Pemprov Jatim Siapkan Pendampingan Psikososial dan Pendidikan Lanjutan Bagi Shalfa

  • Whatsapp

Gubernur Khofifah: Kode Etik Atlet-Pelatih Perlu Dievaluasi

SURABAYA, beritalima.com | Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akan menyiapkan pendampingan psikososial atau Psychosocial Therapy bagi Shalfa Avrila Siani (17), atlet senam artistik proyeksi Sea Games asal Kediri yang gagal berangkat mengikuti ajang olahraga besar yang sedang berlangsung di Filipina tersebut. Pendampingan psikososial tersebut dilakukan untuk mengatasi trauma psikologis yang dialami Shalfa atas kasus yang dialaminya.

Seperti diberitakan di banyak media massa, Shalfa gagal berangkat mengikuti Sea Games dan dipulangkan dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Persatuan Senam Indonesia (Persani) di Gresik. Menurut pengakuan pihak keluarga, pelatih menyebut alasan pemulangan Shalfa karena isu soal keperawanan.

“Pesan saya kepada Shalfa adalah menangkan hatimu, ini bagian dari terapi psikososial karena hukuman sosial (social punishment) itu berat. Cara menenangkan hati antara lain dengan banyak berdzikir. Saya juga sudah berkomunikasi dengan Ketua KONI Jatim bahwa di Puslatda juga ada pendampingan psikologi bagi atlet sehingga terapi psikososial ini penting dilakukan,” kata Khofifah usai menerima kunjungan Shalfa beserta Ibu dan pengacaranya di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (2/12) sore.

Selain melakukan pendampingan psikososial, kata Khofifah, yang tidak kalah penting adalah menyiapkan pendidikan lanjutan bagi Shalfa. Dirinya sudah menawarkan kepada Shalfa dimana ia akan melanjutkan sekolah dan atlet tersebut memilih Kota Kediri, tempat asalnya.
“Saya sudah komunikasikan dengan Walikota Kediri dan katanya ada salah satu SMA negeri yang akan menerima kepindahan sekolah Shalfa. Apalagi SMA kewenangannya ada di bawah pemprov, ini tinggal menunggu proses administrasi saja,” katanya.

Terkait isu keperawanan yang menjadi penyebab dipulangkannya Shalfa, Khofifah menegaskan bila alasan itu benar disampaikan oleh pelatih, maka ia meminta pelatih tersebut untuk segera meminta maaf dan dilakukan pemanggilan khusus sampai dengan sanksi. Dalam hal ini kode etik pelatih perlu ditelaah dan evaluasi kembali. Ia tidak ingin hal ini terulang dan menjadi trauma bagi atlet junior.

“Kita berharap segala sesuatu berjalan kondusif dan produktif. Harkat dan martabat atlet dan pelatih harus dijaga. Maka kode etik atlet dan pelatih harus dievaluasi jika dirasakan kurang sesuai sehingga semua pihak memiliki standart untuk dijadikan pedoman,” katanya.

Secara khusus Gubernur khofifah meminta agar kode etik pelatih dapat ditegakkan. Sudah selayaknya dalam kode etik pelatih diatur bahwa pelatih selarasnya menghormati hak-hak dasar, martabat, dan harga diri semua orang. Pelatih harus menghormati hak-hak individu untuk privasi termasuk hal-hal yang sifatnya kerahasiaan. Begitu pula sebaliknya dengan atlet.

“Seharusnya kode etik baik atlet atau pelatih dapat dilaksanakan dengan baik khususnya untuk melindungi dan tidak menyinggung hal-hal yang menyangkut privasi keduanya ,” katanya.

Orang nomor satu di Jatim ini menegaskan bahwa prinsipnya ini adalah olahraga prestasi. Seyogyanya yang menjadi ukuran adalah prestasi. Walaupun dalam proses pembinaan atlet ada pembinaan kedisiplinan dan karakter, namun indeks prestasi akan menjadi indikator utama ketika atlet masih ada di dalam pusat pelatihan.

“Maka di luar dari indikator prestasi yang kemudian mempengaruhi atau kemudian dijadikan dasar pertimbangan utama sampai kemudian mendegradasi atlet tersebut, itu sangat disayangkan. Namun bila memang karena prestasi dimana tidak bisa mengikuti standar yang ada, maka hal itu harus diikuti. Karena hal itu menjadi kewenangan cabor atau persatuan olahraga bersangkutan,” tegasnya.

Untuk itu, lanjutnya, kasus ini hendaknya menjadi koreksi bahwa dalam dunia keolahragaan kita masih harus dilakukan pembenahan-pembenahan. Supaya apa yang dijadikan pertimbangan utama dalam menilai sang atlet adalah prestasinya.

Sementara itu, terkait keputusan Shalfa akan tetap lanjut atau tidak di Puslatda PON mendatang, Khofifah menyerahkan keputusannya pada sang atlet.

“Tadi sudah saya tanyakan kepada yang bersangkutan, kemudian Shalfa beserta ibunya membutuhkan waktu untuk berpikir dulu sebelum membuat keputusan. Apalagi tadi saya menanyakan pada Shalfa apa cita-citanya dan dia menyebutkan berkeinginan meraih cita-citanya itu,” pungkasnya.

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *