Korban Peradilan Sesat, Dua Terdakwa Sipoa Dituntut 4 tahun

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Dua petinggi PT Bumi Samudra Jedine, Budi Santoso dan Ir Klemens Sukarno Candra dituntut hukuman 4 tahun penjara dalam perkara penjualan apartemen Royal Avatar World (RAW) cq Sipoa Grup.

Kendati dinilai gagal membuktikan dakwaannya, JPU Rakhmad Hari Basuki, SH dari Kejati Jawa Timur, tetap mendakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra melanggar pasal penipuan dan penggelapan, sesuai rekayasa laporan pidana dari konsorsium Mafia Surabaya yang berlatar belakang ingin merampas aset PT Bumi Samudra Jedine (Sipoa Grup) senilai Rp. 687,1 milyar, dengan harga murah yakni Rp. 150 milyar.

Bila permintaan itu tidak dipenuhi, kedua terdakwa diancam dengan 50 laporan polisi lagi yang bakal digulirkan. Para terdakwa ditarget sampai mati tetap dalam penjara, dengan memakai instrumen pelaporan yang terorganisir, mulai penyidikan dan pra penuntutanbdi lembaga kepolisian dan kejaksaan.

Demikian disampaikan advokat IGN Bolli Lasan SH, kuasa hukum terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso kepada wartawan usai pembacaan tuntutan di PN Surabaya, Kamis (6/12/2018).

Selain manipulatif dan tidak jujur, tuntutan 4 tahun penjara terhadap Budi Santoso dan Ir Klemens Sukarno Candra, juga tanpa pondasi pembuktian, karena JPU sebenarnya telah gagal menyampaikan seluruh fakta otentik yang diberikan para saksi saat dihadirkan dalam persidangan.

Selain bersikap ragu-ragu, JPU telah gagal pula membuktikan dakwaannya sendiri, surat tuntutan yang tidak didasarkan atas fakta persidangan yang sebenar-benarnya, maka secara materiiil tidak dapat dijadikan dasar dan titik tolak untuk menuntut para terdakwa, sebab bertentangan dengan azas peradilan di Indonesia yang mengedepankan azas kejujuran, obyektifitas, dan tidak memihak.

Bahkan menurut Bolli, tidak berlebihan bila dikatakan, JPU telah melakukan wederrechtelijkheid atau perbuatan melawan hukum, sebab telah menuntut tanpa dapat membuktikan adanya kesalahan pada diri para terdakwa, sesuai dengan perbuatan pidana yang dirumuskan dalam surat dakwaan.

Sebelumnya, JPU telah memberikan serangkaian keterangan yang tidak mengandung unsur kebenaran dalam dakwaannya.

Bolli berpendapat, selama persidangan, JPU terbukti tidak bersungguh-sungguh, sekaligus tidak mampu membuktikan dakwaannya. Hal ini tercermin dari fakta persidangan. Dari 18 orang saksi fakta yang di BAP penyidik, JPU hanya menghadirkan 2 orang saksi fakta, yakni saksi Ronny Suwono dan Aris Birawa, dimana keterangannya malahan menguntungkan para terdakwa.

Sedangkan 16 saksi fakta lainya tidak dihadirkan JPU, yakni ; 1. Yudi Hartanto, 2. Fanny Sayoga, 3. Debbie Puspasari Sutedja, 4. Agung Wibowo, 5. Sugiarto Tanajohardjo, 6. Ganitra Tee, 7. Teguh Kinarto, 8. Widjijono Nurhadi, 9. Siauw Siauw Tiong, 10. Harisman Susanto, 11. Haryono, 12. Rudy Yulianto, 13. Isman Ansori, 14. Ir. Rudianto Indargo, 15. Maria Hariati Soebagio, dan 16. Costaristo Tee.

Padahal, berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, BAP tidak dapat dijadikan alat bukti di persidangan. “Dengan demikian tidak ada yang bisa dibuktikan JPU di persidangan, sehingga tuntutan 4 tahun sama sekali tanpa pertimbangan hukum pembuktian berdasarkan fakta persidangan,” ujarnya.

Bahkan secara umum, menurutnya, dari besarnya tuntutan tersebut sinyalemen yang pernah ramai diberitakan berkenaan adanya rekayasa atas perkara ini yang berujung pada peradilan sesat, kian tidak terbantahkan. Argumen yang paling kasa mata dari hasil analisa terhadap surat dakwaan, yang dapat disampaikan dalam persidangan ini antara lain:

1. JPU tidak melakukan penelitian secara cermat atas berkas perkara., sebab, perkara ini sejatinya tidak terpenuhi kelengkapan formil dan materil. 2. JPU tidak mampu menggambarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, fakta-fakta perbuatan terdakwa, alat-alat bukti pendukung pembuktian setiap unsur pasal yang didakwakan, dan barang bukti yang dapat mendukung upaya pembuktian. 3. JPU memberikan keterangan yang tidak mengandung unsur kebenaran dalam surat dakwaan.

Menurut pendapat kuasa hukum terdakwa Budi Santoso dan Ir Klemens Sukarno Candra ini, sebetulnya seluruh dakwaan JPU telah patah dipersidangan.

JPU membangun dalil palsu, yang tidak mengandung unsur kebenaran dalam surat dakwaannya. Dikatakan oleh JPU, bahwa pada bulan Desember 2013, bagian marketing PT Bumi Samudra Jedine mulai memasarkan apartemen RAW yang rencananya akan dibangun 14 Tower apartemen dan satu tower, dengan masing-masing tower ada 27 lantai, yang berlokasi di Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, padahal PT Bumi Samudra Jedine belum lengkap perijinannya. dan obyek tanah / lahan apartemen tersebut yaitu SHGB No. 71 Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan seluas 59.924 m2 a/n PT Kendali Jiwo baru dibeli oleh PT Bumi Samudra Jedine pada tanggal 12 Juni 2014 sebagaimana Akta Jual Beli No. 100/2014 tanggal 12 Juni 2014 dihadapan Notaris/PPAT Inggil Nugroho Nugroho Wasih SH dan pada tanggal 27 Juni 2014 SHGB No. 71 tersebut beralih menjadl atas nama PT Bumi Samudra Jedine.

Menurut Bolli, materi surat dakwaan JPU tersebut merupakan keterangan yang tidak mengandung unsur kebenaran. Karena fakta yang benar adalah, sebelum pemasaran Desember 2013, yakni pada Juli 2013, obyek tanah seluas 59.924 m2, yang diatasnya akan dibangun apartemen RAW, secara hukum telah dimiliki dan dibayar lunas oleh PT Bumi Samudra Jedine selaku pengembang, berdasarkan akte Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor: 154 yang diterbitkan Kantor Notaris Widatul Milah, SH.

Kedua terdakwa diadili karena adanya 73 orang konsumen pembeli unit apartemen RAW yang akan dibangun oleh perusahaan PT Bumi Samudra Jedine di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Melapor pidana ke Polda Jawa Timur, sesuai Laporan Polisi Nomor: LPB/1576/XII/2017/UM/JATIM tanggal 18 Desember 2017, dan menjalani persidangan di PN Surabaya, dengan Nomor 1983/Pid.B/2018/PN.SBY.

Sebanyak 73 orang konsumen telah melakukan pembayaran dengan jumlah total Rp 12,5 milyar tersebut, merasa dirugikan akibat terjadinya keterlambatan serah terima unit apartemen RAW sebagaimana yang tertuang dalam Surat Dakwaan.

Terdapat sebanyak 32 dari 73 orang konsumen tersebut, seharusnya telah menerima serah terima unit pada medio Desember 2017. Keterlambatan serah terima unit inilah yang dijadikan dasar laporan pidana.

Dari 73 orang konsumen yang melapor pidana, terdapat 4 orang telah menerima refunds pada 12 Februari 2018, dan ada 40 orang konsumen belum jatuh tempo. Dan sebanyak 32 orang telah jatuh tempo. Namun oleh penyidik dan jaksa, sebagai tersangka dikenai pasal pidana secara bersama-sama melakukan dugaan penipuan dan penggelapan.

Nilai kerugian 32 konsumen yang sudah jatuh tempo sebesar Rp. 6.435.333,688. Sedangkan aset PT Bumi Samudra Jedine yang disita dalam kasus ini nilainya Rp 800 milyar atau 120 kali lipat lebih besar dari nilai kerugian yang diderita korban. “Berdasarka fakta ini, tak berlebihan bila kami berpendapat bahwa peristiwa hukum ini merupakan perkara penipuan paling janggal di dunia,” tutup Bolli. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *