JAKARTA, beritalima.com | Tiap 13 Desember Indonesia memperingatinya sebagai Hari Nusantara. Sejarah Hari Nusantara dimulai dari 13 Desember 1957 waktu Deklarasi Djuanda dicetuskan dimana Indonesia mengumumkan ke dunia internasional bahwa laut Indonesia termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Secara geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautannya lebih besar dibandingkan luas daratan sangatlah perlu perhatian khusus guna menjaga keutuhan wilayah NKRI. Selain itu, juga mewujudkan kedaulatan dan keamanan suatu negara. Oleh karenanya negara-negara di dunia perlu menata batas-batas maritim sesuai dengan Hukum Internasional.
Termaktub pada Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 disebutkan wilayah laut terbagi tiga wilayah yaitu laut teritorial, Zona Ekonomi Eklisif (ZEE), dan landasan kontinen.
Dikatakan Denny Felano, ketua isu strategis bidanv hukum Pimpinan Nasional Angkatan Muda Ka’bah (PN AMK) tujuan ditetapkannya landasan kontinen untuk melindungi kekayaan alam di dasar laut pada suatu negara demi kepentingan masyarakat di suatu negara.
Dipertegas dalam amanat konstitusi dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 Bumi, Air dan Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Oleh sebab itu, dalam moment peringatan Hari Nusantara ini Pemerintah Indonesia harus mengoptimalisasi eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam Indonesia yang ada didasar laut dan secara hukum merupakan bagian dari landas kontinen Indonesia,” kata Denny Felano, Minggu (10/11/2021).
Semangat Deklarasi Djuanda, lanjutnya, harus tetap berkobar sampai saat ini karena sebelum Deklarasi Djuanda wilayah Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939 yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939. Dalam ketentuan tersebut pulau-pulau di wilayah nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya.
Artinya setiap pulau hanya mempunyai laut di sekelilingnya sejauh 3 mil dari garis pantai. Dengan begitu, kapal asing dengan bebas berlayar diantara lait yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
“Sejak dicetuskannya Deklarasi Djuanda tiap kapal yang berlayar di perairan kepulauan Indonesia tidak lagi bebas,” sambung Denny.
Dngan demikian Deklarasi Djuanda telah mempertegas laut-laut antar pulau di wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan NKRI.
“Artinya sejak Deklarasi Djuanda, Indonesia menganut prinsip negara kepulauan (Archipelago State),’ jelas ketua isu strategis bidang hukum PN AMK ini.
Ditambahkan Harken, Ketua Ketua Isu Srategis Bidang Kemaritiman menyampaikan bahwa Indonesia telah membuat ketentuan mengenai landasan kontinen yang mengacu pada hukum internasional.
“Aturan ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mempunyai kedaulatan atas kekayaan alam di landas kontinen Indonesia,” papar Harken.
Artinya Indonesia memiliki hak eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut secara wajar di wilayah tersebut, termasuk di dalam lapisan tanah di bawahnya,
“Begitu besarnya potensi sumber kekayan alam Indonesia yang berada di landasan kontinen sudah seharusnya dilakukan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1973 untuk menjaga kekayaan alam dan kedaulatan Negara, dan kami angkatan muda ka’bah sangat mendukung dilakukan perubahan tersebut,” tandas ketua isu strategis bidang kemaritiman PN AMK.
Terpisah Rendhika Harsono, Ketua Umum Angkatan Muda Kabah menambahkan moment Hari Nusantara tiap 13 Desember harus dioptimalkan dengan baik, melalui optimalisasi kekayaan alam laut Indonesia demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Termasuk di wilayah laut diantara pulau- pulau di Indonesia sebagai bagian dari NKRI sesuai dengan Deklarasi Djuanda harus diekploitasi dan diekplore untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia.” ucap Rendhika Harsono. (Edi)