Setahun wafatnya Agus Lenon. Ini tulisan ketika mengenangnya

  • Whatsapp

-000-

Bagaimana Aktivis Sebaiknya Dikenang?

Denny JA

Semalam, para aktivis berkumpul mengenang Agus Edy Santoso atawa Agus Lenon. Sebagian dari mereka bahkan sudah menuliskan pengalamannya bersama almarhum. Tulisan itu dikumpulkan dalam satu buku.

Semalam, mengenang 40 hari wafatnya Agus Lenon, buku itu ikut diluncurkan. Tapi bagaimanakah sebaiknya aktivis dikenang?

Setiap kali kita mengenang Bung Karno, kita teringat nasionalisme yang ia perjuangkan. Mengenang Hatta, kita mengenang koperasi yang ia selalu sebarkan. Mengenang Che Guevara, kita teringat revolusi yang menjadi hidupnya.

Mengenang aktivis kita mengenang gagasan yang acapkali ia perjuangkan.

Gagasan apa yang acapkali diperjuangkan Agus Lenon? Apa yang menjadi legacynya di dunia aktivis?

Dalam buku itu, Isti Nugroho dan Jonminofri sudah merumuskan dengan cukup baik soal gagasan perjuangan Agus Edy Santoso. Katakanlah itu semacam platform politik yang mendasari aktivismenya.

Isti dan Jon dua aktivis dan dua sahabat dekat almarhum. Mereka berdua yang sigap meggumpulkan tulisan para sahabat tentang Agus. Sigap pula mengumpulkan para aktivis hikmat bersama mengenang 40 hari wafatnya Agus.

Aktivis sejati pada dasarnya mewaris spirit para Nabi. Kuat mereka menggemakan keadilan. Para Nabi datang untuk membentuk jiwa yang adil, lalu masyarakat yang adil.

Yang acapkali menjadi korban ketidak adilan umumnya mereka yang marginal. Mereka adalah rakyat kecil, kaum mustadhafin, kelompok disabilitas, mereka yang lemah sumber daya.

Karena penguasa berada pada pusat grativisikasi sebuah bangsa, besar sekali peran penguasa menegakkan keadilan. Atau bahkan penguasa itu sendiri sumber ketidak adilan.

Tak heran jika banyak aktivis menarik jarak dari kekuasaan. Itu tak lain karena mereka menjaga ruang. Berada dalam posisi yang berjarak, kontrol dan kritik pada penguasa lebih bebas diberikan.

Aktivis umumnya mendekatkan diri kepada mereka yang marginal. Berusaha tumbuh bersama. Ikut menjadi agen yang menemani, mencerahkan, protes dan mengubah lingkungan agar lebih baik untuk kaum papa itu.

Sayapun teringat bagaimana almarhum Agus menyediakan waktu untuk kaum papa. Saya ekspresikan passion agus itu dalam untaian kata. Puisi ini juga ada di buku dan dibacakan Isti Nugroho sebagai pembuka acara mengenang 40 hari wafatnya Agus Lenon.

-000-

Teringat Padamu, Bung
– Untuk Agus Edy Santoso

Denny JA

Bung, aku teringat padamu

Saat itu di sebuah sore
Kau bawa cerita
Puluhan tunanetra
Ingin tamasya ke pantai
Rasakan asinnya air laut
Merayakan persahabatan

Kau jemput mereka
menyewa lima mikrolet
Tamasya ke Ancol
Memanggul gitar
Tak lupa bekal nasi dan rendang

“Mereka senang sekali, bro,” ujarmu
Bermain air laut
Bernyanyi,
Berjoget,
Mereka lepas”

Ujarmu:
“Walau mata mereka buta
Tapi hati mereka peka,
Tak terasa bro,
Dua puluh tahun sudah
Aku menemani mereka.”

Bung, aku teringat padamu

Tentang kisahmu yang lain
Pernah kau temani belasan tunadaksa
menonton film di bioskop
Tapi bioskop tidak dibuat untuk mereka
Tak ada tempat untuk kursi roda
Tangga- tangga di bioskop
Tak bisa dilalui kursi roda

“Tapi kita tetap di sana, bro
Menjadi tontonan banyak orang
Ini aksi Demo dalam diam,” ujarmu

Bung, aku teringat padamu

Ujarmu saat itu
Bahkan masjid juga lupa
Menyediakan tempat untuk kursi roda
Dirimu mencari jalan
menemani belasan tunadaksa
sholat di ruang parkir saja
Mencoba khusyuk di sana
Menerima apa yang ada

“Kita memang sholat, bro,
Kursi roda berjajar
Dilihat orang banyak
Sekaligus, kita aksi protes,”

Bung, aku teringat padamu

Ketika orang orang sibuk mengejar kuasa
Ketika waktu habis menumpuk harta
Terasa betapa berharga
Punya hati yang memberi
Punya jiwa yang berjuang
Punya nurani yang menemani
Walau dengan cara yang sederhana.

Bung, aku teringat padamu.
Teringat burung dengan sayap seadanya
Namun selalu ingin terbang tinggi
Lebih tinggi lagi***

Febuari 2020

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait