2019 mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara belakangan ini.

Dijadikannya agama sebagai alat politi untuk meraih kekuasaan kerap menimbulkan kontroversi di masyarakat sehingga beresiko memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Itu diakui Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa. Malah hal itu memunculkan kekhawatiran anggota Komisi XI DPR RI ini lantaran belakangan ini ada trend menjual politik indentitas bernuansa agama sebagai komiditas untuk menarik simpati masyarakat.

Menurut wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Kuningan, Ciamis, Pangandaran dan Kota Banjar tersebut, pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif merupakan kompetisi mencari figur pemimpin sehingga ini ajang beradu program dan gagasan.

“Karena itu, Pilpres janganlah menjadi ajang saling menjatuhkan apalagi sampai membawa sentimen agama untuk merebut kekuasaan sehingga anak bangsa menjadi terbelah“ jelas laki-laki yang akrab disapa Kang Agun tersebut.

Lebih jauh diungkapkan laki-laki kelahiran Bandung, 13 Nopember 1958 tersebut, agama harusnya merupakan moral politik untuk membentengi akhlak para politisi dalam bersikap untuk mengambil kebijakan sebagai produk politik, sehingga produk politik itu tidak bertentangan dengan agama.

Bila agama dijadikan alat politik untuk meraih, yang muncul malahan tidak hanya sekadar pembelahan tetapi jauh lebih tajam dari itu. Karena dengan begitu yang ada ‘ini A dan itu B’.

Yang berada di luar kelompok mereka, disebut kafir. “Itu kan tidak benar. Kalau itu yang terjadi, konsekuensinya tentu saja kita tidak bakal maju,“ ungkap Agun yang tidak pernah putus menjadi wakil rakyat sejak 1997 tersebut.

Padahal persoalan agama ini, ungkap Agun, di mata saya sudah selesai ketika 18 Agustus 1945 bangsa Indonsia menerima UUD dimana pembukaannya terdiri dari empat alinia yang menyatakan kemerdekaan itu sebuah hak yang kita peroleh lewat perjuangan dan atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa. “Jadi, mempertemukan agam dengan negara.“

Agun berharap kompetisi dalam gelaran demokrasi tidak menodai perjuangan para pahlawan yang telah berjuang mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandasan Panca Sila serta menjunjung tinggi keberagaman melalui Bhineka Tunggal Ika. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *