Fraksi PKS DPR RI Tolak Subsidi Untuk Pengusaha Dalam Draf RUU EBT

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknoligi (Iptek) serta Lingkungan Hidup, Dr H Mulyanto menolak ketentuan Feed In Tariff (FIT) dalam penentuan harga jual listrik pembangkit swasta ke PT PLN (Persero) sebagaimana tercantum pada draft RUU Energi Baru Terbarukan (EBT).

FIT adalah subsidi selisih harga terhadap Biaya Pokok Pembangkitan (BPP) PLN, dari semua jenis dan kategori daya listrik sumber EBT dinilai lebih berat ke arah subsidi kepada pengusaha listrik dan ini akan membebani keuangan negara yang kini sudah terkuras untuk biaya penanggulangan pandemi Covid-19.

“Sumber EBT harus belajar dari sumber energi surya. Perkembangan teknologi dan ekosistem bisnis ini baik, harganya terus turun,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Pembangunan dan Industri itu dalam keterangan pers yang diterima awak media, Rabu (17/3).
Dalam diskusi online Energy Talk 1.0 yang itu diselenggaran DPP PKS dalam rangka menyambut Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PKS, Senin (15/3) yang diikuti Dirjen EBTKE, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mantan Dirut PLN, Djiteng Marsudi, Mulyanto mengatakan, berdasarkan data Kementerian ESDM, 2013 harga listrik dari sumber tenaga surya 20 sen dolar (per kWh). Lima tahun terakhir harganya menurun sampai separonya menjadi 10 sen.

Data terbaru menyebutkan PLTS Apung di Cirata harganya 5,8 sen dolar (per kWh). Bahkan, diinformasikan ada calon investor yang berminat untuk investasi pembangunan PLTS di Tanah Air dengan harga listrik hanya 4 sen dolar per kWh. Di beberapa negara ASEAN harga listrik dari PLTS bahkan bisa mencapai 1.7 sen/kWh.

Ditambahkan, untuk EBT berdaya kecil dan berada di daerah pedalaman, dimana EBT satu-satunya sumber energi listrik, menjadi wajar dan masuk akal kalau negara mensubsidi listrik EBT ini. Namun, untuk listrik EBT berdaya menengah dan besar, sudah seharusnya didorong mekanisme yang lebih kompetitif dan sehat untuk pengusaha listrik swasta ini.

“Karena itu, saya setuju dengan norma pengaturan yang ada di UU Energi eksisting, terkait dengan harga listrik, dimana detil turunannya diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah sebagai executive order sehingga harga listrik ini menguntungkan rakyat dan tidak membebani APBN Negara,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait