Teguh Santosa: Politik Rente Sudah Lama Jadi Penyakit Indonesia

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Peluncuran buku “Nalar Politik Rente” karya Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anhzar Simanjuntak di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, Rabu malam (28/2) berlangsung meriah.

Ratusan pengunjung memadati ruangan. Tamu-tamu yang kebanyakan kelompok pemuda itu terlihat bersemangat mengikuti peluncuran yang disiarkan langsung oleh TVMu itu dari awal hingga akhir.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, budayawan Jaya Suprana, tokoh nasional DR. Rizal Ramli dan sang penulis buku Dahnil Simanjuntak duduk di barisan depan bersama perwakilan dari sejumlah partai politik.

Buku kedelapan Dahnil ini diterbitkan Booknesia yang merupakan divisi penerbitan buku Kantor Berita Politik RMOL.

Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al Quran oleh Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah Irfannusirrasman dan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Setelah itu Pemimpin Umum Kantor Berita Politik RMOL Teguh Santosa sebagai pihak penerbit membuka acara dan mengucapkan selamat datang kepada seluruh tamu dan undangan.

“Saya selalu bahagia bila hadir di ruangan ini, karena saya merasa pulang ke rumah sendiri,” ujar Teguh Santosa yang pernah menjadi Ketua bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah.

Menurut Teguh yang juga dosen Hubungan Internasional di Universitas Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta ini, manuskrip Dahnil Simanjuntak mengingatkannya pada buku yang ditulis Prof. Arief Budiman di pertengahan 1990an silam. Buku berjudul “Negara dan Pembangunan” itu membandingkan proses pembangunan ekonomi dua negara Asia, Indonesia dan Korea Selatan.

“Proses pembangunan di kedua negara ini memiliki banyak persamaan,” ujar Teguh lagi.

Di mulai pada periode yang sama, yakni era 1960an, juga dimotori oleh aktor yang sama-sama berlatar belakang jenderal militer dengan kekuasaan penuh di seluruh negeri. Kiblat, pendekatan dan teori-teori pembangunan yang digunakan pun sama.

Kedua negara pada era itu sama-sama menerapkan sistem negara otoriter birokrtik.

“Tetapi hasilnya berbeda. Korea Selatan menjadi negara otoriter birokratik pembangunan, sementara Indonesia menjadi negara otoriter birokratik rente. Sektor ekonomi dan politik dipenuhi pencari rente semata,” ujar Teguh lagi.

Inilah sebabnya, pembangunan ekonomi Indonesia tidak pernah substansial, tidak punya basis industri yang memadai, dan akhirnya Indonesia hanya menjadi pasar. Sumber daya alam yang begitu banyak dikuasai oleh kekuatan asing.

“Politik rente sudah lama menjadi penyakit bangsa Indonesia,” demikian Teguh sambil berharap buku Dahnil ini bisa menginspirasi pembaca untuk bersama-sama membebaskan Indonesia dari politik rente. [***]

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *