Ini Hasil Investigasi Komnas HAM terkait Kerusuhan di Simton Pasaman

  • Whatsapp

SUMATERA BARAT, Beritalima.com – Komnas HAM perwakilan Sumatera Barat lakukan investigasi pasca kerusuhan yang dilakukan ratusan massa di Simpang Tonang (Simton), Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, pada 22 Mei 2018 kemaren.

“Kami sudah turun, mendengar dan melihat kondisi masyarakat Nagari Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, serta telah rapat terbatas dengan Pemda Pasaman dan Aparat Gabungan”, sebut Ketua Tim Pemantauan Komnas HAM perwakilan Sumbar, Firdaus kepada awak media, usai rapat dengan Pemda di Kantor Bupati Pasaman, Jum’at 26 Mei 2018.

Firdaus mengatakan, mereka turun melakukan investigasi karena adanya laporan dari adik – adik Mahasiswa asal Pasaman yang kuliah di Padang dan yang menginformasikan ini belum melihat kelapangan bagaimana sebenarnya.

“Mereka datang 23 Mei 2018 melaporkan peristiwa malam tanggal 22 Mei, ada kekerasan atau bentrok antara masyarakat dengan aparat TNI-POLRI, tetapi informasi itu masih sepihak. Makanya kami langsung turun memastikan informasi itu dari kedua belah pihak,” terang Firdaus.

Kata Firdaus, pihaknya sudah mendengar dan melihat langsung kondisi massa di Simpang Tonang, serta sudah mendengar penjelasan dari Pemda dan Polres Pasaman.

Seluruh informasi dari kedua belah pihak sudah kami dengarkan. Untuk sementara kami belum bisa mengambil kesimpulan, karena informasi dari kedua belah pihak saling klaim, itu wajar. Kami akan menggali apa akar permasalahannya dan apa yang bisa kami bantu selaku Komnas HAM untuk penyelesaianya, apa melalui jalur hukum atau mediasi, ujarnya.

Ditegaskan Firdaus, tidak mudah untuk mengatakan ada tidaknya pelanggaran HAM seperti yang dilaporkan dari peristiwa tersebut.

“Masyarakat mengatakan pemicu kerusuhan tersebut terkait permasalahan izin dari tambang emas PT. IJM, namun kami masih mendalami atau memang ada penyebab lain pemicu keributan tersebut. Kami sebagai lembaga Negara tentu bekerja sesuai Undang-undang, jika ada pelanggaran HAM, tentu ada fakatnya, tegasnya.

Firdaus mengatakan, pelanggaran HAM tidak tergantung pada tembakan yang dilakukan kepolisian. Polisi diberi kewenangan untuk menembak sesuai SOP nya. Keluhan masyarakat kami dengar adanya tembakan berkali-kali, seperti perang, ya ada semacam sakit hati gitulah, kok kami diperlakukan seperti itu, kan begitu yang kami dengar.

Usai kami mendengar dari Kapolres Pasaman, memang kondisinya saat itu tidak ada pilihan selain tembakan peringatan. Karena saat itu beda kepentingan, masyarakat mau perusahaan PT. IJM angkat kaki dan Base Camp dibakar. Sementara Kepolisian mengatakan PT. IJM sudah memiliki izin dan ini objek vital negara dan berkewajiban untuk mengamankannya, kalau Kepolisian diam saja, mereka kena. Dalam keadaan saat panas seperti itu memang terkadang penjelasan rasional tidak jalan, terangnya.

Firdaus menyampaikan adanya laporan masyarakat yang diperlakukan tidak manusiawi saat kerusuhan tersebut oleh aparat, mereka dipukul dan ditelanjangi serta dicopot pakaiannya oleh aparat sewaktu malam kerusuhan tersebut. Namun, ternyata massa ini membawa senjata tajam dan bom molotof, memang prosedur pengamanannya dari kepolisian seperti itu.

Jadi kita bukan lagi mengkaji ke arah situ, kedepannya mau apa? kan seperti itu. Karena kalau ini dibiarkan akan terus berlanjut, apakah melalui mediasi atau bagaimana, kami masih terus mendalaminya dan mengumpulkan data, jelas Firdaus mengakhiri.

(H/Darlin)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *