Kondisi Perekonomian Indonesia tahun 2017 Harus Hati Hati

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima- Kami melihat 2016 mungkin suatu tahun puncak dari pelemahan ekonomi yang dirasakan oleh Indonesia. Pelemahan berasal dari lingkungan global, yaitu pemulihan ekonomi yang masih lemah di dunia. Juga ketidakpastian dari sisi perdagangan internasional. Itu terasa sekali pada 2014, 2015, dan puncaknya di 2016 ini.

Kemudian, 2016 adalah akumulasi dari permasalahan APBN kita. Dari 2014. Jadi kita selama tiga tahun berturut-turut menargetkan penerimaan negara yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan ketidakpastian terhadap perekonomian. Pasarnya lemah, harga-harga turun, kemudian dari sisi dalam negeri, fiskal kita memberikan ketidakpastian.

Meskipun kalau kita lihat kuartal terakhir, mulai muncul optimisme baru. Seperti harga komoditas, baik itu pertambangan, CPO, maupun minyak sekarang, dengan adanya tekad dari OPEC. Meskipun itu akan sangat gradual, perlahan-lahan.

Pemerintah, dari sisi perubahan kebijakan fiskal yang secara terbuka mengakui bahwa target penerimaan terlalu tinggi, telah memberikan suatu kepastian. Kami tidak mengejar pertumbuhan penerimaan yang tidak realistis. Itu memberikan kepercayaan diri sektor usaha. Kalau kita lihat dari sisi tax amnesty, itu juga memberikan suatu kesempatan baru bagi para wajib pajak, terutama dunia usaha.

Ini merupakan suatu kombinasi yang diharapkan menimbulkan suatu momentum positif. Momentum positif ini sangat diperlukan pada saat gempuran dari kondisi globalnya makin memuncak.

Gempuran dari sisi politiknya, berbagai perkembangan yang menimbulkan ketidakpastian, apakah itu pemilu di Amerika, Brexit di Eropa, referendum di Italia, dan bahkan akan ada pemilu di negara-negara yang cukup signifikan peranannya yaitu Jerman dan Perancis. Di China, sekarang ini dalam situasi dilematis mengenai perubahan desain ekonominya,rebalancing yang memiliki dimensi sosial, finansial, maupun politik.

Nah, kondisi ketidakpastian itu, menurut saya, tidak akan menurun, tapi akan meningkat tahun depan. Ditambah lagi dengan tren dari kebijakan moneter. The Fed yang sudah sangat jelas – dengan kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh Presiden terpilih Trump – antisipasinya adalah kenaikan dari kegiatannya ekonominya akan jauh lebih cepat. Itu menjustifikasi, pada saat kondisi Amerika sudah maximum capacity, ditambah dengan stimulasi demand maka inflasi mungkin akan meningkat lebih cepat. Ini yang memberikan gambaran bahwa tahun depan kondisi ketidakpastian itu bukan menurun, malah akan tereskalasi.

Kalau lihat domestik, kita sudah mengalami suatu belokan dari sisi yang tidak pasti karena ketidakpastian kebijakan fiskal waktu itu. Sekarang paling tidak, sudah dianggap sebagai sesuatu yang jauh lebih clear. Selain itu, ada paket-paket kebijakan yang sudah dilakukan dua tahun sebelumnya, termasuk dalam hal ini berbagai usaha reformasi untuk mengurangi biaya ekonomi. Kita berharap Indonesia memiliki suatu pondasi yang cukup kuat untuk menghadapi ketidakpastian 2017.

Presiden Jokowi mengatakan ketidakpastian harus dilihat dengan kacamata optimistis. Saya rasa untuk Indonesia, pemerintah sebetulnya telah melakukan down payment dari tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan yang dianggap cukup fundamental dan bisa memberikan pondasi, sehingga kita memiliki kesiapan yang relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang barangkali sibuk dengan persoalan-persoalan politik, bahkan masalah keamanan.

Ini yang menjadikan kita memasuki 2017 dengan dua sikap yaitu optimisme juga kehati-hatian. Kombinasi optimisme dan kehati-hatian diperlukan supaya kita memiliki fleksibilitas.

Kehati-hatian itu tercermin pada kebijakan APBN 2017. Asumsinya sangat konservatif. Pertumbuhan ekonomi, mungkin waktu itu saya yang dianggap paling hati-hati, 5,1%. Sementara range dari BI bisa sampai 5,4%, bahkan prediksi berbagai lembaga internasional lebih tinggi dari itu.

Defisit APBN 2017 yang didesain pada 2,4% menggambarkan suatu keseimbangan. Di satu sisi perlu memberikan daya dorong lebih, namun juga kita memberikan space yang cukup apabila ketidakpastian akan menimbulkan pengaruh terhadap penerimaan negara. APBN 2017 bukan pada masalah desain belanjanya, itu arahnya sudah sangat jelas. Presiden menginginkan lebih banyak belanja pada aktivitas yang produktif, infrastruktur, human capital, pendidikan, kesehatan, transfer ke desa, supaya lebih inklusif dan berpengaruh langsung kepada grass root. Yang menimbulkan ketidakpastian di 2017 sama, yaitu pada sisi penerimaan. Namun, kami sudah coba untuk membuat target penerimaan yang hati-hati. Kalau Anda perhatikan target penerimaan 2017, nilainya bahkan lebih kecil dari APBNP 2016. Ini menggambarkan sudah ada kehati-hatian.

Namun, bahkan dalam sikap sudah hati-hati pun, kita masih akan menghadapi ketidakpastian, apakah tadi pengaruh global dan regional, yang pasti akan tetap bisa mempengaruhi sentimen maupun faktual, yang benar-benar terjadi.

Kemudian pada 2017, kita tidak punya lagi tambahan penerimaan dari tax amnesty yang sekarang ini sudah mencapai Rp100 triliun. Artinya, di 2017 kita juga harus menyiapkan suatu langkah-langkah pengamanan dari sisi penerimaan negara dalam bentuk kemampuan kita untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi, serta reformasi perpajakan yang mampu menciptakan confident tanpa membebani atau mengancam sektor-sektor usaha.

Jadi pada 2017, tema untuk menciptakan kepastian domestik dan memperkuat pondasi dari sumber-sumber ekonomi dalam negeri harus tetap dilakukan, bahkan dengan ektra lebih keras, karena ketidakpastian global akan makin meningkat.

Dari sisi pengelolaan ekonomi, BI, menteri keuangan, dan menko perekonomian harus bersama-sama memberikan sinyal yang harmonis. Saya rasa kalau dari sisi bacaan, kami bertiga memiliki bacaan yang sama. Jadi kalau BI melihat hal yang sama dengan yang saya baca tadi, ketidakpastian global dan regional menimbulkan dampak sentimen maupun faktual. Sentimen itu bisa dalam bentuk arus modal. BI pada akhirnya harus melihat ke dalam neraca pembayaran, dari sisi capital flow, yang sifatnya shortterm dan longterm. Kemudian, akan melihat perkembangan ekspor dan impor, terutama dari kemampuan kita untuk mengeskpor yaitu dari competitiveness kita, dan apakah ada demand dari luar terhadap barang-barang kita. Walaupun kita competitive, tapi ekonomi China maupun Eropa dan Jepang meredup, mereka juga akan mengurangi volume impornya. Saya rasa itu yang dilakukan BI dan mengatakan bahwa dengan kondisi yang sekarang maka the first line of defense-nya adalah menjaga stabilitas. Karena bahkan untuk menjaga stabilitas memerlukan suatu effortsekarang.

Bagi pemerintah, kalau stabil maka pondasi untuk tumbuh ada. Maka buat kami itu adalah suatu hal yang harus dilengkapi. Jadi kalau BI sekarang policy-nya adalah menjaga stabilitas, dan kita memang berharap itu harus dijaga pada saat goncangan yang sangat besar.

Jangan lupa, dalam suatu perekonomian, begitu goncangan besar, yang menjadi shock absorbers pertama di semua perekonomian yang terbuka seperti kita itu biasanya muncul di dalam neraca pembayaran. Makanya shock absorbers pertama itu adalah nilai tukar. Ini kemudian akan tertransmisikan dalam bentuk kebijakan moneter yaitu berapa jumlah uang beredar dan kemudian pengaruhnya kepada interest rate. Itu yang kemudian masuk ke dalam. Kalau nilai tukarnya bisa meng-absorb cukup goncangan ini, di dalam dia tidak memunculkandomino effect yang terlalu besar.  Tapi kalau ada yang tidak semuanya ter-absorb, pasti ada goyangannya. Di sinilah peranan pemerintah, baik menggunakan instrumen fiskal maupun kebijakan sektor riil, agar kalau getaran masih tersisa dan masuk kepada perekonomian, dia juga makin bisa di-minimize. Kita juga akan lihat dalam APBN, seluruh pos-pos yang bisa mengurangi atau memberikan bantalan sehingga kalau getaran itu muncul, dia teredam.

Jadi, buat saya, BI memiliki pilihan yang tepat untuk menjaga stabilitas karena memang dalam jangka pendek sekarang ini butuh penyesuaian atau adjustment dengan kondisi global dan arah kebijakan. Apalagi, The Fed itu sudah sangat clear. Dia akan menimbulkan sedikit goncangan karena semua pelaku ekonomi akan menyesuaikan.

Buat Indonesia, ini adalah kesempatan. Kalau BI mengatakan stability over growth, itu tidak berarti bahwa kita hanya stabil saja tanpa growth. Growth-nya sudah diklaim oleh pemerintah dan BI sendiri pada level 5,1%, bahkan BI mengatakan range-nya sampai 5,4%. Jadi menurut saya, untuk bisa menjaga range itu, BI harus menjaga stabilitas.

RUU KUP pada prinsipnya akan memberikan suatu pembaruan di bidang pengelolaan seluruh proses bisnis di dalam Ditjen Pajak atau lembaga penerimaan pajak, apapun namanya nanti. Yaitu dia memberikan semacam suatu penataan organisasi dan penataan proses yang sangat penting.

Bagaimana wajib pajak, yang namanya diubah menjadi pembayar pajak, jadi sama dengan dunia internasional. Ini bagian dari konsekuensi kita menjadi warga negara di suatu negara, di mana kita menjadi pembayar pajak dan ini menjadi semacam shareholder contribution yang harus dijaga untuk perekonomian. Nah, kemudian juga akan ditata kembali bagaimana mendapatkan nomor pokok pajak, bagaimana dilakukan suatu pemungutan pajak, bagaimana pemeriksaan bisa dilakukan, bagaimana kemudian proses pemeriksaan itu harus dijalankan dan diawasi, itu semuanya ada di dalam KUP.

Reformasi di banyak negara yang sukses karena, pertama, internalnya sendiri memang menginginkan perubahan itu. Saya selalu mengatakan rasa memiliki atau ownership terhadapreform. Bisa berbagai macam alasannya, bahwa mereka memiliki mandat dan tugas dari konstitusi, bahwa perhatian Presiden sudah luar biasa besar pada institusi ini sampai diberikan berbagai macam dukungan, juga dari dalam mereka merasa bahwa penerimaan pajak Indonesia dengan perhatian yang begitu besar masih belum optimal, masih kecil.

Sehingga dari dalam, kami harapkan ada perasaan bahwa mereka memiliki utang kepada Republik Indonesia. Saya ingin menunjukkan kepada republik bahwa kami adalah institusi pajak yang kredibel, bisa diandalkan, memiliki tingkat kepercayaan, profesionalisme, dan kompetensi yang baik, dengan tata kelola yang bersih. Ini unsur pertama, mesin, motor, dan motivasi untuk me-reform dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar.

Kedua, reform yang berhasil karena dia dirancang dengan sequence yang benar. Ini seperti membongkar mesin mobil, mana dulu yang dibongkar, kemudian diperbaiki dan dipasang lagi. Sama juga dengan organisasi. Untuk bisa membuat organisasi yang hasilnya lebih baik, kita harus memiliki keyakinan bahwa rancangan desainnya bisa dilakukan dengan cara terorganisir dan sesuai dengan kebutuhan organisasi itu, termasuk dalam hal ini mana yang urgent, mana yang kurang urgent, mana yang strategis, mana yang taktis, mana yang kritis, mana yang harus bisa ditunggu. Ini semuanya harus dilihat.” -Sbr, Bisnis-

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *