Gaduh : Polemik Perang Total, Perang Badar hingga sumpah pocong dalam pilpres 2019, membahayakan NKRI

  • Whatsapp
Pengamat militer Wibisono bersama mantan rektor Universitas Pertahanan Letjen (Purn) TNI Prof,Dr Syarifudin Tippe,Sip.

Oleh : Wibisono

 JAKARTA, Polemik Perang Total dan Perang Badar akhir akhir ini belum selesai, muncul lagi polemik sumpah pocong antara menko polhukam Wiranto yang menantang kepada eks kaskostrad mayjen (purn) Kivlan Zein tentang dalang peristiwa ’98, narasi narasi ini muncul di tengah tahun politik menjelang pilpres 2019, ujar pengamat militer wibisono menyatakan ke media di jakarta (1/3/2019).

Apa yang dimaksud perang total ala jendral purn Moeldoko ini?,tanya wibi.

Menurutnya istilah Perang Total atau total war memang cenderung lebih lekat dengan dunia perang dan militer. Jika merujuk kepada kamus Oxford, perang total berarti perang yang tak memiliki batasan dalam hal penggunaan senjata, wilayah atau kombatan yang terlibat, atau tujuan yang dikejar. Digambarkan juga bahwa aturan-aturan yang disepakati dalam perang diabaikan, tuturnya.

Istilah ini disebut-sebut bersumber dari karya jenderal Jerman di Perang Dunia I, Erich Ludendorf juga dianggap menjadi sumber utama dari istilah perang total.

Sebenarnya, istilah perang total juga dapat digunakan untuk menggambarkan strategi perang di zaman yang lebih awal. Merujuk pada Janice J. Terry dan kawan-kawan, Genghis Khan di era Mongol kuno dianggap melakukan strategi tersebut. Menurut Terry dan kawan-kawan, mereka melakukan perang total dengan memobilisasi seluruh sumber daya, termasuk personil militer, pekerja non-kombatan, intelijen, transportasi, uang, dan perbekalan.

Dalam kadar tertentu, istilah perang total juga tergolong identik dengan sosok Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Jerman pada tahun 1943. Salah satu pidatonya “Sportpalast” yang berarti perang total, dianggap sebagai pidato Goebbels yang paling terkenal.

Dalam pidatonya tersebut, Goebbels mengajak warga Jerman untuk melanjutkan peperangan meski jalannya akan sangat lama dan menyulitkan. Kala itu, Jerman beserta aliansinya dalam Blok Poros memang tengah mengalami kesulitan karena kalah dalam beberapa pertarungan penting dengan pasukan Sekutu. Untuk menghadapi itu, memang sempat ada instruksi bahwa Jerman akan mobilisasi besar-besaran untuk membalikkan keadaan.

 

Jika disimpulkan, memang ada kesamaan antara strategi yang disebutkan oleh Moeldoko dengan perang total sebagai strategi militer. Sebagaimana disebut oleh Moeldoko, perang total mengandung unsur memobilisasi seluruh sumber daya untuk memenangkan pertarungan pilpres 2019,kata wibi

Bagaimana dengan Perang Badar ?

Pertempuran Badar, adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 13 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang yang terdiri dari 210 kaum Anshar dan sisanya kamu muslim muhajirin. Wikipedia Lokasi: Kota Badar, 80 mil baratdaya Madinah.

Mengutip dari al-Bukhari berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi berdoa ketika ia sedang berada di dalam tenda pada saat Perang Badar, yang bunyi sebagai berikut:

“Ya Allah! Sesungguhnya aku menuntut janji-Mu dan kepastian-Mu. Ya Allah! Jika Engkau berkehendak, niscaya Engkau takkan disembah lagi setelah hari ini.”

Kalimat “Jika Engkau berkehendak” menjadi pembeda dari redaksional doa-doa yang sebelumnya telah disebutkan. Jika pada dua doa sebelumnya seolah-olah menafikan kekuasaan-Nya, maka doa itu adalah kekuasaan dan kehendak Allah hadir dalam teks.

Doa inilah—dalam pelbagai perbedaan redaksionalnya—yang ditiru Neno Warisman di acara Munajat 212 yang lalu, tentu ada perbedaan konteks sejarah yang tak bisa disamakan. Namun dalam tahun politik ini bisa di artikan sebagai balasan dari perang totalnya Moeldoko,ujar Wibi

Puisi Neno Warisman di Munajat 212 diambil dari doa Rasulullah dalam Perang Badar dan diseret demi  politik elektoral zaman ini, kata wibi

Salah satu penggalan puisi Neno sebagai berikut:

“Karena jika Engkau tidak menangkan…Kami khawatir ya Allah…Kami khawatir ya Allah…Tak ada lagi yang menyembahmu”.

Terkait dengan puisi tersebut, Ketua Presidium Relawan Tagar 2019 Ganti Presiden, Neno Warisman buka suara  dalam acara Malam Munajat 212, kata wibi

Hal itu disampaikannya melalui teleconference acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang mengusung tema ‘Perlukah Pernyataan Perang Total Dan Perang Badar?’ pada Selasa (26/2/2019).

 

“Itu Mbak Neno ucapkan dalam sebuah acara yang katakanlah berbau 02 lah, apa itu dalam rangka menjawab perang totalnya Jenderal Moeldoko?” tanya Karni Ilyas.

“Enggak sama sekali, ingat juga enggak,” jawab Neno Warisman.

“Yang saya pikirkan hanyalah bagaimana umat ini bisa memberikan manfaat dan juga kemenangan,” sambungnya.

Terkait hal itu, Neno Warisman menyatakan bahwa puisinya untuk mewakili semua umat di Indonesia.

Tantangan “sumpah pocong” Wiranto kepada Kivlan Zein terkait tudingan dalam peristiwa ’98

Tantangan Menko Polhukam Wiranto kepada eks Kaskostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen untuk melakukan sumpah pocong mengungkap dalang kerusuhan 1998 berbuntut panjang. Ajakan Wiranto ditanggapi Kivlan dengan menyodorkan tantangan baru.

“Oleh karena itu, saya berani katakan, berani untuk sumpah pocong saja, ’98 itu yang menjadi bagian kerusuhan itu saya, Prabowo, Kivlan Zen? Sumpah pocong kita, siapa yang sebenarnya dalang kerusuhan itu,” ucap Wiranto di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).

Tantangan yang dilemparkan Wiranto itu merupakan bentuk tanggapan atas pernyataan Kivlan.

Sebelumnya, Kivlan menuding Wiranto turut melengserkan Soeharto. Kivlan menyebut bukti dari tudingannya adalah dari sikap Wiranto yang secara tiba-tiba meninggalkan Jakarta saat keadaan sedang genting. Wiranto saat itu menjabat Panglima ABRI.

Dia pun menuding Wiranto dikendalikan oleh kelompok para jenderal untuk melengserkan Soeharto. Bahkan, kata dia, Wiranto menolak saat mendapat instruksi presiden (inpres) untuk mengamankan Jakarta.

Menurut saya,perseteruan dua jendral ini kekanak- kanakan,karena satu sama lain di pihak yang berseberangan, dan secara etis tidak di benarkan, baru di rezim ini para purnawirawan TNI-Polri terang terangan mendukung para capresnya masing masing,dan mereka terbelah,patut disayangkan karena mereka seharusnya memberikan contoh di masyarakat,bahwa purnawirawan seharusnya berdiri di tengah tengah masyarakat demi Keutuhan NKRI, pungkas wibisono.

(Penulis : pengamat militer Wibisono)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *