Guru Besar ITB: Sektor Pendidikan Harus Beradaptasi Di Masa New Normal

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com | Konsep tatanan baru, kebiasaan baru, atau yang sering disebut dengan new normal masih menjadi polemik di tengah masyarakat. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya penyebaran COVID-19. Angka positif terus bertambah, sementara aktivitas masyarakat sudah kembali berjalan. 
Ketua HIPMI Jawa Barat Surya Batara Kartika mengatakan bahwa sejak ditetapkannya kebijakan pembatasan sosial, usaha sektor ritel merasakan dampak yang signifikan. Pernyataan ini disampaikannya Webinar yang diadakan Rumah Milenial Indonesia Wilayah Jawa Barat pada hari Rabu (15/7).


Dalam diskusi daring bertemakan “What’s Next After New Normal?” tersebut, Surya menyampaikan kondisi ketidakmampuan pengusaha untuk beradaptasi sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas usaha, distribusi, dan juga disertai dengan menurunnya permintaan.
“Permintaan pada sebagian sektor memang tinggi, di antaranya adalah makanan dan kesehatan. Tetapi tidak semua pelaku usaha yang bergerak di bidang makanan dan kesehatan. Sektor lainnya banyak yang mengalami penurunan penjualan, dan terpaksa harus melakukan PHK,” kata Surya membahas dampak Pandemi COVID-19 terhadap sektor ekonomi.
Lebih lanjut, Surya menyampaikan bahwa pola rantai pasok akan berubah ke tren baru, yaitu pola re-shoring dan near-shoring, yaitu pola distribusi yang memperpendek jarak transportasi.


“Sehingga sentra–sentra produksi nanti akan lebih banyak. Tapi kecil-kecil. Dan mungkin akan bermunculan lebih banyak lagi di sektor rumah tangga,” ujar Surya.
Guru Besar ITB, Prof. Armein ZR Langi mengatakan saat ini semua sektor harus beradaptasi tidak terkecuali sektor pendidikan. Menurut Armein, saat ini perguruan tinggi tidak lagi menyiapkan pekerja industri dimana seharusnya itu menjadi tugas dari corporate universities menyiapkan lulusan vokasi untuk memasuki kehidupan pasca lulus dari bangku perguruan tinggi.


“Pendidikan seharusnya lebih mengarah ke vokasi. Peserta didik berproses menjadi agen-agen yang membangun platform untuk menghadapi berbagai permasalahan di masyarakat. Lulusan saat ini bukan hanya sekedar memasuki jabatan atau job, melainkan harus memiliki kompetensi,” kata Armein.
Dia menyampaikan bahwa perguruan tinggi harus menguasai esensi perubahan dan strategi adaptasi lima dimensi kehidupan yaitu fisik, biologis, psikologis, sosial dan spiritual. 


“Perguruan tinggi pun harus berinovasi menjadi kampus mini-universe, yaitu tempat persemaian para vokator yang memiliki life skill, kecakapan kerja, kekuatan karakter, dan penciptaan nilai,” pungkas Armein.
Pendiri Yayasan Kun Humanity System +, dr. Chandra Sembiring mengatakan bahwa dampak pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini bukan berarti karena negara tidak mampu, tetapi karena virus ini tergolong virus baru.


Menurut Chandra, para peneliti masih terus melakukan kajian dan penelitiannya. Dia menegaskan bahwa frame informasi terkait new normal masih membingungkan masyarakat.
“Apakah pandemi sudah bisa diatasi, atau memang karena kondisi ekonomi sehingga kita harus melakukan new normal. Ini perlu dipertegas. Agar masyarakat paham, apa yang harus mereka lakukan, dan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan,” kata Chandra.
Chandra mengungkapkan secara klinis dan ilmu kedokteran, rapid test tidak mampu menujukkan negatif atau positif, sebab tingkat sensitif rapid test sangat rendah.


“Kemudian apabila hasil rapid test positif, belum tentu si pasien benar-benar positif COVID-19. Sebab ada banyak faktor yang mempengaruhi. Sekali lagi, dari segi efektivitas ini gak maksimal. Namun dengan adanya rapid test, setidaknya ada kesadaran yang terbangun di tengah masyarakat. Itu nilai plusnya,” kata Chandra. (rr)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait