Badut dan Masa Kecil Anak yang Perlahan Menghilang

  • Whatsapp
sumber foto :instagram/dedydelon

beritalima.com | Pernahkah kamu melihat seseorang yang berprofesi sebagai badut pada jaman sekarang ini? Sempatkah kamu terpikirkan alasan mereka tetap bertahan menjadi badut padahal pasar mereka telah habis? miris memang melihat banyaknya pamflet ‘Badut Ulangtahun’ sekarang jarang terlihat, padahal dahulu adanya badut ulangtahun merupakan salah satu data wajib dalam ulang tahun anak anak.

Tragis memang, perbedaan yang signifikan sering kali membuatku bangga bahwa masa kecilku diisi dengan badut badut yang melakukan sulap pemula hanya untuk membuat teman temanku tertawa. aku mulai sadar badut masa kecilku berkurang dan digantikan oleh tablet mainan anak yang entah kenapa aku sangat miris melihatnya, bagaimana mungkin anak sekecil itu orangtuanya tega menghilangkan dunia main anak mereka hilang hanya dengan menghadiahkan smartphone atau tablet berisi mainan virtual?

Saat ku kecil, aku ingat ulang tahun ke-5 aku rayakan bersama badut biru, yang bahkan aku tidak tahu karakter apa yang ia bawa tapi entah kenapa hatiku senang melihatnya.

Saat ku kecil, pikiranku sempat tertuju pada pertanyaan “siapa dibalik badut tersebut?”. Aku melihat badut tersebut menghibur orang lalu lalang menggunakan maskot sebuah game anak virtual pada acara perayaan ulang tahunnya. Miris bukan? badut yang menjadi hiburan anak jaman dahulu, saat ini menjadi penghibur pada acara perayaan sebuah game virtual yang menghancurkan pekerjaannya secara perlahan.

Mulai beranjak dewasa aku tahu banyak diantara mereka yang sudah berusia lanjut dan pontang panting mencari job badutnya hanya untuk makan anak dan isterinya. Saat ini baru aku sadari bahwa semakin lama kita mulai menghilangkan pekerjaan manusia dan diganti oleh smartphone.

Kadang terpikir olehku, kemana anaknya? mengapa tega membiarkan orangtuanya dibawah terik matahari dan dibalik kostum tebal yang aku tahu bahwa kostum tersebut sangat panas jika digunakan dibawah terik matahari. Apa mereka paham bahwa pasarnya saat ini sudah habis? tidak banyak yang bisa mereka dapat dari pekerjaan tersebut, jawaban mereka cukup simple tapi buatku tersentak ” Ada perasaan yang enggak bisa saya jelaskan waktu itu, tapi begitu saya melihat badut untuk pertama kalinya, saya tahu saya ingin menjadi badut untuk hidup. Saya lahir sebagai badut, mati pun sebagai badut,” kata Dedy, seorang yang berprofesi sebagai badut, dengan bangga.

Masquita Pragistari, mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta program studi Jurnalistik.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *