Prawita GENPPARI Dukung Wisata Produktif Kecap Segitiga Majalengka

  • Whatsapp

beritalima.com | “ Komoditas produk lokal yang dibuat oleh suatu masyarakat di daerah tertentu, disamping bisa dilihat dari produknya, bisa juga dilihat dari perspektif wisata edukatif, kreatif, dan produktif. Untuk itulah sesuai dengan garis besar haluan program Prawita GENPPARI dalam mendukung dan memajukan produk lokal, mengunjungai pabrik kecap Segitiga. Hal ini kita lakukan agar kita tahu persis model pengembangan bisnis seperti apa yang tepat dikembangkan untuk pengrajin kecap di sini. Apalagi Majalengka memiliki puluhan industri skala kecil dan menengah yang memproduksi kecap dengan cara tradisional. Selain gurih, kecap dari Majalengka tidak menggunakan bahan pengawet  “, demikian diungkapkan oleh Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi di Majalengka, Sabtu (3/10).


Selanjutnya Dede juga mengatakan bahwa Kecap buat masyarakat Indonesia bukanlah hal yang baru. Bisa dipastikan semua masyarakat Indonesia mengenalnya, karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyedap makanan, baik yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun ada pula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya bertekstur kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin bertekstur lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat tahu.


Sebagaimana diketahui bahwa kecap manis merupakan produk fermentasi kedelai dengan dua tahap pembuatan, koji dan moromi. Selain itu masih banyak variasi kecap lainnya di berbagai negara, misalnya shoyu di Jepang, dan ganjang di Korea. Variasi rasa kecap biasanya disebabkan karena adanya berbagai metode dan durasi fermentasi, perbandingan air, garam, kedelai yang berbeda-beda, dan juga dikarenakan bahan tambahan yang dicampurkan ke dalamnya.


Jika ditinjau dari perspektif historis, industri kecap di Majalengka sudah muncul sejak tahun 1940-an, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Jejak sejarah ini terlihat dari banyaknya industri kecap yang dikelola secara rumahan di daerah ini. Dimana setiap industri kecap ini mempekerjakan tiga sampai 15 karyawan. Dari tangan mereka inilah mengalir kecap Majalengka yang terkenal gurih dan tahan lama meski tanpa bahan pengawet. Ujar Dede.


Adapun terkait dengan lama waktu yang diperlukan dalam proses pembuatan kecap ini sekitar sebulan. Memang semua butuh proses dan tidak mudah. 2 minggu pertama digunakan untuk merendam kedelai, sisa waktu lainnya untuk meracik kedelai dengan bahan baku lainnya seperti gula aren dan garam. Proses merendam kedelai butuh waktu lama agar air meresap sempurna ke dalam kedelai. Tidak sedikit pengrajin kecap yang tidak sabar sehingga kecapnya kurang gurih.
Untuk menjaga cita rasa, pengrajin kecap di Majalengka mempertahankan pemakaian alat masak tradisional, seperti memasak dengan kayu bakar. Selain itu, peracikan bahan baku dilakukan sesuai dengan takaran yang telah ditentukan leluhurnya secara turun temurun. Walaupun kapasitas produksi secara tradisional ini terbatas, tapi mereka mempertahankannya demi menjaga cita rasa. Untuk memenuhi kebutuhan gula Aren sebagai salah satu bahan pembuatan kecap, pada umumnya para pengrajin membeli dari Banjarnegara, Tasikmalaya, dan Garut. 


Kemudian terkait dengan tahapan proses pembuatannya, sebagaimana disampaikan para pengrajin dimulai dengan merebus kedelai kemudian menjemurnya hingga kering. Setelah itu kedelai direndam 10 – 14 hari kemudian dijemur lagi. Setelah penjemuran kedua, kedelai direndam lagi dengan air garam. Lalu kedelai itu direbus lagi kemudian disimpan selama sepekan. Selanjutnya baru masuk tahap peracikan dengan gula aren dan tepung terigu. Campuran diaduk sampai kental. Setelah mengental baru bisa dimasukan ke dalam kemasan seperti botol.


“ Melihat potensi, minat dan bakat yang dimiliki oleh pengrajin kecap di Majalengka ini sebenarnya memiliki peluang besar untuk terus maju. Memasarkan produknya tidak sebatas di Majalengka atau kabupaten/ kota tetangga saja, melainkan ke banyak wilayah lain di tanah air, bahkan ke manca negara. Persoalannya seringkali mereka kalah bersaing dengan pabrik – pabrik kecap berskala besar dan modal besar. Oleh karenanya Prawita GENPPARI menghimbau kepada seluruh masyarakat agar lebih mengutamakan produk para pengrajin industri kecil menengah atau rumahan ini. Kalau bukan kita, terus siapa lagi yang akan mendukung keberadaan dan kelanjutan usaha mereka yang sudah berlangsung secara turun temurun ini. Apalagi saat berbicara tentang “rasa” kecap segitiga yang luar biasa gurih ini ”, pungkas Dede menutup pembicaraan.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait