Daan Mogot dan Taulu Harus Dihargai dan Diberikan Penghargaan

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Pejuang asal Manado, Sulawesi Utara, Alexander Andreas Maramis telah mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Presiden RI Joko Widodo, 6 November 2019 lalu, berdasarkan Surat Menteri Sosial No.23/MS/A/09/2019 karena berjasa sebagai tokoh nasional masuk dalam “Panitia Lima” yang ditugaskan pemerintah untuk merumuskan Pancasila. Selanjutnya dua tokoh nasional yang masih diperjuangkan oleh kelompok masyarakat yang bernama Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMH) 14 Februari 1946, pimpinan Jeffrey Rawis, diantaranya adalah Daan Mogot dan CH. CH. Taulu.

Kedua tokoh itu dibawa dalam Seminar Pengusulan Daan Mogot dan CH. CH. Taulu sebagai Pahlawan Nasional serta syukuran Mr. A.A. Maramis sebagai Pahlawan Nasional. Kegiatan dilaksanakan DPP GPPMH 14 Februari 1946, Kamis (12/12/2019) di Gedung Joeang, Jalan Menteng Raya No.31, Jakarta Pusat. Kendati tidak dihadiri oleh nara sumber yang diundang tapi dari keluarga Daan Mogot dan CH. CH. Taulu selalu hadir dalam acara pengusulan gelar pahlawan nasional.

Pada kesempatan itu hadir Ketua Umum GPPMH 14 Februari 1946, dan dihadiri peserta seminar. Namun dijelaskan Ketua Harian GPPMH 14 Februari 1946, Rudi J Sumampouw terhadap pejuang nasional yang historis dan heroik dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia meskipun sudah merdeka tapi di belahan negara masih banyak yang belum mengenal Daan Mogot dan CH CH Taulu.

“Daan Mogot terbilang masih muda harus diperjuangkan sampai dikenal ke belahan dunia. Bahkan dari pemikirannya yang brilliant Daan Mogot membentuk taruna yang menjadk cikal bakal Taruna Akademi Militer yang sekarang menjadi Taruna Akademi TNI di Magelang,” tandasnya.

Begitu juga CH. CH. Taulu perlu juga dihargai dan diapresiasi yang sepadan dengan nilai – nilai perjuangannya. CH. CH. Taulu turut melakukan propaganda merebut dan mengusir kolonial Belanda yang masih bercokol di tangsi/asrama militer Belanda, Manado, Sulawesi Utara. Lalu merobek warna biru bendera Belanda kemudian mengibarkan bendera merah putih.

“CH. CH. Taulu ditahan dan dipenjarakan bersama teman – teman yang berlatar balakang berbeda. Melihat kejuangannya itu perlu diberikan penghargaan berupa pahlawan nasional karena merasa berjuang. Kami dari GPPMH 14 Februari 1946 menggags untuk melakukan seminar nasional,” harapnya.

Masih diungkapkan Rudi J. Sumanpouw, bahwa kriteria untuk mendapatkan gelar pahlawan tidak saja sebagai pejuang baku tembak di medan pertempuran melawan kolonialisme Belanda. Tapi juga harus diperkaya lagi dengan wawasan yang lebih luas yakni membuat sesuatu untuk mempertahankan Indonesia.

“Misalnya wartawan pada saat proklamir kemerdekaan yang dicetuskan oleh Bung Karjk dan Bung Hatta, para wartawan mengambil prosesi pembacaan naskah kemerdekaan Indonesia. Itu juga perlu dihargai karena memiliki dokumen yang diabadikan tanpa disuruh instansi – instansi tertentu,” terangnya.

Lebih lanjut ditegaskan Ketua Harian GPPMH 14 Februari 1946, orang – orang yang banyak berjasa pada masa penjajahan, harus disampaikan kepada pemerintah, yang memang sesungguhnya untuk mendapatkan gelar harus ditinjau kembali.

“Jadi pemerintah harus punya inisiatif untuk melihat orang – orang seperti itu yang berjasa bagi bangsa dan negara. Jadi tidak hanya bertempur di medan perang tapi rakyat juga berjuang di bidang – bidang lain,” imbuh Rudi kepada beritalima.com. ddm

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *