Ketua MPR RI : Persoalan Utama Bangsa Indonesia Adalah Masalah Ketimpangan Sosial

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Simposium Nasional dengan tema Sistem Perekonomian Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rabu (12/7/2017) dihadiri Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla, Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, Menko Perekonomian Darmin Nasution, pimpinan komisi/komite DPR RI/DPD RI, serta pimpinan dan anggota badan di lingkup MPR RI.

Dikatakan Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI, Ir. Rully Chairul Azwar dalam simposium nasional tersebut, ia mengatakan sangat relevan berkenaan dengan peringatan hari Koperasi, tiap tanggal 12 Juli, melakukan refleksi ulang ataa pemikiran para pendiri bangsa berkaitan dengan cita moral Indonesia yang merdeka, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai sila kelima Pancasila.

Presiden RI pertama Soekarno mengkritik sistem ekonomi liberal Adam Smith yang dijiwai faham individualisme dan liberalisme. Beliau menganggap konsep Sosio-Demokrasi (sosio-democratie), yaitu demokrasi dengan kesejahteraan. Sedangkan Mohammad Hatta menegaskan, dasar perekonomian rakyat Indonesia adalah usaha berasaskan kekeluargaan/kolektivisme bernama koperasi yang menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental.

Mereka berdua menolak faham kapitalisme dan liberalisme karena dinilai sebagai akar terjadinya ketimpangan sosial. Menurutnya menjadi persoalan bangsa, hal ini pun tercatat pada bulan September 2016 sesuai data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa indeks rasio GINI Indonesia masih msnyentuh angka 0,394. Ketimpangan merupakan akar konflik sosial, kejahatan dan kekerasan yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

“Persoalan utama bangsa Indonesia bukanlah persoalan ekstrim kiri dan ekstrim kanan, melainkan masalah ketimpangan sosial,” tandas Zulkifli Hasan, Ketua MPR RI saat sambutan kepada peserta simposium nasional.

Ditambahkan Rully, patut menjadi renungan bagi bangsa Indonesia, karena tujuan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai sila kelima Pancasila telah disusun rancang bangun pada pasal 33 UUD 1945. “Pancasila tidak menghendaki kapitalisme dan liberalisme sebagai sebuah sistem perekonomian yang dipraktikan dalam negara Indonesia merdeka, namun fakta yang terjadi tidaklah demikian,” imbuh Rully dalam sambutannya.

Oleh karena itu ditegaskan Rully, pimpinam MPR RI menugaskan Lembaga Pengkajian MPR RI, sebagai alat kelengkapan MPR, yang berfungsi sebagai laboratorium konstitusi, melakukan pengkajian atas topik ini. Proses pengkajian dimulai sejak bulan Februari 2017 melalui serangkaian diskusi pleno internal lembaga dan diskusi terbatas dengan menghadirkan para pakar dan tokoh bangsa.
Pada kesempatan yang sama, Zulkilfi Hasan mengapresiasi adanya simposium ini. Baginya simposium ini penting dalam membicarakan mengenai tujuan bangsa Indonesia merdeka, berbangsa, dan bernegara. Terutama mengenai setiap warga negara berhak untuk hidup sejahtera.

“Pasal 33 jelas bunyinya, negara bersumpah melindungi segenap Tanah Air. Sila kelima, keadilaan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Zulkifli.
Ia mengatakan bahwa tahun ini sebenarnya merupakan tahun untuk mengurangi kesenjangan. Namun pada faktanya banyak orang yang mengaku kepadanya bahwa ketimpangan sosial masih terus terjadi di beberapa daerah, dalam hal ini masalah kekayaan alam.

“Misalnya, di Kalimantan lahannya luas. Namun jika hasil pertaniannya harganya naik, tidak segembira di Sulawesi Selatan. Kalau di Sulawesi Selatan gembiranya luar biasa karena hasil pertanian dikelola oleh banyak rakyat. Kalau di Kalimantan dikelola oleh perkebunan besar,” ucapnya.

Dirinya menambahkan, saat ini banyak lahan-lahan rakyat dirampas oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan besar. Padahal, arti dari Pancasila itu gotong-royong, senasib sepenanggungan, dan kebersamaan.
“Kehilangan ekonomi tradisional, jadinya enggak bisa bertani karena berubah jadi daerah pertambangan dengan izin selembar kertas milik seseorang,” jelasnya.

Ia berharap hasil simposium ini menjadi masukan bagi MPR dalam tugasnya sebagai konstitusi untuk mengkaji sistem kenegaraan konstitusi dan pelaksanaannya. “Juga membicarakan sistem perekonomian nasional,” ucapnya.

Pelaksanaan simposium bertepatan dengan peringatan Hari Koperasi ke-70 yang jatuh pada hari ini. Sebelum mengadakan simposium, Lembaga Pengkajian MPR telah melakukan proses kajian yang dilakukan sejak Februari 2017, melalui serangkaian diskusi terbatas yang menghadirkan beberapa tokoh ekonomi.
Lebih lanjut, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang didampingi Ketua MPR RI, memukul gong Pembukaan Simposium Nasional, dengan tema “Sistem Perekonomian untuk mewujudkan Kesejahteraan Sosial sesuai UUD 1945”. dedy mulyadi

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *