Catatan Em Saidi Dahlan: ‘Mauludan atawa Natalan (?)

  • Whatsapp

Mauludan atawa Natalan (?)

Indonesia ini bangsa yang besar, kaya-raya, dan komplit. Jika Syekh An-Naury, seorang Qodi Kuwait, berkata “Indonesia Qid-atun minal jannatih nuqilat ilal ardli”—Indonesia adalah sepotong tanah Syurga yang diletakkan Tuhan di muka bumi ini—adalah karena alamnya yang menghijau, membentang dan subur, dengan buah yang ranum. Tongkat dan batu ditancapkan akan menjadi tanaman, adalah sebuah adagium yang menggambarkan kekomplitan Indonesia sebagai bangsa yang memiliki tanah dan air.

Seorang tokoh Afrika, pencari kebenaran, datang menghadap Raja Fahd di Arab Saudi, untuk mengetahui dengan realistis tentang Islam. Sang Raja itu menjawab singkat, “Untuk tahu Islam yang sebenarnya, datanglah ke Indonesia.” Sang tokoh itu heran, sebab kota kelahiran Nabi Muhammad adalah Mekah, bukan di tanah Jawa seperti Jakarta, Surabaya atau lainnya. Tapi, Mekah. Selidik punya selidik, ternyata di Indonesia terkenal dengan kerukunan antarumat beragama yang jarang ada di negara lain. Indonesia terdiri dari banyak agama, dan sederet aliran. Hanya saja, agama dengan pemeluk terbanyak adalah Islam. Dan hebatnya, umat Islam—karena memang sebagai rahmatal lil alamin—menghormati pemeluk agama lain, meskipun sedikit jumlahnya.

“Mohon maaf lo,” kata Pak Sakerah, tokoh fenomenal asal Madura ini, “Dua tesis di atas itu terjadi pada tahun 1970-an. Ketika itu, tidak ada pembakaran hutan, tidak terjadi pembalakan liar dan terorganisir, tidak ada penggundulan hutan, dan…”

“Tidak ada pengeboman gereja,” Komat, rekan Pak Sakerah melanjutkan, “Tidak ada penggsuran tempat ibadah, tidak ada pemaksaan pembangunan tempat ibadah di tengah pemukiman umat yang berbeda, tidak ada pembelokan fatwa haram menjadi remang-remang, dan tidak ada penistaan Alquran.”

Pak Kamit, seorang rekan yang lain, terheran-heran. Perlu diketahui, sahabat karib Pak Sakerah adalah Komat dan Kamit. Kamit datang memenuhi undangan Shohibul Hikayah, untuk berdiskusi tentang Mauludan Kanjeng Nabi Muhammad. Kok malah diskusinya ngelantur tak terarah. Tapi tak apa, pikir Kamit, barangkali disikusi yang ngelantur ini membawa ‘berkah’ dan mampu mengembalikan suasana Indonesia pada era 1970-an. “Mari kita fokus,” begitu Kamit berujar. “Ada apa dengan kode alam ini, sudah tiga tahun ini Maulid Nabi dengan Natal selalu di bulan yang sama: Desember. Sejauh mana kepekaan alam sadar Anda?” sodok Kamit.

Kalau soal kode alam, Kamit memang orangnya. Ia selalu memberi kode terhadap kejadian-kejadian alam di tanah air kita ini. Meskipun kodenya tidak selalu benar. Pernah ia memberi kode, bahwa Indonesia, dari Pusat sampai Kabupaten akan dipimpin oleh orang-orang tak terpelajar. Kenyataannya, menurut Pak Sakerah, kode alam yang disampaikan Kamit tidak benar.

“Belakangan menyebar di media sosial,” Pak Sakerah memasuki inti diskusi, “Dipertanyakan, siapa yang harus merayakan hari kelahiran nabi agama mereka?”

Sebenarnya, kalimat di atas tidak perlu diperdebatkan. Ini menurut kacamata umum. Artinya, Maulid Nabi itu hanya dirayakan oleh umat Muslim, dan Natal oleh umat Kristiani. Tapi belakanngan ini, ada larang-melarang dengan berbagai macam ‘ancaman’—yang menurut Pak Sakerah harus didiskusikan sehingga jelas titik temunya.

Natal, masih menurut Pak Sakerah, dari bahasa Portugis yang berarti kelahiran yang dianggap oleh Kristiani sebagai hari raya umat Kristen. Diperingati setiap 25 Desember, sebagai hari kelahiran Isa atau yang umum disebut hari lahir Yesus Kristus. Jadi, hari lahir Isa adalah pada 25 Desember tahun 1 Masehi. Tapi beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari karena mereka menganggap Isa lahir pada tanggal itu.

Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar 200 tahun setelah kelahiran Yesus Kristus, atau tepatnya pada tahun 200 Masehi di Aleksandria (Mesir). Tanggalnya pun beragam, di antaranya tanggal 20 Mei, 19 atau 20 April. Ada juga pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Jadi, tanggal lahir Yesus beberapa teolog tidak sama. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5 atau sekitar 500 tahun setelah kelahiran Yesus.

“Hebat,” begitu komentar Kamit. “Abang seperti Pendeta saja, banyak tahu sejarah Natal” tambahnya sambil menunjuk Sakerah.

“Makanya, belajar Broo,” sahut Sakerah merasa bangga dipuji sahabatnya. “Aku belajar sejarah 25 Rasul yang wajib umat Islam ketahui.”

“Lo, kok?” Komat heran.

“Maksudmu, apa hubungannya belajar sejarah rasul dengan natal dalam Kristen bukan?” Sakerah menebak jalan pikiran sahabatnya. “Sekedar kalian tahu, Isa itu dipercaya sebagai nabi dan rasul oleh umat Islam.”

Barangkali tidak perlu dipersoalkan tentang kepiawaian Sakerah dalam berkomunikasi. Laki-laki berkumis melintang itu pernah nyantri, yang tentu pernah belajar Kitab Tarikh Nabi. Lalu, ia melanjutkan penjelasannya: kata Maulid berasal dari bahasa Arab, yang berarti kelahiran. Dimaksudkan sebagai hari lahir Muhammad bin Abdillah, tepatnya pada 12 Rabi’ul Awal 571 Masehi. Orang mengenalnya, Nabi Muhammad lahir pada tahun Gajah. Disebut tahun Gajah karena pada waktu itu bertepatan dengan pasukan Gajah yang dipimpin Abraha hendak menghancurkan bangunan suci yang bernama Ka’bah.

“Di zaman Nabi Muhammad dan sahabat, hari kelahiran Nabi tidak pernah diperingati,” jelas Sakerah. “Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil, Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, yang berkuasa di wilayah Irak sekarang. Kejadiannya pada awal abad ke 7 Hijriyah. Beliau mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal secara besar-besaran. Artinya, peringatan Maulid Nabi diadakan setelah 7 tahun hijrah Nabi. Maka, tidak heran kalau peringatan Maulid Nabi oleh sebagian orang dianggap bid’ah, karena di zaman Nabi dan Sahabat tidak pernah dilakukan.” Panjang lebar Pak Sakerah menjelaskan.

Beberapa literatur, Pak Sakerah seakan menjadi orang terpelajar, menjelaskan bahwa peringatan Maulid Nabi tidak sekedar mengenang kelahiran Nabi Muhammad. Tapi, seperti yang dilakukan oleh Panglima Salahuddin al-Ayyubi pada Daulah Fatimiyah, peringatan itu untuk membangkitkan semangat jihad pada Perang Salib. Dan, konon, ia juga menyelenggarakan lomba menulis puisi-puisi Islam di zamannya, yang kelak dikenal dengan marhabanan.

Jadi, arti kedua kata, Natal dan Maulid, itu sama, sama-sama memiliki arti kelahiran, meski dari bahasa yang berbeda. Hanya saja, Maulid tidak diperingati sebagai hari raya oleh umat Islam. Sedangkan Natal sebagai hari kelahiran Isa dan sekaligus sebagai hari raya umat Kristen. “Pertanyaannya sekarang,” kata Pak Sakerah, “Apakah kita dibolehkan mengucapkan ‘Selamat Natal’ bagi Umat Islam, atau ‘Selamat Maulid Nabi’ bagi Umat Kristen?”

Ini lo pertanyaan yang jika pembaca tergolong ‘fanatik’ akan segera membully, atau mengecam campur-aduk kedua masalah di atas. Meskipun sebenarnya dari satu masalah: kelahiran. Bisa-bisa, menjadi SARA, yang jika tidak dikaji dari berbagai teori, setidaknya teori kebhinnekaan, akan menjadi ramai. Mereka berdikusi, yang menurut mereka, kalau arti Maulid dan Natal merujuk pada arti kata, menurut mereka boleh-boleh saja menyampaikan ucapan selamat kepada orang berbeda keyakinan. Toh, hanya ucapan, begitu kira-kira kesimpulan diskusi itu.

Jika dilarang, Kamit mengajukan sederet pertanyaan: “Apakah umat Islam dilarang menyampaikan ucapan selamat atas kelahiran Nabi Isa al-Maseh? Bukankah Isa merupakan salah satu dari 25 rasul yang harus diimani umat Islam? Bagi Umat Islam, Isa bukan Tuhan, atawa Anak Tuhan. Isa adalah Nabi Isa yang lahir dari perut Maryam, yang dalam Alquran berkali-kali disebut sebagai  utusan Tuhan di zamannya, dan penyebar Injil. Kita bisa mengucapkan selamat Maulid bagi Umat Kristiani, atas kelahiran Nabi Isa. Dan Selamat Natal bagi Umat  Islam atas kelahiran Nabi Muhammad. Bukankah itu hanya bertukar kata yang maknanya sama? Sama-sama kelahiran?”

“Bagaimana menurut Bang Sakerah?” tanya Komat tiba-tiba.

Pak Sekarah diam sebentar, lalu katanya: “Tak tahulah, no coment, yang penting kalian tidak tergesur SARA. Itu saja.”

Em Saidi Dahlan, 11122016

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *