Prihatin Lihat Pelajar PJJ di Kaur Cari Sinyal Hingga Tepi Sungai

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Dapat laporan dan dokumentasi yang beredar saat pelajar di kecamatan Kinal, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu terpaksa mencari sinyal hingga ke trotoar jalan raya dan tepi sungai untuk melakukan pembelajaran secara daring (online). Masalah ini mendapat respon dari Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin.

Ketarangan yang didapat awak media, Selasa (3/8) petang, putera kebanggaan Provinsi Bengkulu ini meminta agar pemerintah bisa menemukan langkah solutif terhadap permasalahan yang terjadi. “Saya mendapatkan laporan dan melihat foto-foto yang beredar desa Gedung Wani, Kaur. Semangat dan kegigihan pelajar mendapatkan akses sinyal demi keberlanjutan pendidikan patut di acungi jempol dan mesti diberikan dukungan sarana prasarana penunjang dari pemerintah,” kata Sultan.

Ditambahkan, ketika metode pembelajaran jarak jauh diberlakukan, sejak awal ia pesimis kebijakan itu akan berhasil secara merata. “Kita semua memahami, secara umum Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) belum efektif diberlakukan di Indonesia.

Namun, pandemi Covid-19 memaksa kita harus siap untuk melaksanakan langkah ini. Sebab, persyaratan terlaksananya PJJ adalah perangkat digital (komputer, laptop, atau gawai), kuota dan jaringan internet yang memadai. Tanpa itu, jelas tidak dapat terlaksana,” tegas Suktan.

Dengan memperhatikan kondisi Indonesia yang beragam dari geografis, demografi dan sosial ekonomi, tentu pelaksanaan pembelajaran online ini tidak bisa dilakukan. Mesti campur tangan pemerintah secara sistemik disetiap tingkatan.

“Dan, buruknya metode PJJ yang dilaksanakan saat ini jika tidak mampu terkelola dengan baik oleh pemerintah justru menimbulkan dampak bagi orang tidak mampu,” kata Sultan.

Bukan tanpa alasan. Menurut Sultan PJJ bisa dilaksanakan untuk sekolah yang punya kapital besar saja; sistem sekolah memadai, pengajar paham iptek, murid berlatar belakang sosial ekonomi menengah atas, dan dukungan fasilitas secara individu maupun masing-masing sekolah.

Tapi, soalnya banyak sekolah yang tidak punya modal. Jadi pembelajaran virtual hanya akan menjadi sistem pendidikan yang meminggirkan bagi mereka yang kurang mampu.

Beruntung mereka yang punya smartphone. “Namun, nyatanya tak semua siswa memiliki smartphone terlebih dahulu. Biasanya mereka harus meminjam smartphone orang tua, kerabat bahkan tetangga. Selain itu ditambah persoalan sinyal yang masih belum dapat diakses seluruh tempat baik di desa maupun pelosok daerah,” jelas dia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) (2019) menyebutkan, rentang usia 5-24 (usia sekolah) baru 53,06 siswa yang menggunakan internet. Dari segi pemanfaatan komputer/personal computer, 31,37 persen digunakan siswa di perkotaan dan 15,43 persen di pedesaan.

“Tanpa kemampuan untuk mengakses internet dan fasilitas peralatannya, pembelajaran secara online tidak akan dapat bekerja dan kualitas pendidikan dikhawatirkan akan menurun,” jelas Sultan.

Demi meningkatkan kualitas sinyal di daerah blank spot, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kaur, melalui Dinas Kominfo berkerja sama dengan Telkomsel membangun tower Telkomsel di tiga Kecamatan yakni Natal, Tetap dan Kinal.

Itu bertujuan penambahan jaringan dalam membantu keluhan masyarakat terkait sinyal yang sering lelet atau kurang bagus dibeberapa daerah.

Bukan hanya di Kaur, saya yakin apa yang terjadi disana juga terjadi didaerah lainnya. Intervensi pemerintah setempat mutlak dilakukan. “Tanpa pemerataan fasilitas dan sarana pendukung lainnya, tentu tidak banyak hal yang bisa kita harapkan dalam tujuan pendidikan pada saat ini,” demikian Sultan Bachtiar Najamudin. (akhir)

beritalima.com

Pos terkait