Pangi Chaniago: MPR Harus Diperkuat Melalui Amandemen Konsti

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ruh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI harus diperkuat melalui amandemen konstitusi agar menjadi lembaga negara yang lebih bermartabat dan dihormati.

Itu mengemuka dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema ‘Optimalisasi Tugas dan Wewenang MPR’ di Press Room DPR/MPR/DPD Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/6) dengan pembicara anggota MPR Rambe Kamarulzaman (FPG), Herman Khaeron (Demokrat) dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago.

Pangi menilai, fungsi dengan kewenangan MPR saat pasca Amandemen UUD 1945, sangat lemah. Meski salah satu fungsi MPR memproses pemberhentian presiden, tetapi yang lebih menentukan pemberhentian adalah Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi, untuk optimalisasi dan penguatan lembaga MPR dengan jalan memperkuat ruh MPR sehingga bisa menjadi lembaga negara yang lebih bermartabat dan dihormati,” kata Ipang, begitu pria kelahiran Sijunjung, 20 Januari1986 tersebut akrab disapa.

Ruh dan semangat MPR sebetulnya, kata Ipang, ada pada musyarawah dan mufakat. Ke depan MPR seharusnya jangan meninggalkan ruh musyawarah mufakat. Karena ruh musyawarah mufakat adalah ruhnya bangsa ini.

Menangapi apa yang disampaikan Ipang, Herman Khaeron mengatakan bahwa berpendapat, optimalisasi tugas, wewenang, serta penguatan lembaga MPR ke depan tergantung kepada konsensus anggota DPR, fraksi-fraksi di DPR dan anggota DPD. Penguatan MPR bisa dilakukan melalui (revisi) UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) atau amandemen (perubahan) UUD.

Jika dilakukan melalui amandemen UUD, jelas Herman, tugas, fungsi dan kewenangan MPR bisa ditambah. Misalnya menggelar sidang penyampaian pertanggungjawaban presiden yang akan berakhir masa jabatannya.

“Presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya menyampaikan laporan pertanggungjawab dihadapan MPR. Jika laporan presiden ditolak, dia tidak boleh lagi mencalonkan diri untuk periode berikutnya. Tetapi pemilihan presiden tetap dilakukan rakyat melalui pemilu,” jelas wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Barat.

Menurut Herman, MPR saat ini tetap sebagai lembaga yang memiliki wewenang tertinggi dibanding lembaga negara lainnya. Contohnya kewenangan mengubah dan menetapkan UUD, melantik presiden dan wakil presiden. “Sidang Tahunan MPR merupakan bagian dari eksistensi MPR karena mewujudkan satu forum antara DPR dan DPD.”

“Selain itu, tugas Sosialisasi Empat Pilar MPR merupakan tugas MPR untuk menjaga Indonesia berdasarkan Pancasila. Saat ini MPR sedang menggagas untuk mengembalikan garis-garis besar haluan negara,” lanjut Wakil Ketua Komisi II DPR.

Ditambahkan, optimalisasi dan penguatan MPR ke depan tergantung konsensus yang ada di DPR. Penguatan khusus bisa diberikan kepada MPR yang diwujudkan dalam UU MD3.

Salah satunya, memberikan kewenangan kepada MPR merumuskan Garis-garis Besar Haluan Negara. “Dalam merumuskan kembali UU MD3, DPR bisa memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan semacam GBHN,” kata dia.

Menurut Herman, fungsi dan tugas MPR masih bisa diperluas, tidak seperti yang ada saat ini. “Penguatan itu diserahkan kepada konsensus DPR dan komitmen fraksidi DPR untuk memperkuat sehingga eksistensi MPR semakin diakui dan MPR bisa mengambil keputusan yang strategis untuk bangsa Indonesia,” papar dia.

Penguatan MPR juga bisa dilakukan dengan melakukan amandemen kelima UUD. “Apakah perubahan UUD ini akan memberikan kewenangan yang lebih kuat kepada MPR, tentu sekali lagi dikembalikan kepada anggota DPR/DPD dan konsensus fraksi-fraksi di DPR,” pungkas dia.

Rambe mengatakan, penguatan MPR bisa dilakukan tanpa mengubah UUD. Caranya, dengan merekomendasikan UU khusus tentang MPR sehingga MPR memiliki kewenangan, tugas, dan kewajiban yang jelas.
“Misalnya, aturan tentang jumlah pimpinan MPR. MPR pernah memiliki 11 pimpinan, kemudian berubah menjadi lima pimpinan, dan sekarang delapan pimpinan MPR. “Perlu ada UU khusus tentang MPR,” kata Rambe.

Soal lain, perlunya Ketetapan MPR soal pelantikan presiden dan wakil presiden. “Selama ini MPR hanya menjadi penonton, bukan melantik. Badan Pengkajian MPR sedang mengkaji perlunya Tap MPR tentang pelantikan pesiden,” ujar Rambe.

Penguatan lain, memberi kewenangan MPR untuk menafsirkan UUD. Sebab, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD.
“Selain garis-garis besar haluan negara, MPR juga perlu juga memiliki kewenangan untuk menafsirkan UUD,” demikian Rambe Kamarulzaman. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *