Penggusuran PKL Gading Fajar, Penerapan Perda Atau Pelangaran HAM?

  • Whatsapp

SIDOARJO, Beritalima.com– Asosiasi Pedagang Kaki lima (PKL) Gading Fajar Bersama Aliansi Mahasiswa Sidoarjo, mengkritisi menjamurnya para PKL di Gading Fajar, padahal di UUD 1945 pasal 27 ayat (2) sudah ditegaskan: tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, sampai sekarang ini, pemerintah masih gagal memenuhi amanat konstitusi itu.

Menurut Amin ketua PKL Gading Fajar mengungkapkan bahwa salah satu konsekuensi dari model pembangunan neoliberal dalam satu dekade terakhir adalah meningkatnya pengangguran dan pergeseran ekonomi kepada perkembangan sektor informal. Catatan resmi menyebutkan, jumlah sektor informal saat ini mencapai 70% dari angkatan kerja. Tak heran, sektor informal menjadi tulang-punggung ekonomi nasional saat ini.

“Sayang, sekalipun berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional, pemerintah justru mengabaikan keberadaan sektor informal. Bahkan, seperti sering kita saksikan, pemerintah secara sewenang-wenang menghancurkan ekonomi informal. Salah satu bentuknya adalah penggusuran Pedagang Kaki Lima (PKL),” katanya kepada beritalima.com Senin, 29/05.

Menurutnya masalah Pedagang Kaki lima (PKL) di Gading Fajar tidak kunjung selesai. Permasalahan ini muncul dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K, terganggunya kelancaran lalu-lintas, Estetika dan Fungsi pra sarana RTH (Ruang Terbuka Hijau). Oleh karena itu PKL seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi.

“Sebetulnya, alasan keindahan dan ketertiban itu sangat klise. Bagi kami, penggusuran PKL adalah bagian dari tata-kelola kota yang sangat berorientasi kapital. Ini merupakan ekspresi dari penyingkiran modal kecil oleh modal besar. Kita bisa melihat bagaimana pasar rakyat dan PKL dihancurkan demi membuka jalan bagi ekspansi kapital besar, seperti supermarket/mall,” tegasnya.

Menjamurnya PKL yang berada diwilayah Gading Fajar Sidoarjo bermula dari kurangnya ruang Central PKL yang disediakan oleh pemerintah sidoarjo, dalam hal ini pemerintah kabupaten sidoarjo belum tuntas mengentas permasalahan PKL yang ada di daerah Sidoarjo, meninjau dari Pasal I (8) Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016  Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima mengatakan Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah kabupaten/atau swasta.  Pedagang Kaki Lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia ) ini. PKL ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan. Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang tertinggi yaitu UUD 45.

“Memang jika kita tinjau dari RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Sidoarjo, Gading Fajar adalah area RTH (Ruang Terbuka Hijau). Karena memang PKL dilarang berjualan di area RTH dan di jalan Protokol karena bisa mengganggu dan menyebabkan kemacetan dan merusak estetika kota, maka dari itu pemerintah sidoarjo juga harus memikirkan relokasi tempat yang pas uuntuk PKL Gading Fajar, dengan jumlah kurang lebih 1000 PKL yang ada di area Gading Fajar saat ini terancam gulung tikar maupun rugi besar karena kurangnya penangan pemerintah sidoarjo dalam menangani permasalahan penertiban PKL,” imbuhnya.

Terbukti dengan tidak seriusnya pemerintahan sidoarjo dalam menata dan memberdayakan para PKL di wilayah Gadig Fajar, Lahan Relokasi yang bermasalah dan tidak strategis sehingga banyak PKL harus gulung Tikar, Penggusuran ke Tempat Relokasi yang belum jelas itu juga tidak di iringi surat pemberitahuan dan Sosialisasi kepada PKL Ini juga telah menciderai perda yang telah dibuat tentang penataan dan pemberdayaan PKL pada BAB III Tentang HAK PKL, Pasal 19 (c) mengatakan Mendapatkan Informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan. Masih berbuat semenah-menah dan tidak memperhatikan nilai kemanusiaan.

“Kegagalan pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan adalah pengingkaran terhadap amanat konstitusi. Dengan demikian, membiarkan pengangguran saja itu sudah melanggar konstitusi. Apalagi kalau pemerintah dengan sengaja menggusur rakyat dari lahan-lahan produksi untuk survive, seperti PKL, itu bisa dikategorikan sebagai tindakan subversive terhadap konstitusi dan Pelanggaran HAM,” tukasnya. (Tanto)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *