Rancu Bidang Tugas TNI dan Polri, Effendi Simbolon Ingin Penugasan Ideal

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Effendi MS Simbolon menilai, tidak jelas pengertian sesungguhnya Badan Kendali Operasi (BKO) TNI kepada Polri.

Soalnya, ungkap wakil rakyat dari Dapil III Jakarta tersebut, arti BKO tersebut adalah di bawah kendali operasi. “Jika TNI di BKO-kan ke Polri, ini artinya TNI tersebut berada dibawah kendali Polri. Hal ini tidak boleh terjadi,” kata Effendi.

Hal tersebut dikatakan anggota Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan dan luar negeri ini dalam diskusi Forum Legislasi bertema ‘Quo Vadis TNI’ di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/3).

Menurut laki-laki kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) 1 Desember 1964 tersebut, kebiasaan seperti itu mungkin dianggap hal yang kecil.

Namun, sebenarnya hal tersebut kesalahan yang sangat besar dan rumit. Sebab, buat prajurit TNI tidak ada istilah hormat kecuali kepada pemimpin yang mereka akui sebagai pemimpinnya.

Ini sebenarnya yang harus diperbaiki. Lebih aneh lagi dirinya melihat di Mabes TNI terpampang gambar Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian bersama Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

“Saya tidak tahu ini, model budaya baru ya? Lamaa-lama, kita ngak kenal lagi dimana kita berada. Jadi, lama-ama nanti di Polres-Polres ada fotonya bapak Hadi misalnya. Apa betul seperti ini. Apa ingin dicairkan lagi, di satukan lagi, jadi Kamtibmas, Gakkum dan Pertahanan Negara mau di padukan? Ya, sialahkan saja kalau itu ada kesepakatan.”

Masalahnya, lanjut Effendi, sampai saat ini belum ada ke arah sana atau penggabungan TNI dengan kepolisian. Sisi loyalitas menurut Efenddi, akan menjadi faktor utama kendala. Akibatnya, berpengaruh dilapangan.

“Kita lihat operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Yang mendapat penugasan adalah Polri dalam hal ini Densus ada Brimob, tetapi BKO nya adalah TNI yang kita ketahui adalah Kopassus. Mana mau Kopassus patuh pada perwira Polisi,” tandas Effendi.

Jadi, lanjut dia, itu bukan hal yang mudah. Indonesia bukan Amerika Serikat yang tentaranya ada di barak. Sedangkan tentara kita ada dimana-mana berkeliaran. Tidak bisa seperti itu.

“Disinilah yang mesti dijawab kemana sebenarnya arah TNI. Harus lebih jelas lagi. Saya tidak bermaksud mengkritisi TNI. Saya tetap bersama dengan TNI. Karena tugas TNI langsung kepada negara dan bangsa. Jadi harus lebih jelas lagi,” kata Effendi.

Sementara, kata dia, saya lihat Polri lebih mudah melakukan konsolidasi. “Sekali lagi, saya tidak dalam ranggka membandingkan tetapi hal itu adalah hal yang sebenarnya. Saya berharap sampai tahap ke Presiden pun harus peduli, bagaimana menempatkan TNI yang sejatinya sesuai dengan tuntutan bangsa kita.”

Apalagi, kata Effendi, di Indonesia ini TNI tidak dalam penugasan perang. Penugasannya hanya setingkat penjaga perdamaian, tidak sama seperti di AS, ada gelar pasukannya diseluruh dunia. Indonesia Kodam dan Korem bawahannya hanya ada di dalam negeri.

Jadi, lanjut politisi ini, dapat dibayangkan jika TNI tidak punya ruang gerak mereka melakukan upaya yang sesuai dengan habitatnya. Habitat TNI itu adalah bertempur.

Berbeda dengan polisi. Walau polisi membawa senjata. Namun, cara memegang senjatanya saja berbeda dan rumusan militer berbeda dengan sipil yang dipersenjatai yang dikenal sebagai polisi.

Sebagai anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan luar negeri termasuk TNI di dalamnya, Effendi menganggap perlu membantu TNI menuju kesatu titik yang mereka menganggap itu posisi yang paling Ideal.

“Betul keputusan tersebut adalah keputusan politik. Namun, kita ingin lebih melihat politik negara ke arah membawa TNI yang ideal,” demikian Effendi MS Simbolon. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *