AIR dan EGO KITA

  • Whatsapp

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I-A)

Di acara penyampaian amanat untuk pejabat yang baru dilantik seorang pimpinan Pengadilan Agama, memberikan ‘petuah’ bertema air. “Jadilah seperti air,!” katanya. Beliau pun menguraikan panjang lebar kelebihan sifat dan karakter air serta kegunaannya dalam kehidupan. Air merupakan sebuah benda berbentuk cair. Kehadirannya sangat tenang, ditempatkan di mana pun, bisa membentuk diri seperti tempat yang ditempati. Dengan tamsil ini beliau ingin mengatakan, bahwa air bisa beradaptasi dengan siapa saja dan dalam situasi apa pun. Air juga bisa bersinergi dengan benda tertentu dan membentuk benda baru guna memberikan kenyamanan kepada orang, meskipun rela tidak populer, seperti ketika bercampur dengan teh dan kopi.

Dengan temsil demikian, air juga memberi pelajaran ketulusan. Sebab, setelah bercampur teh atau kopi, bukan air yang disanjung tetapi justru teh dan kopi. Air juga selalu bisa sejajar dalam ketinggian dan kerendahan ketika ditempatkan pada tempat yang sama atau tempat berbeda tetapi masih terkait dengannya, seperti dalam bejana berhubungan. Pelajaran yang dapat dipetik, air adalah benda yang paling konsisten dengan jargon “berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah”. Akan tetapi, dengan sifat kerendahan dan ketenangannya, air juga tidak bisa diremehkan oleh siapapun. Air yang tenang dan rendah hati itu suatu saat akan berubah menjadi kekuatan yang luar biasa yang akan menghanyutkan siapa pun.

Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains sesuai buku yang disusun Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ditulis tentang berbagai hal bersangkut paut air. Banyak ayat yang membicarakan masalah air dan fungsinya di alam, misalnya tentang asal dan penopang kehidupan, daur hidrologi, sarana transportasi, dan sebagainya, bahkan surga dilukiskan sebagai kebun yang dialiri air-air sungai yang jernih. Menurut catatan, terdapat lebih dari 200 ayat Alquran yang mengandung kata air atau hal yang berhubungan dengan air, seperti hujan, sungai, laut, awan, mata air dan lain-lain. Di antara ayat-ayat itu terdapat uraian tentang proses-proses air di alam dengan ringkas tetapi sangat jelas, misalnya proses terjadinya hujan dan daur air.
Allah SWT pun pernah mengazab umat-umat terdahulu yang ingkar dan melampaui batas dengan air sehingga menimbulkan kerusakan di muka bumi, antara lain umat Nabi Nuh, Fir’aun, kaum Saba’, dan umat-umat lainnya. Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan, bahwa air merupakan barang yang penting dan diperlukan, tetapi juga dapat menjadi sumber masalah dan bencana.

Seorang dosen pernah mengajukan pertanyaan ‘nakal’, mengapa justru banyak ayat Al Qur’an menggunakan air sebagai sesuatu yang ideal untuk menggambarkan surga. Surga dengan segenap keindahan yang luar biasa itu, harus dilengkapi dengan eksistensi air yang mengalir di sungai-sungai. Menurut Dosen alumni Canada itu, karena Al Qur’an diturunkan di Arab dengan kondisi geologi berbatu, tandus, dan yang lebih penting jarang air. Sehingga, penggambaran kehadiran air di sekitar tempat tinggal merupakan sesuatu imajinasi keindahan dan kenyamanan di luar jangkauan akal dan yang pasti dianggap sangat ideal. Andaikan Al Qur’an turun di daerah tropis, seperti Indonesia yang hampir sepanjang tahun turun hujan dan kahadiran sungai justru sering menimbulkan masalah, seperti banjir dan merusak tanaman tertentu, jangan-jangan penggambaran surga itu tidak demikian.

Kita memang boleh tidak sependapat argumen berbau seloroh tersebut, tetapi yang pasti bagi siapapun air terlanjur menjadi kebutuhan primer manusia. Air memang bisa mendatangkan malapetaka tetapi secara ekstrim dapat kita katakana kita tidak mungkin hidup tanpa air. Dalam artikel yang ditulis oleh Water Science School di situs USGS sebagaimana dikutip ulang oleh Jayanti Nada Sofa, air telah membentuk hingga 60 persen dari tubuh orang dewasa. H.H. Mitchell dalam Journal of Biological Chamistry 158 menyebutkan, komposisi pada otak dan jantung mencapai 73 persen. Air membentuk 83 persen dari paru-paru. Kandungan air dalam kulit sebesar 64 persen. Sedangkan kadar air dalaam otot dan ginjal mencapai 79 persen. Tulang manusia juga mengandung air, yaitu sebesar 31 persen. (Berita satu, 19 Maret 2022).

Dengan realita seperti di atas tentu cukup beralasan jika pada ahli biologi menyatakan, bahwa kita akan lebih cepat mati karena kehausan dari pada kelaparan. Akan tetapi, pertanyaan yang perlu kita ajukan sebagai bahan instrospeksi, sudah kita menyadari hal-hal di atas berikut memberikan penghargaan kepada air menurut semestinya?

Dalam kehidupan sehari-hari sering sebagian kita memandang biasa-bisa tehadap air. Kita perlu air tetapi kita sering menggunakannya secara berfoya-foya. Papan bertuliskan “gunakan air secukupnya” yang sejatinya mengandung pesan moral, sering kita baca sekilas saja tanpa penghayatan. Apabila ketika kita disodori segelas air mineral, sering kita tusuk dan kita hisap sedikit saja lalu kita tinggalkan. Dalam suatu perhelatan, pemulung pun sering harus bekerja ekstra mengeluarkan sisa-sisa air dalam gelas yang mungkin bisa terkumpul puluhan liter–sebelum dimasukkan karung panggulnya. Apabila ada kran air di tempat umum belum tertutup kita sering cuek karena itu bukan terjadi di rumah kita. Masyarakat juga sering terlihat membuang dan melempar kotoran (baik sampah organik maupun anoganik) ke sungai. Atau, jangan-jangan yang disebut masyarakat tadi termasuk kita. Padahal, jika air sungai itu bersih bisa kita gunakan dan yang pasti bisa mengurangi membengkaknya rekening PDAM kita. Berbeda dengan kondisi sungai di luar negeri yang air dan biotanya bisa menjadi objek wisata. Sungguh ironis sekaligus membuat kita miris pelaku pembuangan sampah ke sungai juga sering dilakukan orang berseragam dinas ketika pagi-pagi sambil pergi ke kantor.

Beberapa potret mengenai sikap kita terhadap air di atas cukup untuk menggambarkan, betapa egoisnya kita terhadap air. Air kita butuhkan tetapi sering tidak kita hargai. Padahal, ketika menghargai air sebenarnya sekaligus terkandung sikap syukur. Dalam Surat Ibrahim ayat 7: ….dan (ingatah) ketika Tuhanmu mengumumkan, bahwasanya jika kalian bersyukur, maka sungguh aku akan tambah untuk kalian (akan nikmat). Dan, jika kalian kufur, sesungguhnya siksa-Ku sangatlah pedih.

Jika ketergantungan kita dengan air sudah sedemikian luar biasa. Faktanya, (secara teori) kita memang tidak bisa hidup tanpa air. Sebagai muslim, kita bisa membuat hitungan harian, di luar kebutuhan harian lainnya.. Dalam sehari semalam dengan kewajiban salat lima waktu, berapa liter harus kita gunakan untuk berwudhu dan berapa galon kita habiskan untuk mandi besar. Dengan demikian sejatinya air jelas merupakan salah satu nikmat Allah yang patut kita syukuri. Lantas nikmat besar yang mana lagi selain air jika keberadaannya sudah sangat kita perlukan. Yang perlu kita waspadai adalah, sikap abai kita terhadap air jangan-jangan oleh Allah dicatat sebagai salah satu bentuk kekufuran kita terhadap nikmat Allah yang sagat besar ini. Kalau hal ini benar, yang kita khawatirkan ialah jangan sampai air yang semula menjadi sumber kehidupan dapat menjadi malapetaka, bisa karena sumber air dicabut atau air bisa datang dengan tidak terkendali. Mengambil pelajaran kaum terdahulu datangnya adzab sebab kekufuran manusia sangat mungkin terjadi.
Semoga narasi–yang ditulis menjelang buka puasa–ini menjadi bahan renungan Ramadhan.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait