Dalam Diskusi Misbakhun Ingatkan Pemerintah, Jangan Sampai Perut Rakyat Kosong

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Legislator Fraksi Partai Golkar dari Dapil II Provinsi Jawa Timur, Mukhamad Misbakhun mengaku tidak berani mengkritik Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang disebut-sebut sebagai menteri keuangan terbaik dunia.

Alasannya, kata Misbakhun kepada awak media, “Saya bukan Anggota DPR terbaik dunia. Karena itu, saya tidak berani kritik menteri keuangan terbaik dunia,” kata Misbakhun dalam Dialektika Demokrasi bertajuk “Ancaman Resesi Ekonomi dan Solusinya”, di Press Room Gedung Nusantara III KOmplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/8)..

Dikatakan anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan tersebut, Pemerintah sudah meletakan ekonomi on the track. “Masalahnya, apa track yang ada mengantarkan ke stasiun-stasiun berikutnya?, tanya Misbakhun.

Demikian juga halnya dengan bantuan sosial (Bansos), menurutnya, ini sifatnya sesaat. “Namun saya usulkan jangan terhenti di Bansos atau subsidi, tapi bebaskan biaya listrik sampai pengguna 1300 Kwh. Duitnya dari mana? Ini bisa didiskusikan. Pemerintah terbitkan surat utang, serahkan ke Bank Indonesia,” saran dia.

Namun, Misbakhun mengungkap kekagetan karena tiba-tiba Pemerintah justru menyelamatkan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. “Saya ingatkan, jangan sampai perut rakyat kosong karena nanti teriaknya politik,” tegas Misbakhun.

Sekarang, kata Misbakhun, semua predikat terbaik dunia harus keluar. “Untuk apa predikat itu, kalau masalah dunia bisa diselesaikan, apalah artinya cuma nasional. Disinilah ujian predikat dunia itu,” jelas dia.

Saat ini semua aspek perekonomian mengalami penurunan terutama di dunia pariwisata, perusahaan makanan, minuman, pendidikan, pertambangan, jasa, kesehatan, perdagangan, konstruksi, transportasi, perhubungan dan sebagainya. Yang tumbuh hanya pertanian, pengadaan air, dan infokom (informasi dan komunikasi).

Yang pertama harus diselamatkan adalah kelompok menengah yang belum mapan, rentan agar tidak mudah terjadi kontraksi. Misalnya yang berpenghasilan Rp 5 juta, Rp 10 juta, dan Rp 15 juta. “Bagi mereka ini belum ada program yang dikonstribusikan Pemerintah melalui PEN. Jadi, program itu harus terarah sekaligus menjadi navigasi. Jangan program PEN malah untuk korporasi seperti BUMN Rp 50 triliun, seharusnya untuk UMKM.”

Kebijakan Pemerintah menghadapi ancaman resesi ekonomi akibat wabah pandemi virus Corona (Covid-19) sudah on the track, sudah tepat. Hanya saja kebijakan itu, khususnya Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp 600.000 dan sebagainya harus benar-benar tepat sasaran. Karena bantuan itu sekaligus akan meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat yang otomatis akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Sedangkan Direktur Core Riset Indonesia, Peiter Abdullah berpendapat, Indonesia secara definisi dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif itu sudah berada dalam resesi. Tapi, esensinya bukan itu, karena semua negara mengalami ini akibat Covid-19. “Resesi ini sebuah kenormalan baru baik teknikal maupun sesungguhnya, dan kita tak perlu panik.”

Selain itu, resesi ini bukan disebabkan kebijakan pemerintah, tapi kondisi yang sama dialami oleh semua negara di dunia akibat pandemi. Hanya perlu respon kebijakan yang tepat. Sebab, resesi ada dua macam; pertama seberapa dalam yang dialami bangsa Indonesia, dan kedua seberapa lama resesi itu? “Kalau selama itu pemerintah bisa mempercepat recovery, memulihkan kembali ekonomi dan mengatasi wabah, maka tak akan terjadi resesi yang sesungguhnya.”

Kondisi ini tak bisa diatasi dengan bansos, melainkan dengan membangkitkan daya beli – konsumsi masyarakat, menangani wabah dengan cepat meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan agar Indonesia segera bebas dari wabah. Selama wabah ini ada, maka konsumsi dan semua sektor akan mengalami penurunan, sehingga resesi akan lebih lama lagi.

‘Jadi, langkah-langkah pencegahan wabah harus lebih cepat, sehingga pemulihan ekonomi akan juga lebih cepat. Hal itu penting untuk menghindari ancaman gejolak sosial, meningkatnya kriminalitas dan sebagainya,” demikian Pieter Abdullah. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait