Dibalik Usia Senja

  • Whatsapp

beritalima.com | Bulan suci ditengah pandemi covid 19 tak menyurutkan semangat mencari rupiah demi bisa berbuka puasa bersama keluarga tercinta. Suasana yang berbeda, itulah yang dirasakan sebagian besar masyarakat dengan kondisi seperti ini. Di kebun belakang rumah contohnya, dengan peluh keringat terlihat menetes namun seorang berusia senja tersebut tetap tersenyum. Bertambah lebar dan cerah saat angin datang hingga matahari menyengat terasa sejuk.

Semasa muda, wanita yang lahir tahun 1953 merupakan seorang single mother. Ditinggalkan oleh sang suami bersama tiga anaknya yang salah satu masih balita, membuat beliau bekerja keras untuk menghidupi keluarga kecilnya. Memanamkan sifat pekerja keras dan pantang menyerah hingga mampu membesarkan ketiga anaknya sampai semua menikah. Segala hal ia lakukan untuk menyambung kehidupan.

Kini, ia telah menjadi lansia, tak menyurutkan untuk tetap beraktifitas. Sesekali ia berhenti sejenak, meluruskan punggungnya yang mulai bungkuk. Dengan modal galah yang diujungnya terdapat pisau, ia menebang pohon pisang dengan cara menggalah, daunnya akan dipakai untuk wadah membuat kue. Memisahkan daun dengan pelepah daun atau kedebong pisang.
Saat cucunya kecil, beliau membuatkan pedang-pedangan dari kedebong pisang. Hal sederhana yang dilakukan untuk membuat cucu-cucunya tersenyum senang menyambut hasil karyanya. Aku sebagai cucu perempuan pertama, membuat kami dekat secara lahir dan batin. Aku senang menghabiskan malam bersamanya, walaupun rumah kami berdekatan hanya berbeda 9 rumah.

Mempunyai pekarangan rumah yang ditumbuhi oleh banyak pohon seperti pohon pisang, nangka, katuk, mangga, hingga rambutan. Setengah dari hasil panen rambutan dijual di depan rumah. Kadang bila hasil buah berlebih, dibagikan kepada tetangga sekitar. Tak jarang pohon katuk sering diminta untuk obat oleh masyarakat sekitar hingga kampung sebelah. Wanita tua itu senang bila dapat membantu sesama walaupun hanya sebatas memberikan daun dari pekarangannya.
Membuat kue sangatlah mudah baginya walaupun tenaga yang sudah tak sekuat dulu, tetapi ia tetap semangat. Tangan renta itu terlihat mengaduk air perahan kelapa yang tampak mendidih. Meskipun kondisinya sudah lemah, ia cekatan menaburkan udang rebon, daun bawang, dan bawang goreng diatas kue yang telah matang.

Kue talam udang, itulah kue yang saat ini sedang dibuat untuk salah satu menu takjil buka puasa. Biasa dijual dengan harga Rp 2.000.

“Kue buatan umi enak karena dibuat dengan cara tradisional, bersih, dan rasanya gurih. Berbeda jika membeli kue ditempat lainnya. Saat pengajian, kue pertama yang akan habis dimakan pasti kue Umi” ujar salah satu tetanggaku.

Saat ini, beliau sering mengeluh sakit bagian tangan. Tangan yang suda digerakan, membuat terhambatnya segala aktifitas. Aku sedih melihanya, tak kuasa memahan air mata. Ku putuskan untuk membantunya, membantu mengaduk tepung, memeras air rebusan daun sugi sebagai pewarna alami, hingga membungkus kue dengan plastik atau daun pisang sebagai wadah.

Meski badannya sudah semakin doyong, fisiknya termasuk kuat. Beliau masih sanggup menjalankan ibadah puasa ditengah pandemi ini. Begitu juga dengan ibadah wajib lain seperti shalat lima waktu atau sunah, walaupun kesulitan saat memakai mukena.

Ya, beliau adalah nenekku. Sosok tua renta dengan semangat yang terus berkobar adalah nenekku. Terima kasih Nek telah membesarkan ibuku hingga menjadikan pribadi yang kuat. Hal-hal baik yang diajarkanmu kepada ibuku ditanamkan kepadaku. Pribadimu adalah panutanku. Ku doakan semoga engkau sehat selalu.
(Sarah Rahmadhani Syifa / Politeknik Negeri Jakarta)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait