Mantan Humas BNN: Darurat Narkoba Hanya Sekadar Statement Jokowi?

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.cm– Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu yang menyebut Indonesia dalam kondisi darurat narkoba tidak diikuti langkah konkret dalam penanggulangannya.

“Apa itu hanya sekadar statement saja?” ungkap mantan Kabag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol Sulistiandriatmoko dalam diskusi bertema ‘Narkoba dan Kehancuran Kedaulatan NKRI’ di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/3) petang.

Kalau dinyatakan kondisinya darurat, jelas perwira menengah Polri itu, tentu harus disediakan anggaran khusus untuk menanggulanginya. Juga harus ada Satuan Tugas (Satgas) yang rang-orangnya juga khusus serta ada pula tenggang waktu khusus untuk menyelesaikannya.

“Bahkan metode dan cara kerjanya pun khusus seperti yang terjadi bencana alam dengan anggaran khusus dan ditentukan waktunya. Orang yang menangani khusus, tidak semua orang bisa. Harus dikasih tenggang waktu berapa lama untuk bisa menyelesaikannya,” kata dia.

Diungkapkan, Budi Waseso (Buwas) ketika dipercaya menjadi Kepala BNN pernah mengeluhkan tidak adanya kepedulian yang siginifikan dari kementerian maupun lembaga non kementerian dalam pemberantasan barang haram yang merusak anak bangsa ini.

“Saya lelah menjadi kepala BNN. Saya sudah berdarah-darah, tetapi kepedulian dari kementerian maupun lembaga non kementerian yang lain belum signifikan seperti yang diharapkan,” kata Sulistiandriatmoko menirukan keluhan Buwas.

Anggota MPR RI, Henry Yosodiningrat menegaskan, kejahatan narkotika di Indonesia sudah masuk sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan sindikat dengan tujuan untuk menghancurkan bangsa Indonesia dengan cara konsepsional dan sistematis yaitu melakukan pembusukan terhadap generasi muda.

Karena itu, ungkap anggota Komisi III DPR RI ini, dirinya pernah menulis surat kepada Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) karena UU yang ada tidak memadai untuk memberantasi penyalahgunaan narkoba.

UU Narkotika hanya 155 Pasal. Dari 155 pasal itu, hanya 37 pasal yang memberikan kewenangan kepada BNN melakukan tindakan, selebihnya merupakan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Ke depan, Henry yang sebelum menjadi wakil rakyat merupakan lawyer tersebut berharap kepada BNN agar tidak mendua. Kalau BNN mau mencegah masuknya narkoba jangan hanya mencegah dari pintu-pintu masuk.

“Tidak akan mampu memberantasnya dengan mencegah dari pintu masuk. Soalnya, pintu masuk barang haram itu ke Indonesia ribuan. Pantai hampir 100.000 kilometer, pelabuhan konvensional banyak serta belum lagi jalan tikus. Komitmen moral para penegak hukumnya masih kurangi. “Kalau mau mencegah harus dilakukan dari negara asal.”

Dalam kaitan dengan penegakan hukum dan pemberantasan, Henry mengusulkan dibentuknya lembaga khusus, ada satu bidang khusus di BNN itu.

“Kalau lembaga khusus itu dari Polri, harus anggota Polri dengan sosok yang menakutkan, yangtidak ada kompromi. Kalau perlu Polisi yang kejam. Mestiya kita harus mempunyai kepala BNN yang ‘gila’. Semua sudah kita lakukan, satu yang belum kita lakukan, meniru cara pemerintah Philipina,” ujar Henry.

Taufiqulhadi dari Fraksi Nasdem, juga sepakat UU Narkotika diperbaiki.
“Saya sepakat bahwa memang UU narkotika harus dibenahi kembali, agar bisa dibedakan antara pengguna dengan pengedar,” jelas anggota Komisi III DPR RI tersebut.

Menurut dia, UUyang ada sekarang tidak bisa membedakan hukuman antara korban, pengguna dan pengedar. Seharusnya kalau memang ada hukuman harus ditegaskan hukumannya.

“Hukumannya adalah rehabilitasi, jadi tetap saja ada prinsip hukuman. Menurut saya rehabilitasi adalah teap saja kita anggap sebagai hukuman,” demikian Taufiqulhadi. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *