Tantowi Yahya Beberkan Cara Selandia Baru Maju Dalam Industri Kreatif

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya membeberkan cara negara itu mengelola industri kreatif negara Kiwi itu yang maju pesat sehingga negara itu mendapatkan julukan sebagai ‘Hollywood’ kedua dunia setelah Amerika Serikat.

“Tidak ada yang tahu, kalau Selandia Baru itu menyandarkan ekonominya pada industri kreatif,” ungkap Tantowi saat menjadi narasumber dalam webinar ‘Scale Up Industri Kreatif’ yang diselenggarakan YES Preneur Bidang UMKM Partai Gelora Indonesia di Jakarta, Minggu (21/3).

Menurut Tantowi, perekonomian Selandia Baru tak hanya ditopang sektor industri kreatif saja, juga sektor pertanian, peternakan serta pariwisata yang memberikan kontribusi paling besar perekonomian Selandia Baru.
“Namun, industri kreatif ini, semakin lama memberikan kontribusi semakin besar pada perekonomian Selandia baru,” kata politisi Partai Golkar ini.

Tantowi mengungkapkan, film-film box office Hollywood seperti Lord of The Ring, The Hobbit, Iron Man, Tin Tin dan lain-lain diproduksi di Selandia Baru. “Film itu adalah produksi Selandia Baru. Jadi, di Wellington itu ada pusat perfilman. Dan, 10 tahun terakhir disebut Hollywood terbesar kedua di luar Amerika Serikat,” jelas dia.

Studio-studio di Selandia Baru, selain memproduksi film-film box office, juga memproduksi film kolosal serta menjadi gudang post production pembuatan animasi dan efek-efek film tingkat tinggi. Post production atau pascaproduksi salah satu tahap dari proses pembuatan film. “Industri kreatif telah menghasilkan ratusan juta dollar bagi perekomomian negeri kecil ini,” kata dia.

Selandia Baru diketahui yang terbaik dalam industri kreatif, karena menjalin aliansi global dengan banyak negara. Mereka menarik sumber daya manusia dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia untuk didik dijadikan tulang punggung (backbone) di Selandia Baru.

“Banyak orang Indonesia yang bekerja di Selandia Baru. Anak-anak muda kita menjadi tenaga andalan untuk membuat film box office. Jadi, kalau nonton film Hollywood sepertii Iron Man, The Hobbit ada sentuhan tangan anak-anak Indonesia. Bayarannya mahal,” papar Tantowi.

Selandia Baru juga menjalin aliansi global dengan Hongkong dan China dalam memproduksi film kolosal legenda kerajaan China ratusan tahun lalu. “Film itu tidak hanya sukses di Hongkong dan China saja, tapi juga di seluruh dunia. Aliansi-aliansi ini, kata kunci dari survival industri kreatif,” tegas Tantowi.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Muhammad Anis Matta. Dia menekankan perlunya kolaborasi untuk memajukan industri kreatif, sehinga menjadi backbone atau tulang punggung ekonomi nasional. “Industri film bisa berkolaborasi dengan Neflix atau Disney. Lalu, musik kolaborasi dengan musisi untuk mendukung pengembangan pariwisata,” kata Anis.

Aliansi global, menurutnya, diperlukan untuk meningkatkan kualitas industri kreatif di tanah air. Jepang dan Korea, kata Anis, telah menjadikan industri kreatif sebagai penumpang ekonomi makronya, selain teknologi.

“Industri kreatif di Jepang dan Korea, apakah mereka bisa berkembang sendiri, tentu tidak. Ada campur tangan dari Amerika yang menjadikan sekutu mereka di kawasan Asia Pasific, bersama Taiwan. Sehingga ada investasi, transfer teknologi dan market,” katanya.

Nah, Indonesia sebagai pemimpin ASEAN dan kekuatan utama di dunia Islam bisa melakukan aliansi global baik dengan Amerika Serikat maupun China, yang saat ini menjadi kekuatan global selain Rusia.

“Tapi kita belum pandai menempatkan diri seperti Jepang dan Korea. Amerika dan China itu butuh Indonesia, sehingga butuh kelincahan dalam politik agar tidak menjadi outsider,” katanya.

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia menegaskan, jika Indonesia masuk dalam aliansi global tersebut, dan menjadi pemain global. Maka dalam skala makronya bisa menjadikan industri kreatif sebagai tulang punggung perekonomiam.

“Baru setelah itu skala mikronya. Kita bisa men-scale up (berkembang menjadi perusahaan besar, red) industri kreatif ini lebih cepat tumbuh dengan dikasih infrastuktur, finance, edukasi dan market,” demikian Muhammad Anis Matta. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait