Bagaimana Remaja Dapat Menjadi Tersangka Kasus Pembunuhan? Begini Kata Pakar Psikologi Unair

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com|
Beberapa waktu lalu, publik sempat dihebohkan oleh kasus pembunuhan yang dilakukan oleh dua remaja terhadap anak berusia 10 tahun untuk kemudian dijual ginjalnya ke pasar gelap demi meraup ratusan juta rupiah.

Menanggapi hal itu, Margaretha SPsi PGDip Psych MS Pakar Psikologi Klinik Universitas Airlangga memberikan pendapatnya.

Kemungkinan Motif dari Segi Psikologi

Ditanya mengenai kemungkinan motif, Margaretha mengungkap dua hal, yakni kerentanan perkembangan psikologis sebagai remaja sehingga terjadi pengambilan keputusan yang salah dan impulsif, serta adanya kemungkinan tersangka memiliki ciri kepribadian antisosial.

“Mengapa? Karena ciri kepribadian antisosial adalah orang-orang yang mau menyakiti orang lain, tapi kurang rasa bersalahnya demi mencapai tujuan awal,” ucap Margaretha.

Kepribadian itu muncul, sebagai ekspresi genetik, tapi dapat dimanifestasi jika didukung oleh lingkungan. Menurut Margaretha, lingkungan tempat berkembang yang norma benar atau salahnya masih ‘bengkok’, menjadi salah satu tanda munculnya kepribadian tersebut.

“Selain itu, mereka cenderung kurang matang dalam memahami emosi, dan kurang adanya monitoring sehingga pemberian konsekuensi atas perilakunya juga tidak maksimal,” papar alumnus Master of Research (Developmental Psychopathology) Universiteit Utrect, Belanda, tersebut.

Urgensi Korektif dan Rehabilitatif

Dari segi usia dan pelanggaran yang dilakukan, Margaretha merasa bahwa kedua tersangka perlu diberi pidana sesuai hukum yang berlaku. Sehingga, kejahatan yang telah dilakukan dapat menjadi upaya korektif bagi keduanya. Namun, ia juga menekankan bahwa rehabilitasi turut menjadi poin penting yang perlu diterapkan.

“Tujuan rehabilitasi adalah agar kedua remaja tersebut memahami moralitas dan kapasitas hidup sebagai manusia bermoral. Jika mereka benar memiliki ciri kepribadian antisosial, maka harus ada pendampingan ekstra karena jika tidak, keduanya dapat berpotensi untuk melakukan kejahatan serupa atau kejahatan lainnya,” ungkap Margaretha.

Tidak hanya rehabilitasi secara moral, Margaretha juga mengungkap pentingnya rehabilitasi agar remaja mengetahui cara penyelesaian masalah yang benar.

“Remaja dengan kerentanan pengembangan psikologis biasanya melakukan kejahatan ketika stres sehingga kita harus bantu mereka punya kemampuan penyelesaian yang lebih baik dan adaptif,” ujar alumnus Postgraduate Diploma in Psychology (Neuropsychology) The University of Newcastle, Australia, itu.

Batasi Ruang Pasar Gelap

Dari kajian psikologi forensik mengenai memahami perilaku kejahatan, Margaretha berpendapat bahwa kedua tersangka hanya merupakan titik di puncak gunung es.

“Menurut saya, tidak cukup kita hanya fokus kepada dua remaja yang sudah melakukan kesalahan ini. Justru kita harus segera bergerak menghentikan dan membatasi ruang pasar gelap organ manusia yang sudah ada atau sedang dikembangkan di Indonesia. Jangan sampai kita menjadi penyumbang terbesar tanpa kita ketahui dan kita dapat kontrol sama sekali,” pungkasnya. (Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait