Komisi II DPR RI: Pandemi Tidak Cukup Jadi Alasan Tunda Pemilu 2024

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Komisi II DPR RI yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan. pandemi virus Corona (Covid-19) yang melanda dunia termasuk Indonesia tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Hasil Rapat Kerja Komisi II dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat beberapa bulan lalu telah sepakat untuk memutuskan penyelenggaraan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan Pemilihan anggota Legislatif (Pileg) dilaksanakan Pebruari 2024. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar setelah Agustus 2024.

“Indonesia sudah memilki pengalaman dalam penyelenggaraan Pilkda Serentak 2020 di 270 daerah,” kata politisi Partai Golkar tersebut dalam diskusi Dialetika Demokrasi dengan tema ‘Nasib Pemilu 2024 di Tengah Wacana Amandemen’ yang digelar di Media Center Parlemen di Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/9).

Selain Doli, juga tampil sebagai pembicara dalam diskusi mingguan itu, Yanuar Prihatin dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan pengamat komunikasi politik yang juga Direktur Eksekutif EmrusCorner,
Emrus Sihombing.

Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Sumatera Utara tersebut mengatakan, jika pandemi Covid-19 masih berlangsung, Indonesia punya cara untuk mengatasi. Yang penting kata Doli, manusianya tidak banyak yang jadi korban.

Selain itu, kata pria kelahiran Medan, 26 Juli 1971 ini, Indonesia sudah punya pengalaman dalam melaksanakan Pilkada Serentak 2020 di di 270 daerah kabupaten dan kota di Indonesia. Apalagi pilkada diselenggarakan pada awal terjadinya pandemi.

“Waktu itu ada polemik, ada perdebatan, apakah kita siap melaksanakan Pilkada serentak dalam situasi menghadapi pandemi? Alhamdulillah kita berhasil melaksanakannya dengan menerapkan protokol kesehatan,” ujar Doli.

Doli menekankan, virus Corona ini tak akan hilang dalam jangka pendek. Yang perlu dilakukan, berbagai penyesuaian dengan membangun kehidupan normal baru. Semuanya harus membiasakan diri. Pandemi jalan tapi kehidupan harus tetap berlangsung.

Agenda agenda penting seperti agenda negara, agenda politik yang sudah dipersiapkan harus dilaksanakan dengan catatan melaksanakan protokol kesehatan (prokes) yang sudah disusun.

“Pengalaman Pilkada 2020 yang berjalan dengan sukses bisa kita bawa nanti pada persiapan pemilu 2024. Mudah-mudahan situasi pandeminya sudah jauh lebih baik dibandingkan di awal dan yang sekarang ini,” kata Doli.

Pada kesempatan serupa, Yanuar Prihatin juga anggota Komisi II DPR RI mengatakan, Fraksi PKB berpandangan sepanjang regulasinya belum berubah, yaitu patokannya, penyelenggaraan pemilu sesuai dengan apa yang telah diputuskan legislatif tempo hari. “Jadi, kita nyantol ke sana, kecuali rool-nya sudah berubah.” kata dia.

Karena itu, dalam kaitan ini seluruh proses persiapan pemilu, PKB dan saya kira seluruh partai pegangannya cuma satu, sepanjang UU belum berubah. “Itu penting supaya nggak mengandai-andai,” kata Yanuar.

Karena itu, seperti yang sudah dijelaskan Ketua Komisi II DPR RI, peersiapan untuk pemilu sangat panjang dan itu artinya sudah harus dilakukan jauh-jauh hari.

Hanya saja, kata Yanuar. dia ingin menyampaikan tingkat kerumitannya
karena pemilu 2024 adalah keegiatan yang baru kita mengalaminya dimana keserentakan menjadi begitu holistik dan menyeluruh pilpres, pileg, Pilkada berlangsung dalam satu tahun itu kan luar biasa.

Meski Pileg, Pilpres itu satu etape, Pilkada etape tersendiri tetapi tarikan waktunya kan tahun yang sama dan rentang waktunya itu enggak jauh, sehingga menuntut persyaratan, persiapan yang jauh lebih lebih matang.

“Kita punya pengalaman pemilu kemarin keserentakan pileg dan pilpres, suasananya kita sudah tahu, pengalaman seperti apa, tapi ketika ada Pilkada, itu kita belum punya pengalamannya dan ini saya kira satu persoalan sendiri yang menuntut kerumitannya,” kata dia.

Kkerumitan yang pertama dalam proses tahapan persiapan misalnya, penyelenggara pemilu oke nggak, siap nggak, karena dalam rentang waktu persiapan itu, sejumlah penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu di beberapa kabupaten kota, bahkan provinsi ada pergantian.

“Kira-kira itu mengganggu nggak, belum lagi di level yang lebih bawah, yang operasional betul dari mulai PPK sampai ke tingkat desa sampai ke tingkat petugas pemungutan suara atau KPPS, inikan menjadi sesuatu yang harus di pikirkan, ini bukan soal sepele, karena waktunya desak-desakanm” jelas Yanuar.

Kerumitan kedua soal anggaran. “Ini pasti anggarannya naik karena pileg, Pilpres, pilkada anggrannya naik di tahun yang sama, ini persiapan kita bagaimana d tengan situasi ekonomi Indonesia yang seperti ini, sementara anggaran 2022 sudah mulai running dan itu bukan angka yang kecil.”

Kerumintan berikutnya tentu saja aspek konvensional bagaimana teknis nanti, teknis pencoblosan, sosialisasi dan seterusnya, lebih berat lagi ketika suasana pandemi dalam keadaan tertentu. “Kita nggak tahu nanti proyeksinya apakah naik standar atau turun, kalau naik ini suasananya akan lebih rumit lagi, kalau menurun syukur al-hamdulillah, kita bisa tarik napas lega.”

Sedangkan pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan,
Emrus Sihombing menyoroti masalah ditundanya pemilu ke 2027 atau jabatan presiden menjadi tiga periode. Itu bukan persoalan mudah.

Kalau pemilu ditunda, itu artinya UU tentang Pemilu harus direvisi, sedangkan jabatan presiden dirubah menjadi tiga periode, itu harus dilakukan amandemen UUD 1945. “Jabatan presiden tiga periode yang terus digoyang aktor politik, itu hanya disampaikan orang ini saja. Belum ada suara dari pihak lain termasuk lembaga pemerintah,” kata Emrus. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait