Keputusan Mahkamah Agung Mengharuskan Anies Tutup PKL Tanah Abang

  • Whatsapp

JAKARTTA, beritaLima.com | Kesemrawutan dan kumuh serta kemacetan karena PKL di daerah Tanah Abang sudah viral dan biasa beritanya bagi dunia internasional maupun nasional padahal Gubernur DKI Jakarta sebelumnya sempat menertibkan PKL – PKL di Tanah Abang sehingga kawasan Tanah Abang jadi tempat yang lebih tertib dan rapih.

Namun, pada masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan yang menutup jalan Jati Baru di Tanah Abang untuk PKL berjualan menjadikan kawasan tersebut menjadi kembali kumuh dan semraut.

Tetapi kajian dari anggota DPRD DKI Jakarta Terpilih Periode 2019 – 2024 dari PSI, William Aditya Sarana, menemukan hal yang menarik dari kewenangan menutup jalanan untuk tempat berdagang yang merujuk dari Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum 25 ayat (1) yang berbunyi: “Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.”

Menurut Wiliam hal itu berarti, setiap jalan dan trotoar di DKI Jakarta bisa ditutup buat tempat jualan sama Gubernur DKI Jakarta.

“Bayangkan saja, saat ini orang berjualan secara tidak tertib di jalanan yang dilarang, apalagi ada kewenangan ini, bisa tambah kacau dan hancur jalanan dan trotar di DKI Jakarta,” kata William, di Jakarta, Kamis (13/08/2019).

Akan tetapi pertanyaan lagi apakah jalanan sebenarnya bisa ditutup untuk kepentingan PKL berdagang ?

Sebenarnya ada isi peraturan Perda Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang kontradiktif dengan Perda Nomor 8 Tahun 2007 127 Ayat (1) yang menjelasjan bahwa jalan bisa ditutup karena alasan: 1. Kegiataan keagamaan; 2. Kegiataan kenegaraan; 3. Kegiatan olahraga; 4. Kegiatan budaya,” jelasnya.

“Tapi ga bisa buat kegiatan berdagang! Inilah yang menjadi dasar saya melawan Gubernur DKI Jakarta dengan membenturkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum,” urainya melanjutkan.

William merangkan lagi kalau Perda tidak boleh mengatur hal yang di luar dari peraturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang, dan ketika Perda mengatur lebih dari Undang-Undang dengan kata lain Perda tersebut bertentangan dan harus cabut!

“Gugatan saya akhirnya dikabulkan dengan amar putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materil dari Para Pemohon: 1. William Aditya Sarana, 2. Zico Leonard Djagardo tersebut sebagian,” ungkap Wiliam.

2.Menyatakan Pasal 25 ayat (1), Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum bertentangan dengan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

3. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan salinan putusan ini kepada Sekretariat Daerah untuk dicantumkan dalam Berita Daerah.

4. Menolak Permohonan Para Pemohon yang lain dan selebihnya;

5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)

Dengan adanya keputusan Mahkamah Agung tersebut tidak boleh tidak berarti Gubernur DKI Jakarta harus menertibkan PKL di jalanan Jati Baru tapi di seluruh DKI Jakarta karena kewenanganya untuk menutup jalan untuk berdagang sudah tidak ada.

“Tidak boleh ada lagi preman-preman yang sok-sok an ngambikin duit ke PKL di jalan. Jadikan putusan ini sebagai preseden untuk DKI Jakarta membuat Jakarta lebih rapih dan tertib.Indonesia negara hukum bukan negara preman,” tegasnya.

“Jika dalam waktu dekat putusan Mahkamah Agung tidak eksekusi oleh Gubernur DKI Jakarta akan saya gugat kembali karena sudah menghina pengadilan,” jelas Wiliam. (dn)

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *