Di Kediri, LaNyalla Rinci Poin Penting RUU Pelayanan Publik Inisiatif DPD RI

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengungkap latar belakang DPD RI mengajukan usulan Rancangan Undang-undang Pelayanan Publik. Menurut dia, RUU ini diajukan sebagai pengganti UU No: 25/2009.

 

Itu disampaikan LaNyalla dalam zoominar tentang Transformasi Digital Pelayanan Publik dengan Artificial Intelligence, Big Data dan Smart Block Chain, yang diadakan Pusat Studi Politik Pembangunan Daerah (PSP2D) dan Pusat Kajian, Advokasi Persaingan Usaha (PUSKAPU), Rabu (28/7).

 

LaNyalla menjelaskan, DPD RI menilai aturan mengenai pelayanan publik harus diperbarui untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Dalam naskah akademik RUU Pelayanan Publik baru, DPD RI mempersiapkan design legislasi Pelayanan Publik yang modern, inovatif dan partisipatif dengan memperhatikan perkembangan globalisasi dan demografi khususnya untuk generasi millennials.

 

“Pengaturan dalam RUU Pelayanan Publik diharapkan mampu menjawab tantangan untuk 10 tahun ke depan. Terlebih dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, yaitu Artifial Intelligence, Bigdata, Block Chain, Nano teknologi dan sebagainya, Indonesia harus mampu mengadopsi semua hal tersebut dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia,” ungkap LaNyalla di sela reses di Kediri.

 

Senator Dapil Provinsi Jawa Timur itu merinci sejumlah pertimbangan mengapa DPD RI mengusulkan RUU pengganti UU No: 25/2009, sekaligus mengungkap perbedaannya.

“Paradigma UU No: 25/2009 masih pada penyelenggaraan pelayanan dengan konsep Governance 1.0, sementara RUU tentang Pelayanan Publik sudah mengedepankan konsep Governance 4.0 di mana teknologi artificial intelligence, bigdata dan blockchain adalah bagian teknologi penunjangnya,” jelas dia.

Kemudian terdapat perbedaan definisi ‘pelayanan publik’ yang berada di UU No: 25/2009 dengan RUU inisiatif DPD RI. RUU Pelayanan Publik yang baru mendefenisikan ulang Pelayanan Publik dengan tujuan agar Indonesia juga harus siap menjadi pemain dunia, khususnya terkait perizinan dan non perizinan yang berkaitan dengan investasi internasional.

 

Dalam RUU Pelayanan Publik juga mengatur secara rigid dan lebih jelas mengenai pengorganisasian Pelayanan Publik, dengan membagi tingkatan kewenangan menjadi Pembina, Organisasi Penyelenggara, Penyelenggara, Penangung jawab dan Pelaksana.

Dalam Naskah RUU Pelayanan Publik, DPD RI memperjelas kedudukan masing-masing tersebut dengan mengatur Hak, Kewajiban dan Larangan, LaNyalla menjelaskan, RUU Pelayanan Publik usul DPD juga mengatur mengenai Pelayanan Publik Berbasis Elektronik, agar penyelenggaraan pelayanan publik dapat mengadopsi perkembangan teknologi.

Selain itu juga soal Kompetensi dan etika Pelaksana, Penyelenggaraan Pelayanan Publik di mana dalam RUU itu mengatur tentang kompetensi dasar dan kompetensi khusus serta bagaimana etika penyelenggaraan yang semestinya dimiliki pelaksana pelayanan publik.

 

“Juga terdapat Inovasi Pelayanan Publik pada RUU Pelayanan Publik, yang diatur dalam Bab khusus. Hal ini merupakan bagian dari kesadaran kita bahwa pelayanan publik harus secara terus menerus diperbaiki demi mewujudkan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat,” terang LaNyalla.

 

Menurut alumnus Universitas Brawijaya ini, terdapat penambahan asas baru pada RUU Pelayanan Publik, yaitu asas Legalitas, Spiritualitas, Keseimbangan hak dan kewajiban, Inklusifitas, Integritas, Pelayanan prima dan kerja sama.

 

LaNyalla mengatakan, RUU inisitif DPD RI juga mengatur afirmasi kepada kelompok rentan dalam Bab khusus dan telah disesuaikan dengan semangat Sustainable Development Goal’s (SDG’s), sehingga tidak ada yang merasa ditinggal.

 

“Kerja sama, kemitraan dan partisipasi penyelenggaraan Pelayanan Publik, juga disesuaikan dengan tren saat ini dengan mengadopsi konsep Pentahelix Model di mana seluruh elemen dapat berkolaborasi di dalam menyelenggarakan Pelayanan Publik,” jelas LaNyalla.

 

Tidak hanya itu, RUU Pelayanan Publik yang baru pun mengatur Audit dan pengawasan pelayanan publik. Pengaturan tentang hal ini diharapkan akan membantu Pembina dan Penyelenggaraan di dalam upaya perbaikan agar pelayanan publik tersebut terselenggara secara efektif, efesien dan akuntabel.

 

LaNyalla menambahkan, terdapat juga soal penyelesaian pengaduan dan ganti rugi sebab pengaduan yang selama ini dirasakan tidak ringkas dan sederhana. RUU pun menyederhanakan penguatan Ombudsman sebagai Lembaga Pelaksana Ajudikasi Khusus.

“Demikian pula untuk pelayanan yang berbayar, maka masyarakat yang merasa dirugikan berhak untuk mendapatkan ganti rugi,” demikian AA LaNyalla Mahmud Mattalitta.

(akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait