Cipayung JMP Surabaya : Pendidikan Formal Rawan Masuknya Radikalisme

  • Whatsapp

Surabaya, beritalimacom– Mahasiswa Surabaya yang tergabung dalam Kelompok Cipayung JMP Surabaya yang terdiri dari GMKI, GMNI, PMKRI dan HMI merayakan Hari Pendidikan Nasional dengan melakukan aksi turun ke jalan dan mengkritisi perihal pendidikan di Surabaya Selasa, 02/05.

Kegiatan itu diawali dengan ‘longmarch’ dari Kawasan Mangga Dua Wonokromo, Surabaya sampai dengan Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya berjalan dengan semangat juang Mahasiswa. Dengan thema “Meneguhkan pendidikan sebagai dasar berbangsa dan bernegara yang berdikari tanpa adanya diskriminasi”. Cipayung JMP + Surabaya menganggap bahwa masih banyak tugas dari dinas pendidikan yang belum selesai.

Menurut Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI Surabaya Sultan Hermanto Sihombing, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) merupakan momentum yang selalu diperingati oleh warga Republik Indonesia, tepatnya 2 Mei seluruh warga Indonesia memperingati momentum tersebut dengan melakukan upacara Nasional. Namun ada yang berbeda di beberapa kota di Indonesia, termasuk di Kota Surabaya.

“Momentum pendidikan hari ini adalah sebagai momentum yang tepat menyuarakan pendidikan tanpa diskriminasi. Pemaparan yang disampaikannya dimulai ketika pendidikan sudah menjadi sarang radikalisme. Kita lihat kondisi bangsa saat ini , semakin lama semakin banyak diskriminasi pendidikan, baik diskriminasi suku, agama maupun ras. Apalagi diskriminasi agama saat ini semakin meraja Lela bahkan memasuki tingkat Sekolah Dasar,” kata Sultan.

Pendidikan agama yang berbasis kebangsaan lanjut Sultan, adalah jawaban dari permasalahan bangsa saat ini. Ia menganggap bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati sehingga dinas pendidikan perlu melakukan upaya pencegahan radikalisme , dari pada melakukan pengobatan.

“Institusi pendidikan adalah landasan awal individu untuk berkembang dalam pemikiran, ketika dikatakan masyarakat Indonesia radikal maka ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia,” lanjutnya.

Selanjutnya aksi longmarch dan unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya dilanjutkan dengan audiensi yang diterima langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Dr. Ikhsan, S.Psi., MM.

Pada forum audiensi tersebut, Ketua Cabang GMKI Surabaya, Bradlee Yosua menekankan supaya Dinas Pendidikan bersama dengan organisasi mahasiswa yang sesungguhnya adalahi mitra kritis pemerintah harus lebih berusaha menekankan lembaga pendidikan formal yakni sekolah-sekolah di Surabaya, agar lebih menginternalisasi nilai-nilai Kebhinekaan pada setiap aspek sistem pengajaran.

Karena menurut Bradlee hasil analisis dan kajian yang pernah dilakukan, bahwa anak-anak, remaja hingga dewasa yang merupakan peserta didik semakin susah menerima perbedaan dalam kehidupan sehari hari.

” Hal itu dibuktikan dengan meningkatkan konflik dan perselisihan yang berbau sara di tengah masyarakat. Harapannya, pendidikan formal dapat mencegah dan mengatasi problematika tersebut,” kata dia.

Sementara itu koordinator Lapangan, Enos Patiung, ditemui beritalima.com menyampaikan bahwa aksi ini tidak menjadi seremonial semata. Isu pendidikan dalam kaitannya dengan Kebhinekaan dan Radikalisme akan tetap digumuli dan dicarikan solusi atas problem yang terjadi.

“Mahasiswa sebagai kaum terdidik harus aktif menjadi ‘frontliner’, dalam mengadakan kajian dan tindakan nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, yang berdikari dan tanpa diskriminasi,” katanya.

Adapun tuntutan itu, kepada dinas pendidikan adalah :

  • Mendorong diterapkannya suatu pendidikan agama dan budaya yang berbasis kebangsaan. Hal ini merupakan problematika mendasar karena mencermati kondisi bangsa Indonesia yang multi-ethnic dan multi-religion sebagai suatu kearifan lokal. Secara logis memiliki konsekuensi untuk tumbuhnya suatu variasi kehidupan (keragaman). Maka inisiasi yang tepat adalah bagaimana internalisasi nilai-nilai kebangsaan menjadi suatu gerbang awal pendidikan sejak dini yang tersampaikan dalam setiap pembelajaran agama dan budaya, sehingga dalam mewujudkan cita-cita hidup dalam kebhinekaan tidak ada sesuatunya pun yang ternodai bahkan terlukai.
  • Mendorong revitalisasi nilai-nilai pancasila dalam setiap pembelajaran sebagai suatu upaya reformasi pendidikan nasional. Karena bersumber dari nilai-nilai inilah falsafah hidup khalayak bangsa Indonesia dijalankan.
    Memberikan ruang terbuka kritis bagi sistem pendidikan.
  • Menjadi wadah dan kesempatan evaluatif untuk terus memberikan respon atas berjalannya sistem pendidikan. Ini menjadi salah satu tolak ukur terbukanya sistem pendidikan nasional menuju pendidikan yang berkemajuan. 
  • Kanalisasi radikalisme dalam lembaga formal maupun informal di setiap jenjang pendidikan. Sudahpun diketahui bersama bahwa bangsa ini sudah final dengan ideology pancasilanya, yang sudah seharusnya menindak tegas upaya radikalisasi dalam bentuk apapun. Jika upaya kanalisasi radikalisme ini tidak berjalan maksimal, sesungguhnya ini menunjukkan kegagalan bangsa ini dalam merangkai perbedaan.
  • Menegaskan penggunaan basis pendidikan dengan kurikulum 2013 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di kota Surabaya.

Setelah menyampaikan kritik, ide dan gagasannya, Kelompok Cipayung JMP + Surabaya kembali dan membubarkan diri sambil mendengungkan lagu kebangsaan dan perjuangan. Aksi yang berlangsung hingga pukul 16.00 ini berlangsung dengan damai, tidak ada kericuhan yang menggangu keamanan dan ketertiban umum. (Red)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *