Bea Cukai Produk Plastik dan MBDK Dicanangkan, Bukan Semata-mata Pendongkrak APBN

  • Whatsapp

SURABAYA, Sejak direncanakannya pemberlakuan bea cukai untuk produk plastik dan minuman berpemanis dengan kemasan (MBDK) melalui Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 130/2022, sejumlah diskusi terus dilakukan pemerintah. Berkaitan dengan itu, pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo PhD menganggap rencana tersebut perlu dilakukan.

“Bea cukai itu berfungsi untuk mengendalikan konsumsi berlebih komoditas yang dianggap membahayakan kesehatan dan lingkungan. Plastik banyak menyebabkan pencemaran dan sulit diurai sehingga jika tidak dikendalikan akan menggerus keberlangsungan hidup manusia dalam jangka panjang,” ungkap Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB Unair itu.

Sarankan Kampanye

Meski demikian, Rossanto tidak setuju ketika bea cukai produk plastik dan MBDK dikatakan sebagai pendongkrak APBN.

“Jumlah target penerimaan untuk kedua produk ini tidak sebanding dengan produk sebelumnya, seperti misalnya rokok atau tembakau sehingga bukan untuk itu (mendongkrak APBN, red),” tuturnya.

Lebih dari itu, ia melanjutkan bahwa dana cukai dapat dialokasikan untuk kampanye pada khalayak mengenai bahaya produk plastik. Selama ini, cara tersebut kerap dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

Aspek yang Perlu Ditinjau

Untuk peraturan yang bersifat jangka panjang, Rossanto menganggap bahwa pemerintah perlu mengadakan penyesuaian bagi beberapa industri.

“Menurut saya, perlu ada pemberian rate bea cukai antara UMKM dengan perusahaan-perusahaan besar. Misalnya, untuk UMKM, diberi rate maksimum 5 persen, sedangkan perusahaan besar diberi rate maksimum 20 persen,” ungkap Rossanto.

Selain itu, pemerintah perlu membuat road map yang jelas mengenai apa saja yang perlu dilakukan dan kebijakan apa saja selain dari pemberlakuan bea cukai ini terhadap plastik dan MBDK.

Perubahan Lifestyle

Sejatinya, Rossanto juga menekankan bahwa langkah strategis ini bukan hanya ditujukan untuk produsen, melainkan juga konsumen.

“Harapannya tentu masyarakat dapat lebih aware. Masyarakat tidak boleh beranggapan bahwa konsumsi plastik dan produk berpemanis dengan kemasan ini tidak akan ada masalah ke depannya,” pesannya.

Alternatif pengganti plastik dapat mulai digaungkan, contohnya dengan menggunakan kertas atau bahan yang dapat diolah kembali. Rossanto menyebut bahwa peraturan ini perlu mendapat dukungan dari seluruh masyarakat agar tujuan awal dapat terealisasikan. (Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait