Perkara Gugatan Debitur CIMB Niaga, Saksi Ahli Ungkap Banyak Kejanggalan

  • Whatsapp

MALANG, beritalima.com | Perkara gugatan Debitur Setiyawan melawan CIMB Niaga dan PT Oke Asset Indonesia di Pengadilan Negeri (PN) Malang pada Kamis (14/3/2024) memasuki tahap pemeriksaan saksi ahli. Dua saksi ahli yang diajukan oleh pihak Penggugat adalah Dr Ghansham Anand SH MKn dan Dr Nurwahjuni SH MKn, Dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Perkara 276/Pdt.G/2023/PN Mlg ini adalah perkara gugatan Setiyawan yang piutangnya dicessiekan (dialihkan ke pihak lain) ke PT Oke Asset Indonesia yang diduga dilakukan dengan cara tidak sesuai prosedur dan cacat hukum. Melalui kuasa hukumnya, Anthonius Adhi Soedibyo SH M.Hum dari Ansugi Law, Setiyawan menggugat CIMB Niaga (Tergugat I), PT Oke Asset Indonesia (Tergugat II), dan OJK (Turut Tergugat I).

“Pengalihan kredit ke pihak ketiga hanya bisa dilakukan kalau ada di perjanjian kreditnya. Jadi pengalihan kredit itu harus masuk dalam perjanjian kredit dulu, sehingga semua pihak bisa memahami kewajibannya,” ujar saksi ahli Ghansham dalam persidangan, Kamis (14/3/2024).

Sebagaimana diketahui, gugatan bermula ketika Setiyawan mengajukan kredit ke perbankan tersebut senilai Rp9 miliar dengan agunan berupa bangunan senilai Rp33 miliar. Menurut Anthonius, keuangan kliennya sempat terpengaruh saat terjadi Pandemi Covid-19 pada 2021 lalu.

Meski demikian, kliennya sudah menyelesaikan semua kewajibannya pada Juni 2022, meski batas perjanjian kreditnya baru berakhir pada 27 September 2022. Namun ternyata, lanjut dia, pelunasan angsuran dan bunga yang dilakukan kliennya selama itu, tidak dilaporkan. Efeknya Setiyawan tercatat di OJK berstatus debitur macet atau KOL-5.

“Padahal kami bayar terus secara resmi, ada bukti transfernya. Tapi ternyata dianggap telat bayar alias macet,” ujarnya.

Menurut saksi ahli Nurwahjuni dalam persidangan, penetapan status KOL-5 alias macet itu tidak mudah. “Tidak semua kredit yang bermasalah itu berstatus kredit macet,” ujarnya.

Status macet itu, lanjut Nurwahjuni, merupakan status paling berat. Karena sebelum sampai ke status macet, ada berbagai tahapan status lain, mulai dari status perhatian khusus, kurang lancar, berikutnya status diragukan, dan baru kemudian status macet.

“Jadi butuh proses yang panjang. Kalau sampai 180 hari tak bayar, itu baru bisa dikatakan kredit macet,” tandasnya.

Menurut Anthonius, kliennya paling lambat melakukan pembayaran tidak lebih dari 90 hari. “Sudah dilunasi kok KOL-5 nggak berubah. Jadi sekarang klien kami merasa tersandera,” kata Anthonius.

Selain gugatan di PN Malang, pihaknya juga tengah mempersiapkan melaporkan ke pihak kepolisian. Karena menurut Anthonius, diduga ada unsur tindak pidana perbankan dalam kasus ini. (Gan)

Teks Foto: Setiyawan bersama kuasa hukumnya, Anthonius Adhi Soedibyo SH M.Hum, usai sidang di PN Malang, Kamis (14/3/2024)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait