Terkait Amandemen UU NRI, Bamsoet: Harus Ada Lembaga Tertinggi Negara dan Semacam GBHN

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) harus dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara. Soalnya, setelah UUD 1945 diamandemen, sampai saat ini tidak ada lagi lembaga tertinggi negara.
MPR RI hanya menjadi lembaga tinggi negara, sama kedudukannya dengan DPD RI, DPR RI, BPK RI, Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung dan Lembaga Kepresidenan.

“Harus ada lembaga tinggi negara. Ini sistem ketata negaraan yang harus kita tata kembali. Bila terjadi sengketa antara lembaga negara tersebut, siapa yang harus menyelesaikannya. Jadi, ke depan perlu ada kembali lembaga tertinggi. Posisi yang paling tepat untuk itu adalah MPR RI karena lembaga ini adalah gabungan DPR RI dan DPD RI yang dipilih langsung oleh rakyat,” ungkap Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.

Hal ini diungkapkan politisi senior Partai Golkar tersebut dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema ‘Refleksi Akhir Tahun MPR 2019’ dengan nara sumber Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo serta Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin yang digelar Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/12).

Cuma yang menjadi pertanyaannya selalu menggelitik banyak orang, karena pobia dengan MPR masa lalu, ini yang harus dipikirkan. Bukan berarti MPR RI ingin kembali menjadi lembaga tertinggi negara tetapi sebagai sistem ketata negaraan kita juga harus jelas.

Artinya, kalau tidak ada yang lebih tinggi, tertinggi, lalu bagaimana kalau

ada konflik diantara lembaga-lembaga yang sejajar, siapa yang mengambil inisatif penyelesaiannya, kan tidak ada. Itu pentingnya harus ada lembaga negara yang bertugas menjadi penengah atau menyelesaikan konflik itu.

Selain mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, lanjut Bamsoet, juga perlu dihadirkan semacam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN tersebut dimaksudkan agar bangsa ini punya penataan, perencanaan jauh ke depan, tidak seperti sekarang.

Dengan begitu, presiden yang memimpin negara ini punya arah, peta ke mana bangsa ini akan dibawa, apa ke satu tujuan yaitu negara kesejahteraan dan negara berkemajuan. “Itulah kira-kira tujuan pentingnya kita memiliki haluan negara, sebab kalau tidak, setiap presiden yang terpilih nanti bisa meninggalkan legacy yang diteruskan presiden berikutnya.”

Kalau dikasih baju undang-undang, lanjut Bamsoet, ini rentannya dimentahkan oleh presiden berikutnya. Bahkan mematahkannya cukup dengan perpu. ”

Kalau haluan negara, tentu tidak mudah buat presiden yang berkuasa untuk mengubahnya, harus melalui amandemen pula,” kata dia.

Dengan perencanaan jangka panjang seperti Singapura, China dan negara maju lainnya, bukan hanya presiden berkuasa harus menjalankan apa yang sudah direncanakan tetapi gubernur, bupati atau wali kota harus mengikutinya. “Tidak ada lagi guberbur, bupati atau wali kota tidak mengikuti program yang sudah dibuat melalui haluan negara itu.”

Selain itu juga perlu dipikirkan bagaimana masalah keberadaan DPD. “Saya berpandangan DPD harus diperkuat. Keberadaannya tidak seperti sekarang. DPD RI harus didorong agar keberadaannya berdaya guna. Untuk itu kewenangannya perlu ditambah terutama menyangkut soal daerah.”

Dari masukan yang diterima pimpinan MPR RI dalam silaturahmi kebangsaan ke pimpinan partai politik, pimpinan ormas keagamaan, banyak masukan buat lembaga ini terkait amandemen UU NRI mulai dari perlu tidaknya gubernur, bupati atau wali kota dipilih langsung atau dikembalikan ke DPRD. Ini masih harus dilakukan pendalaman. Yang pasti, semua sepakat presiden dan wakil presiden saja yang harus dipilih langsung oleh rakyat,” demikian Bambang Soesatyo. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *