Labhang Mesem Dengan Segala Keunikannya

  • Whatsapp
Labhang Mesem (pintu tersenyum), merupakan salah satu pintu gerbang menuju kompleks Karaton Sumenep terletak di sebelah timur Gedung Nasional Indonesia (GNI) Sumenep, Jawa Timur

SUMENEP, beritaLima – Labeng Mesem merupakan warisan budaya komplek Keraton Sumenep yang dibangun pada masa Raden Ayu Tirtonegoro dan Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara Saod) beserta keturunannya yakni Panembahan Somala dan Sultan Abdurrahman.

**
Mengapa dinamakan Labeng Mesem. Dalam babad Sumenep, ada tiga versi sejarah yang melatari pemberian namanya. Pertama, jaman dahulu pintu gerbang menuju keraton itu dijaga oleh dua orang cebol. Karena yang menjaga orang dengan bentuk kecil, maka tak heran bila sering menghadirkan senyum orang-orang yang melintas di gerbang tersebut. Versi kedua menyebutkan, ruang terbuka yang berada di atas pintu gerbang tersebut merupakan tempat raja untuk mengawasi sekitar keraton. Juga mengawasi putri-putri dan para istrinya yang sedang mandi di Taman Sare. Konon ketika sedang memperhatikan putri dan atau istrinya yang sedang mandi itu, raja tampak mesam-mesem.

Sedang versi lain, menyebutkan suatu ketika Keraton Sumenep berhasil memukul mundur pasukan dari kerajaan Bali. Menyisakan dendam, Raja Bali bermaksud menuntut balas. Mereka pun datang ke Sumenep beserta bala tentaranya. Namun siapa sangka, ketika mereka sudah sampai di depan gerbang keraton amarah yang diselimuti dendam berubah. Menjadi senyum ramah dan penuh persahabatan.
**
Apapun versi sejarah, hal itu adalah dimensi kekayaan intektual yang patut dihormati. Yang jelas, labeng mesem adalah simbol keramahtamahan masyarakat Sumenep sejak ratusan silam dan patut menjadi inspirasi bagi generasi-generasi masa kini dan dimasa mendatang.

Apalagi, sebagai bagian dari masyarakat Sumenep, kita diharapkan ikut serta mensukseskan Program Visit Sumenep 2018. Sebuah ikhtiar kepemimpinan A. Busyro Karim-Achmad Fauzi dalam memanfaatkan segenap potensi wisata di Sumenep. Menurut berbagai kajian, kesuksesan pengembangan wisata
di sebuah daerah membutuhkan modal sosial yang kuat, yakni penerimaan masyarakat terhadap para wisatawan. Daerah-daerah seperti Bali, Lombok, Batam, Banyuwangi yang telah mendunia, memang mengucurkan chost yang tidak sedikit untuk pengembangan wisata, baik dari kran APBD maupun uluran tangan pihak swasta. Tetapi, tanpa modal sosial chost yang besar tersebut akan sia-sia.

Mimpi Kabupaten Sumenep menjadi idola wisata baru masyarakat nusantara dan dunia, patut diapresiasi. Nyatanya, dalam beberapa tahun ini kunjungan wisatawan ke Sumenep meningkat drastis. Tahun 2017 lalu, kunjungan wisatawan nusantara ke Sumenep mencapai 1, 1 juta wisatawan sementara wisatawan mancanegara mencapai 4.015 orang. Bandingkan dengan kunjungan wisatawan di tahun 2014 : hanya 544 ribu wisatawan nusantara dan 378 wisatawan asing.

Tak heran, jika perusahaan penerbangan nasional seperti Wings Air mau melayani penerbangan dua kali sehari Sumenep-Surabaya PP.

Inovasi yang dilakukan A. Busyro Karim dan Achmad Fauzi selayaknya didukung semua pihak. Tanpa inovasi sebuah daerah akan mati. Di tengah dunia yang terus berubah, yang sebagian di drive oleh kecanggihan teknologi informasi, daerah-daerah juga harus berubah. Berubah menjadi lebih baik, lebih berdaya saing di segala bidang, termasuk di sektor pariwisata.

Apa yang dikatakan Mbah Charles Darwin, pencetus Teori evolusi ada benarnya bahwa yang akan bertahan hidup itu bukan yang paling kuat, bukan pula yang paling pintar, tetapi mereka yang paling responsif terhadap perubahan.
***
Dalam konteks personal, kita pun patut mengambil inspirasi hidup dari labeng mesem. Di tengah meningkatnya intensitas konflik sosial pasca pilkada dan menyambut pileg dan pilpres 2019, hiruk pikuk mutasi maupun “ribetisme” kehidupan lainnya, tersenyum adalah obat yang paling mujarab.James Thurber sudah mengingatkan, “Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran”. Kesadaran tidak akan ada, jika pikiran tidak dilandasi hati tenang dan senyum menyungging. Kehidupan bukan untuk dipikirkan, tapi dijalani. Salam super mantap.

(An)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *