Endus Kejanggalan Proses Hukum Kasus Nelayan di Camplong, Lasbandra Audiensi PN Sampang

  • Whatsapp

SAMPANG, BeritaLima.com – Dalam penanganan kasus nelayan di pantai Camplong, Pengadilan Negeri (PN) Sampang diduga tidak profesional dan melanggar kode etik, Serta Mengabaikan putusan bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Hal tersebut diketahui setelah terdakwa Amiruddin didatangi sekjen Lasbandra, Ach. Rifa’i dikediamannya,ia mengakui jika proses sidang yang sebenarnya baru diikuti hanya 1kali, tapi pihak PN Sampang menjelaskan sudah 4 kali berlangsung, serta Putusan Tersangka yang berbanding terbailk dengan Polisi Air Laut (Polairut) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang, dan sejumlah pungutan uang peringanan hukuman dari pihak oknum Yuridis dengan ancaman hukumannya subsidair 3 bulan kurungan.

Untuk itu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar pemberdayaan dan peduli Rakyat (LASBANDRA) menggelar audiensi dengan Jajaran Petinggi Pengadilan Negeri (PN) Sampang, Senin, (22/06/20), guna mempertanyakan kinerja Pengadilan Negeri Sampang yang mencolok janggal dalam penanganan perkara hukum terhadap terdakwa Amiruddin, warga Desa Banjar Talela, Kecamatan Camplong, dengan perkara penggunaan alat tangkap ikan jenis pukat hela yang dipakainya saat bekerja melaut.

“Sangat Mencurigakan, dalam Putusan PN Sampang, Terdakwa di haruskan bayar Rp.17juta dengan Subsidair 3bulan kurungan, namun terdakwa Amiruddin mengaku telah cukup dimintai uang sebesar Rp. 15juta dari pihak Yuridis dari Kejari yang lupa namanya, dengan sisa Rp.2juta tidak usah bayar, dan akan di tanggung pihak Jaksa,” Ucap Rifa’i.

Rifa’i juga menilai Aparat hukum di PN Sampang, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan pihak Hakim PN Sampang tidak mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Pelanggaran bagi terdakwa dinyatakan bersalah sesuai pasal 85 JO 100B Undang-undang RI, namun bila melihat barang bukti yang ada, dan kondisi kehidupan terdakwa, tidak seharusnya putusan hukuman dengan denda sebesar Rp. 17juta sebagaimana putusan PN Sampang.

“Kami ke PN Sampang karena proses peradilannya terasa janggal, makanya kami datangi PN Sampang guna memastikan proses peradilannya sudah berjalan sesuai aturan hukum atau tidak,” Katanya.

Ditambahkannya, dalam proses administrasinya juga terkesan asal-asalan, yakni terdakwa Amirudin tidak pernah merasa menerima surat penetapan tersangka dari pihak penyidik Polairud Polres Sampang dan juga surat panggilan resmi dari pihak Kejari maupun surat resmi panggilan dari PN setempat, “Jelas terindikasi kuat, Ketua PN Sampang, Irianto prajatna utama telah abaikan Putusan Bersama MA dan KY Tentang Kode Etik,” Imbuhnya.

Selain itu menarik dan perlu diketahui publik, jika kedua instansi ini diduga telah melakukan pelanggaran etik Hakim dan perilaku Jaksa karena penanganan perkara terdakwa ditangani oleh oknum yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan yaitu suami istri antara oknum Jaksa (suami) dengan oknum hakim PN (istri).

Hal ini tentunya mencederai proses hukum sebagaimana yang tertuang dalam keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009, Penerapan 3.1 umum poin nomer 3,5 dan 6 dan dalam pasal 157 ayat 1,2 dan 3 KUHP bab XVI bagian ketiga acara pemeriksaan biasa.

“Jaksa dan Hakim ada hubungan kekeluargaan itu tidak boleh, dan apabila keduanya menangani perkara bersamaan bisa batal hukum,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua PN Sampang, Irianto prajatna utama menyatakan, untuk perkara yang dilakukan Amiruddin merupakan perkara yang bersifat khusus (lex specialis). Namun proses persidangan dilakukan sama (terbuka).

“Sidangnya terbuka dan menjalani empat kali persidangan, dan perkara Amirudin ini masuk perkara khusus yang penghukumannya bisa badan atau denda.

Sedangkan keterangan saksi ahli dari dinas kelautan Provinsi Jatim itu dibacakan berdasarkan persetujuan terdakwa. Dan semuanya sudah ada dalam Berita Acara Sidang,” katanya.

Sementara mengenai adanya keterhubungan pasutri antara Hakim dan Jaksa, Irianto sapaan akrabnya tidak mempermasalahkannya. Sebab pihaknya sudah melakukan pemilahan dalam menentukan tugas dalam menjalankan persidangan sehingga keduanya tidak menangani satu perkara bersamaan.

Lebih jauh Irianto menegaskan, pihaknya mengaku telah menjalankan pekerjaannya secara profesional. Bahkan pihaknya mengancam kepada anggotanya manakala terdengar ada yang main mata dalam menangani suatu perkara.(FA)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait