Gus Ipul : Santri Harus Punya Daya Saing

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com – Salah satu tantangan dalam era globalisasi saat ini adalah daya saing. Terlebih lagi memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dimana kita tak hanya bersaing dengan provinsi lain tapi juga negara lain. Untuk itu, santri-santri lulusan pondok pesantren harus memiliki daya saing agar tak kalah dalam persaingan global saat ini.

“Santri dalam hal hubbul wathan atau cinta tanah air dan soal agama tak hanya paripurna, tapi juga sudah menjadi bagian sejarah Indonesia. Sekarang bagaimana mereka bisa meningkatkan kesejahteraan dengan memperkuat diri di bidang ekonomi. Salah satunya dengan meningkatkan keterampilan berbisnis atau berwirausaha,” kata Gus Ipul, sapaan lekat Wagub Jatim saat memberikan kuliah umum “Politik Santri Dalam Membangun Demokrasi” di Kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Ketintang, Selasa (14/3)

Gus Ipul mengatakan, selain daya saing, faktor yang tak kalah penting adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Menurutnya, masih banyak orang Indonesia yang hanya mengenyam pendidikan hingga SMP atau SMA. Sedangkan salah satu standar lulusan pendidikan di internasional adalah sarjana. “Pendidikan menjadi faktor penting dalam menunjukkan kualitas seseorang. Dengan pendidikan yang baik, otomatis dia akan memiliki daya saing yang tingi,” katanya.

Selain daya saing dan SDM, lanjut Gus Ipul, salah satu faktor yang harus disiapkan adalah pembangunan infrastruktur. Ia mencontohkan, pengiriman barang melalui kapal dari Surabaya ke Makassar bisa jadi lebih mahal ketimbang ke Singapore. Karena ketika kapal kembali ke Surabaya, dalam keadaan kosong alias tidak mengangkut barang. “Artinya tidak efisien, karena infrastruktur ini mendukung daya saing. Itulah pentingnya logistic dan connectivity dalam perdagangan, terutama dalam menghubungkan daerah satu dengan yang lain. Terlebih lagi Jatim adalah hub Indonesia bagian timur,” ungkapnya.

Menurutnya, salah satu masalah besar saat ini adalah soal kesenjangan. Dimana 50 persen kekayaan negara hanya dikuasai 1 persen penduduk Indonesia. “Saat ini kesenjangan dalam titik tertinggi. Belum lagi ketimpangan antara Jawa dan luar pulau Jawa. Mampukah demokrasi mengatasi kesenjangan ini,” katanya.

Ditambahkannya, keberadaan santri di Indonesia sangat berpengaruh. Sebagai negara mayoritas Islam, santri di Indonesia mampu hidup rukun dalam kebhinekaan. Pada dasarnya mereka semua santri yang menjalani kehidupan berdasarkan keimanan pada Allah SWT. “Santri tidak eksklusif tapi inklusif. Santri di Indonesia mau menerima pandangan yang berbeda,” katanya.

Lebih lanjut menurutnya, saat ini santri lewat proses politik ikut melahirkan Indonesia baru yang demokratis. Indonesia sering menjadi inspirasi negara lain karena negara dengan mayoritas muslim tapi bisa mengembangkan demokrasi dengan baik. “Tidak semua negara bisa menjalankan sistem pemilu one man one vote. Kita bisa menggunakan sistem ini. Hal ini sangat baik bila dibandingkan negara mayoritas muslim lainnya yang sedang dilanda konflik,” katanya.

Sementara itu, pakar sosiologi politik, Prof. Dr Zainal Maliki, M.Si mengatakan, konsep di negara ini harus melahirkan generasi yang punya daya saing. Siapa yang survive adalah mereka yang akan menang. Menurutnya kebanyakan pendidikan santri tidak diajarkan untuk sukses di industri. Sehingga santri harus diajarkan kreatif dan berani ambil resiko.

Kuliah umum ini diikuti ratusan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya. Acara ini turut dihadiri Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono, MS dan Dekan FISH Unesa, Prof. Dr. Sarmini, M.Hum. (**)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *