Tindaklanjuti Aspirasi 21 Gubernur, DPD RI Gelar FGD Dana Bagi Hasil Sawit

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com–Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menindaklanjuti aspirasi dari gubernur yang tergabung dalam provinsi penghasil sawit tentang perlunya dana bagi hasil dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) di dapur redaksi harian Fajar Graha Pena Makassar, akhir pekan ini. Ini serial diskusi buat pengkayaan bahan bagi para senator.

Hadir sebagai panelis, Ketua Komite IV Sukiryanto, Wakil Ketua Komite II Bustami Zainuddin, dosen pasca sarjana UIT Makassar, Dr Abdul Talib Mustafa dan ikut secara virtual, ahli perencanaan pembangunan Dr Son Diamar. Dalam acara itu juga tampak Senator asal Sulawesi Selatan, Lily Amelia Salurapa dan Faisal Syam dari Harian Fajar.

LaNyalla mengatakan, persoalan ini bermula dari daerah penghasil sawit yang tidak mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) dari dana puluhan trilyun rupiah yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD-PKS).

Sebagai catatan, BPD-PKS mengelola dana Rp 47 trilyun berasal dari Bea Keluar dan Pungutan Ekspor CPO. “Niat Jokowi membentuk BPD-PKS baik karena bertugas melakukan peran penelitian, pengembangan, dukungan prasarana, promosi dan peremajaan kelapa sawit. Badan ini juga mendukung program Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui pengembangan Bio Diesel B-30,” urai LaNyalla.

Namun, untuk mendukung program sektor hulu, khususnya petani sawit masih sangat minim. Apalagi untuk pemerintah provinsi penghasil, sama sekali tak ada. Padahal jalan dan infrastruktur di provinsi juga digunakan perkebunan kelapa sawit.

Daerah mendapat dampak dari kasus kebakaran lahan dan pencemaran lainnya. Belum lagi jika dikritisi lebih dalam, BPD-PKS juga punya banyak kelemahan. Berdasarkan data Serikat Petani Kelapa Sawit, 2018 ada 5 perusahaan sawit yang memperoleh dana dari BPD-PKS sepanjang Januari-September 2017, dengan dana Rp 7,5 triliun.

Perusahaan itu antara lain, Wilmar Group Rp 4,16 trilyun, Darmex Agro Group R. 915 milyar, Musim Mas Rp 1,54 trilyun, First Resources Rp 479 milyar dan LD Company Rp 410 milyar.

Dan, 2020 Kementerian ESDM menetapkan 18 Industri Bio-Diesel yang juga punya konsesi perkebunan skala besar mendapatkan jatah pendanaan untuk pengembangan B-30.

Dari dana itu, Wilmar Group memperoleh jatah 2,5 juta Kilo Liter (KL) dan Musim Mas 1 juta KL. Kementerian ESDM tidak mencantumkan syarat khusus bagi industri itu untuk mengambil bahan baku dari koperasi para petani. Tentu kondisi ini merugikan petani Sawit.

“Jadi, kesimpulan yang kita dapatkan memang harus dilakukan kajian tentang transparansi pengelolaan dana sawit oleh BPD-PKS. Sekaligus, mengupayakan perbaikan sehingga terjadi perubahan kebijakan, agar daerah penghasil, atau provinsi juga mendapatkan DBH sawit. Seperti halnya DBH migas dan pajak,” beber LaNyalla.

Lantas darimana memulainya? Secara teknis, sambungnya, memang harus dilakukan Revisi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Termasuk Tupoksi BPD-PKS. DPD RI sudah memasukkan agenda Revisi UU 33 Tahun 2004 tersebut. Karena bagi kami, memang sudah waktunya dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian.

“Untuk itulah, kami dari DPD RI membutuhkan pemikiran dan pandangan dari beberapa kalangan melalui serial diskusi ini. Dan tentu dengan melihat lebih cermat apa yang akan diakomodir dalam Omnibus Law yang sekarang sedang dibahas,” kata dia.

Sukiryanto mengatakan, UU 33/2004 sudah waktunya disempurnakan. Sebab, banyak kelemahan bagi kepentingan daerah. “Satu saja contoh, di provinsi Kalimantan Barat. Sawit dari sana di ekspor melalui pelabuhan di luar Kalbar, sehingga pajak ekspornya tidak masuk ke Kalbar. Itu baru satu contoh saja,” cetus dia.

Bustami mengulas ketidakadilan dirasakan daerah selama ini. Dana sawit dikelola BPD-PKS sama sekali tidak untuk daerah. Padahal daerah yang merasakan dampak. “Jalan rusak semua kalau truk angkut sawit lewat. Karena kan dari kebun pasti melewati jalan kabupaten dan jalan provinsi,” ungkap mantan Bupati Waykanan Lampung itu.

Diamar berharap, DPD RI mengusulkan RUU pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dengan menitikberatkan kepada Pasal 33 UUD NRI 1945, dimana kesejahteraan dan kemakmuran rakyat menjadi frasa utama. “Jangan hanya bagi hasil saja yang dikejar, tapi bagi untung juga. Caranya dengan menerapkan public private people partnership atau 4P,” gagas dia. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait