Saya Malu Melihat Ulah Mereka

  • Whatsapp

Oleh :
Rudi S Kamri

Hari ini saya dikirimi video oleh adik saya. Video beberapa orang dokter yang berapi-api mendukung Prabowo – Sandiaga. Dengan orasi berapi-api sambil mengenakan hijab dan sebagian berjenggot membawa dalil agama untuk pembenaran logika berpikirnya. Seolah-olah atas nama Tuhan mereka merasa sah untuk mencaci maki. Seolah mendapatkan hak dari Tuhan, mereka memaksakan kebenaran sepihak versi mereka adalah kebenaran mutlak. Mereka meneriakkan yel-yel takbir dan bilang kalau sedang berjihad. Jihad dengkulmu somplak kui yem yem !!!

Meskipun saya tahu mereka hanya segelintir oknum yang berprofesi sebagai dokter, tapi jujur saya menyesalkan manusia kayak begini harus ada di bumi Nusantara ini. Meskipun mereka hanya segelintir kecil dari muslimin di negeri ini, saya tetap miris melihat kelakuan mereka membawa-bawa agama Islam yang mulia untuk memaksakan kehendak sesatnya.
Dalam otak mereka yang sudah konslet alias “sengkle”, mereka merasa paling benar. Kebenaran di luar kehendak mereka adalah sesat. Kalau jagoannya kalah pasti ada kecurangannya. Ini Post Truth yang sudah terlanjur masuk meresap di otak primitif (amygdala) mereka. Jadi mereka seakan bebas liar berbuat apa saja. Bebas sholat dhuhur di jalanan. Bebas halal bil halal berhari-hari di gedung MK karena konon katanya mendapatkan support fasilitas dari Pemda DKI Jakarta. Hadeeh….tobat deh.

Ada teman saya yang non muslim bertanya. Mengapa warna Islam di negeri ini sekarang jauh berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu ? Apakah ada perubahan dalam Islam ? Saya katakan dengan tegas TIDAK ADA yang berubah dalam ajaran agama Islam. Yang berubah adalah bertumbuh kembangnya kaum mabuk agama yang menularkan pemikirannya kepada orang lain. Yang berubah adalah adanya pembiaran oleh negara dalam 16 tahun sejak era reformasi yang kebablasan sampai dengan tahun 2014. Dalam 2 windu paham wahabi versi Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahir dan aliran aliran radikal lainnya berkembang tanpa halangan apapun dari aparat negara.

Dan fenomena pembiaran ini dimanfaatkan dengan baik oleh kaum politisi yang haus kekuasaan. Jadi klop sudah. Pencucian otak dogmatis merajalela dalam lingkup yang paling kecil di masyarakat. Dengan dalih pengajian atau dakwah agama. Padahal tujuan mereka hanya menginfiltasi otak primitif jamaahnya. Dan yang terjadi mereka jadi liar radikal. Akal sehat mereka lenyap tak berbekas. Dan ini terjadi di segala lini. Di masyarakat, kampus, institusi negara dan BUMN. Jadi sangat tidak heran kalau orang-orang yang berpendidikan tinggi dan intelektual pun akal sehatnya juga terjungkal ke dasar laut.

Islam yang merupakan “Rahmatan Lil Alamin” di tangan mereka menjadi ganas, beringas, kasar dan gahar. Teladan Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan kesantunan dalam berperilaku dan bermasyarakat jadi hilang tanpa bekas. Mereka mabuk surga. Tapi mereka lupa bahwa untuk mendapatkan surga mereka seharusnya berbuat baik dulu di dunia. Mencaci maki orang yang tidak seiman seakan merupakan kebenaran. Mengkafirkan sesama manusia seakan adalah kebanggaan. Mereka lupa semua manusia ini adalah ciptaan Tuhan. Mencaci maki ciptaan Tuhan secara tidak langsung menghina Sang Pencipta. Mereka lupa hal itu.

Tapi haruskah kita menyerah ? TIDAK !!!

Saya meyakini mereka hanya minoritas di negeri ini. Hanya saja suara mereka sengaja dikencangkan dan mendapat amplifikasi dari media dan kaum politisi busuk. Selama ini terjadi fenomena “silent majority”. Kaum mayoritas diam dan membiarkan kelompok berlaku seenak udelnya. Kini kita harus bicara keras untuk menegakkan kebenaran dan menjaga negeri ini dirusak oleh mereka. Keberagaman budaya, agama dan suku serta lainnya harus kita pertahankan sekuat tenaga. Karena hal itu yang membuat Indonesia itu ada. Karena hal itu yang membuat Indonesia nampak indah mempesona. Ini tugas kita agar anak cucu kita tidak terwarisi negeri yang koyak-moyak seperti Irak, Mesir, Afganistan, Suriah dan lainnya.

Saya sejatinya malu menjadi muslim saat melihat kelakuan saudara-saudara kita yang sudah terlanjur terpapar paham sesat itu. Tapi merasa malu saja tidak cukup. Mengutuk merekapun tidak menyelesaikan masalah. Harus ada yang saya lakukan sekecil apapun untuk negeri ini. Minimal meyakinkan saudara-saudara saya non muslim bahwa mayoritas masyarakat muslim Indonesia tidak seperti itu. Harus ada optimisme yang tersebarkan agar ada rasa aman dan nyaman yang tertularkan.

PR Pemerintahan Presiden Jokowi 5 tahun ke depan memang tidak mudah. Membenahi SDM anak bangsa bukan sekedar membuat mereka lebih cerdas, pintar atau skillfull dan siap untuk menghadapi kemajuan zaman. Tapi yang tidak kalah pentingnya adalah meluruskan otak-otak anak bangsa yang terlanjur “sengkle”. Ini juga perlu atensi khusus dari pemerintah.

Dan saya siap membantu dan mendukung program Presiden ke arah itu. Anda juga kan ?

Salam SATU Indonesia
17062019

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *